Pakai sendal di kuburan
BENARKAH DIHARAMKAN MEMAKAI SENDAL DI KUBURAN ??
Oleh : Abdullah Al Jirani
Jumhur ulama’ (mayoritas ulama’) dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah dan Syafi’iyyah berpendapat bolehnya berjalan di kuburan dengan memakai sendal. Mereka berdalil dengan sebuah riwayat dari Anas bin Malik –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
إِنَّ الْعَبْدَ، إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ، وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُهُ، إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ
“Seorang hamba apabila diletakkan di kuburnya, dan para sahabatnya telah berpaling (pergi) darinya, sesungguhnya dia mendengar bunyi sendal-sendal mereka.” [HR. Al-Bukhari : 1374 dan Muslim : 2870].
Imam Al-Khathabi –rahimahullah- (wafat : 388 H) berkata :
وخبر أنس يدل على جواز لبس النعل لزائر القبور وللماشي بحضرتها وبين ظهرانيها
“Hadits Anas menunjukkan akan bolehnya memakai sendal bagi orang yang berziarah kubur dan berjalan di dekat kuburan dan di antara kuburan.” [Ma’alim Sunan : 1/317].
Imam An-Nawawi –rahimahullah- (wafat : 676 H) berkata :
الْمَشْهُورُ فِي مَذْهَبِنَا أَنَّهُ لَا يُكْرَهُ الْمَشْيُ فِي الْمَقَابِرِ بِالنَّعْلَيْنِ وَالْخُفَّيْنِ وَنَحْوِهِمَا ...وَنَقَلَهُ الْعَبْدَرِيُّ عَنْ مَذْهَبِنَا وَمَذْهَبِ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ
“Yang masyhur di dalam madzhab kami (syafi’iyyah) sesungguhnya tidak dimakruhkan untuk berjalan di kuburan dengan dua sendal, dua sepatu dan yang semisalnya....dan Al-Abdari menukil hal ini dari madzhab kami dan madzhab kebanyakan ulama’.”[Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 5/312].
Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- (wafat : 852 H) berkata :
وَقَدْ ثَبَتَ فِي الْحَدِيثِ أَنَّ الْمَيِّتَ يَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ إِذَا وَلَّوْا عَنْهُ مُدْبِرِينَ وَهُوَ دَالٌّ عَلَى جَوَازِ لُبْسِ النِّعَالِ فِي الْمَقَابِرِ
“Telah datang dalam sebuah hadits, sesungguhnya mayit mendengar suara sendal mereka apabila mereka telah pergi berpaling darinya. Ini menjadi dalil akan bolehnya memakai sendal di kuburan.” [Fathul Bari : 10/309].
Sebagian ulama’ salaf juga memakai sendal saat masuk di kuburan. Diantara mereka, Al-Hasan Al-Bashri dan Muhammad bin Sirin. Jika hal itu dilarang, tentu mereka tidak akan melakukannya. Telah dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah –rahimahullah- dari Jarir bin Hazim beliau berkata :
مصنف ابن أبي شيبة (3/ 65)
12143 - حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ الطَّيَالِسِيُّ، عَنْ جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ، قَالَ: رَأَيْتُ الْحَسَنَ وَابْنَ سِيرِينَ «يَمْشِيَانِ بَيْنَ الْقُبُورِ فِي نِعَالِهِمَا»
“Aku melihat Al-Hasan (Al-Bashri) dan Ibnu Sirin, keduanya berjalan di antara kuburan di sendal-sendal mereka.”[Mushannaf : 3/65 no : 12143].
Adapun hadits dari sahabat Basyir bin Ma’bad –radhiallahu ‘anhu- tentang seorang laki-laki yang berjalan di kuburan dengan memakai sendal kemudian Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata kepadanya :
يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ
“Wahai pemilik dua sendal Sibtiyyah ! celaka engkau. Lemparkan (lepaskan) dua sendal sibtiyyahmu !” [HR. Abu Dawud : 320 dan selainnya. Sanadnya shahih].
Sendal Sibtiyyah adalah sendal yang terbuat dari kulit binatang (sapi) yang disamak dengan daun akasia. Demikian keterangan Imam Al-Khatabi dalam “Ma’alimus Sunan” (1/137).
