Seni Menyetir
https://bariqunnury.blogspot.com/2016/08/seni-menyetir.html
By: Nandang Burhanudin
*****
(1)
Dahsyat yah jalanan Kota Bandung. 24 jam tak kenal rehat. Apalagi jalur Gedebage-Cileunyi. Lalu lalang truk-truk tanah Sumarecon, hilir mudik tak kenal henti.
(2)
Kotor. Debu. Becek. Asap hitam pekat. Semua berpadu dalam satu aroma. Gak siang. Gak malam. Truk bermuatan overload. Bisa memacetkan puluhan km. Jika ada satu saja truk mogok. Jalanan macet, mengalahkan si Komo lewat..
(3)
Truk-truk proyek Summarecon simbol keangkuhan ekonomi. Selain ngebut. Zigzag. Sopir-sopirnya nampak arogan. Mereka seakan di atas hukum. Mereka tahu. Bercak tanah yang diangkut, semeriwing di kantong para pejabat.
(4)
Menyetir dalam kondisi di atas, memerlukan seni tingkat tinggi. Harus paham tranmisi kendaraan. Otomatis atau manual. Jangan lupa. Sesering mungkin menengok spion. Lalu pandangan lincah mencari celah.
(5)
Alhamdulillah. Anak sulung saya sudah pede bawa kendaraan di jalan umum. Walau masih junior. Saya memberinya kepercayaan penuh. Sambil tetap diawasi. Didampingi. Diarahkan. Diberi taujih. Plus tentunya. Waspada 1000 %.
(6)
Jika merujuk UU LALIN. Saya jelas salah. Melanggar aturan. Sebab si sulung belum 17 tahun dan belum punya SIM. Namun mengenalkannya dengan gegap gempita jalanan sejak dini. Cermin mendewasakan. Anak adalah kader. Tidak boleh dilepas bebas. Pun tak boleh dikekang ikat.
(7)
Tentu. Saya cukup paham kondisi mental, psikologis, dan penguasaan emosi. Maklum 14 tahun lebih membersamai. Naik turun. Goyah stabil. Hingga debat hebat. Efek dari psikologis remaja yang bertsaqofah, bergaul, dan paham teknologi informasi.
(8)
Dalam menyetir. Saya hanya menggarisbawahi. Menyetir adalah seni. Yang boleh over gigi. Tidak boleh over acting. Over heating. Apalagi over baper. Semisal emosi saat diklakson, disalip, atau disorot lampu.
(9)
Wajar. Seni menyetir disebut fannul qiyadah. Terbayang jika sopir eh qiyadah over acting, over heating, over baper. Selain mudah disalip. Mudah pula diasapi truk-truk Summarecon. Kita paham siapa pemiliknya.
(10)
Saya pu memahami. Potensi anak tidak boleh dikerdilkan. Apalagi dipinggirkan. Menyetir adalah bagian dari seni terampil hidup. Fisik kita ada batasnya. Jangan sampai yang menyetir hanya kaum tua. Dia lagi..dia lagi. Sedang yang muda. Sibuk nyari Pokemon.
Kotor. Debu. Becek. Asap hitam pekat. Semua berpadu dalam satu aroma. Gak siang. Gak malam. Truk bermuatan overload. Bisa memacetkan puluhan km. Jika ada satu saja truk mogok. Jalanan macet, mengalahkan si Komo lewat..
(3)
Truk-truk proyek Summarecon simbol keangkuhan ekonomi. Selain ngebut. Zigzag. Sopir-sopirnya nampak arogan. Mereka seakan di atas hukum. Mereka tahu. Bercak tanah yang diangkut, semeriwing di kantong para pejabat.
(4)
Menyetir dalam kondisi di atas, memerlukan seni tingkat tinggi. Harus paham tranmisi kendaraan. Otomatis atau manual. Jangan lupa. Sesering mungkin menengok spion. Lalu pandangan lincah mencari celah.
(5)
Alhamdulillah. Anak sulung saya sudah pede bawa kendaraan di jalan umum. Walau masih junior. Saya memberinya kepercayaan penuh. Sambil tetap diawasi. Didampingi. Diarahkan. Diberi taujih. Plus tentunya. Waspada 1000 %.
(6)
Jika merujuk UU LALIN. Saya jelas salah. Melanggar aturan. Sebab si sulung belum 17 tahun dan belum punya SIM. Namun mengenalkannya dengan gegap gempita jalanan sejak dini. Cermin mendewasakan. Anak adalah kader. Tidak boleh dilepas bebas. Pun tak boleh dikekang ikat.
(7)
Tentu. Saya cukup paham kondisi mental, psikologis, dan penguasaan emosi. Maklum 14 tahun lebih membersamai. Naik turun. Goyah stabil. Hingga debat hebat. Efek dari psikologis remaja yang bertsaqofah, bergaul, dan paham teknologi informasi.
(8)
Dalam menyetir. Saya hanya menggarisbawahi. Menyetir adalah seni. Yang boleh over gigi. Tidak boleh over acting. Over heating. Apalagi over baper. Semisal emosi saat diklakson, disalip, atau disorot lampu.
(9)
Wajar. Seni menyetir disebut fannul qiyadah. Terbayang jika sopir eh qiyadah over acting, over heating, over baper. Selain mudah disalip. Mudah pula diasapi truk-truk Summarecon. Kita paham siapa pemiliknya.
(10)
Saya pu memahami. Potensi anak tidak boleh dikerdilkan. Apalagi dipinggirkan. Menyetir adalah bagian dari seni terampil hidup. Fisik kita ada batasnya. Jangan sampai yang menyetir hanya kaum tua. Dia lagi..dia lagi. Sedang yang muda. Sibuk nyari Pokemon.
Posting Komentar