TA'ARUF
https://bariqunnury.blogspot.com/2017/08/taaruf.html
Ust. Salim A. Fillah
Pada pertemuan kedua 12 Juli 2004, dengan dimoderatori sang Ustadz dan si istri, terjadilah diskusi.
Pertanyaan, "Visi misi pernikahan menurut Anda?", "Bagaimana konsep pendidikan anak yang tepat?", "Apa pandangan Anda tentang istri yang berkarier?", "Seperti apa proyeksi nafkah nantinya?", "Bagaimana pendapat Anda tentang homeschooling?", "Rencana tempat tinggal dan penataannya?", diberondongkan dengan lebih mengerikan daripada ujian pendadaran.
Tapi endingnya adalah pengakuan, "Maaf, saya tidak bisa memasak."
Si pemuda bergumam dalam hati, "Ya Allah aku kemarin minta yang shalihah dan menshalihkan. Rupanya pandai memasak belum termasuk di situ. Ya Allah apakah Kau menguji kesungguhan kriteriaku?" Lalu dia kuatkan hati, "Tak apa Ukhti. Di kota ini banyak rumah makan. Murah-murah lagi."
"Saya juga tidak terbiasa mencuci."
"Alamak", batin si pemuda. Tapi mengingat hal yang sama, dia berkata lagi, "Tak apa Ukhti. Di kota ini banyak laundry. Kiloan lagi."
"Saya bukan mencari tukang masak dan tukang cuci. Melainkan seorang istri. Kalau diperkenankan, saya akan segera menghadap pada Ayah Anda." Maka hari itu, tanggal lamaranpun disepakati 6 hari kemudian, 18 Juli.
Ta'aruf memang bukan soal berjumpa berapa kali. Ia tentang prasangka baik, prioritas kesefahaman, dan komitmen. Pacaran tidak memberikan ini, karena set mental menginginkan kepastian membuat kita tampil lebih baik dari aslinya, hingga kadang keluhan sebakda pernikahan adalah, "Sudah kelihatan aslinya."
Nah bagaimana saling mengenal yang hakiki? Ta'aruf itu istilah umum. Dalam Al Quran, ia adalah hikmah diciptakannya kita bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Jadi, kapan ta'arufnya suami-istri?
Seumur hidup!
Sebab manusia adalah makhluq penuh dinamika. Dia sedetik lalu takkan persis serupa dengan kini adanya. Ta'aruf itu seumur hidup. Sebab kenal sejati adalah saat bergandengtangan dalam surgaNya.
Tiga belas tahun berta'aruf, pemuda itu masih terus belajar mengenal istrinya. Dan selalu ada kejutan ketika prasangka baik dikedepankan. Misalnya, si dia yang mengaku tak bisa memasak itu, pada HUT RI ke-60 setahun bakda pernikahan, menjadi juara lomba masak Agustusan. Tingkat RT. Lumayan bukan?
Posting Komentar