Hadits ini dipakai oleh para ulama’ Hanabilah sebagai dalil akan dimakruhkannya memakai sendal di kuburan (bukan haram sebagaimana dipahami oleh sebagian orang).
Namun pendalilan dengannya tidaklah tepat. Hal ini telah dijawab oleh Imam An-Nawawi –rahimahullah- dari dua sisi :
1). Larangan memakai sendal dalam hadits di atas untuk makna yang bersifat khusus, yaitu lebih ditujukan kepada sifat sendal yang dipakai. Karena sendal “Sibtiyyah” merupakan sendal yang biasa dipakai oleh orang-orang yang hidup mewah yang mengandung makna pamer untuk kesombongan. Sedangkan nabi berharap orang-orang yang masuk kuburan hendaknya berhias dengan ketawadhu’an dan kekhusyu’an.
2).Sangat mungkin pada sendal laki-laki tersebut terdapat najis. Sehingga dikhawatirkan akan mengotori kuburan dengan najis tersebut.
Takwil seperti ini perlu dilakukan untuk mengkompromikan di antara dua hadits yang sekilas bertentangan. Karena jika tidak dilakukan takwil seperti ini, maka salah satu dari dua hadits akan ditolak. Sementara keduanya sama-sama shahih. Oleh karena itu di akhir ucapannya, Imam Nawawi –rahimahullah- berkata :
وحملنا على تأويله الجمع بين الحديثين
“Dan yang membawa kami untuk mentakwil hadits ini ( kepada makna yang telah disebutkan) (dalam rangka untuk) mengompromikan di antara dua hadits (yang sekilas bertentangan).”[ Simak secara lebih detail dalam “Al-Majmu’” : 5/312 – seterusnya].
Dalam kaidah ilmu ushul fiqh disebutkan :
الجمع بين الدليلين أولى من إهمال أحدهما
“Mengkompromikan di antara dua dalil (yang sekilas bertentangan) lebih utama dibandingkan membuang salah satu dari keduanya.”
Disamping itu, hadits di atas termasuk qadiyyatul 'ain (kejadian yang menimpa seorang secara khusus). Dan seperti ini dalam ilmu ushul fiqh tidak memberikan faidah hukum secara umum dan tidak bisa dipakai berhujjah. Demikian dinyatakan imam Nawawi.
Kesimpulan :
1]. Memakai sendal di kuburan hukumnya boleh. Ini berdasar kepada pendapat mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah dan Syafi’iyyah. Dan pendapat ini yang kuat dan ilmiyyah. Maksud bolehnya berjalan di kuburan dengan memakai sendal di sini, berjalan di antara kubur, bukan berjalan menginjak kubur. Kalau menginjak kubur, jelas terlarang baik pakai sendal ataupun tidak pakai sendal. Hal ini diqiyaskan kepada larangan menduduki kubur.
Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Taimiyyah, bahwa secara umum pendapat jumhur lebih dekat kepada kebenaran dari pendapat selainnya.
2]. Hanabilah berpendapat makruh. Dan yang dimaksud makruh di sini makruh tanzih, yaitu makruh yang lebih dekat kepada mubah (boleh). Bukan haram sebagaimana dipahami oleh sebagian orang*. Dan sesuatu yang makruh apabila dibutuhkan, maka boleh untuk dilakukan. Misal banyak duri atau pecahan kaca atau yang lainnya.
Demikian artikel kali ini. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan kita. Barakallahu fiikum.
Surakarta, 16 Safar 1440 H
-----
*Dalam sebuah video yang dikirimkan kepada saya, seorang ustadz menyatakan bahwa memakai sendal di kuburan hukumnya "haram menurut jumhur ulama". Ini sebuah kekeliruan yang fatal. Saya tidak tahu dari referensi kitab apa beliau dapatkan ? Setahu saya, yang mengharamkan itu Ibnu Hazm, tapi itupun jika yang dipakai khusus sendal Sibtiyyah saja. Kalau sendal jenis lain boleh. Akhirnya pendapat ini dikatagorikan sebagai pendapat "nyleneh" oleh Ibnu Hajar. Semoga ustadz tersebut membaca tulisan saya ini dan bisa mengoreksi ceramahnya. (Videonya saya simpan dan sengaja tidak saya publish).
Posting Komentar