Pak Harto: The Untold Stories
https://bariqunnury.blogspot.com/2016/08/pak-harto-untold-stories.html
Pak Harto: The Untold Stories
Berani Ambil Risiko oleh Sjafrie Sjamsoeddin
"Masukkan Ke Museum Purna Bhakti"
Sesuai prosedur keamanan PBB, semua penumpang diminta mengisi formulir pernyataan risiko. Saya ambil dua, satu untuk saya, satu lagi untuk presiden yang nanti akan saya tuliskan. Pak Harto melihatnya lantas bertanya, "Apa itu?"
"Pernyataan risiko, tanggung perorangan, Pak," jawab saya.
"Mana saya punya? Sini!" Kertas formulir di tangan saya diambil Pak Harto. Beliau langsung menandatanganinya baru kemudian saya isi datanya.
Setelah lengkap, formulir itu harus diserahkan, karena kalau tidak-sesuai prosedur-pesawat tidak bisa berangkat.
Penerbangan Zagreb-Sarajevo berdurasi satu setengah jam. Kira-kira setengah jam sebelum mendarat, ada instruksi, "Kita akan memasuki daerah yang memerlukan pengamanan, penumpang diminta memakai helm dan rompi pengaman."
Saya bertanya dalam hati, bagaimana ini? Semua orang sudah pakai helm dan rompi, tinggal Pak Harto yang belum.
Tiba-tiba beliau bertanya kepada saya, "Ini tempat duduk, di bawahnya sudah dikasih antipeluru, belum?"
"Sudah, Pak. Kami tutup semua dengan bulletprof, untuk mengantisipasi tembakan dari bawah," jawab saya.
"Sampingnya?"
"Juga sudah, Pak."
Pak Harto tenang-tenang saja. Tetapi karena ini prosedur keselamatan internasional, saya pun mencari akal. Saya pindah duduk ke kursi di depan Pak Harto sembari memegang rompi dan helm. Sengaja saya perlihatkan supaya beliau memintanya.
Alih-alih mengambilnya, Pak Harto berkata, "Helmnya nanti masukkan ke Taman Mini, ya! Nanti helmnya masukkan ke [Museum] Purna Bhakti."
Berarti Pak Harto tidak berkenan pakai helm, maka saya pun memegang-megang rompi.
"Eh, Sjafrie. Itu, rompi itu kamu cangking (tenteng) saja. Kamu cangking saja."
"Siap, Pak!" Artinya Pak Harto juga tidak mau menggunakan rompi antipeluru. Semua memakai rompi antipeluru yang cukup tebal seberat 12 kilogram. Saya juga, rompi saya taruh di jas, terus ditutup dengan overcoat sehingga tidak kelihatan. Rompi antipeluru yang bisa menahan tembakan M-16 itu dibawa dari Jakarta, milik Paspampres, bantuan dari Kopassus.
Hanya Pak Harto yang tetap hanya mengenakan jas dan kopiah. Saya pun mengambil keputusan memakai kopiah juga, untung ada rekan wartawan yang membawanya dan langsung saya pinjam. Ini dilakukan untuk menghindari sniper mengenali sasaran utamanya dengan mudah.
Posting Komentar