FIQIH QURBAN



SEPUTAR HUKUM QURBAN / UDHHIYAH
FIQIH QURBAN

Oleh: Abdullah Saleh Hadrami

Definisi

Udhhiyah / Qurban adalah hewan yang disembelih pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai akhir hari- hari Tasyriq (13 Dzulhijjah) dengan tujuan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah .

Hukum Berqurban

Allah Ta’aala mensyariatkan berqurban dalam firmanNya:
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berqurbanlah. ”
(QS. Al-Kautsar: 2).

Hukumnya adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu, sebagaimana Nabi Muhammad –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam berqurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu.
(HR. Bukhari dan Muslim).

Hewan Yang Diqurbankan

Hewan yang dikurbankan adalah unta, sapi dan kambing dan hendaklah telah berumur minimal:
Unta 5 tahun, Sapi 2 tahun dan Kambing 1 tahun. Para Ulama membolehkan kambing kibas (domba) yang telah berumur 6 bulan asal gemuk dan sehat.

Hendaklah Hewan Qurban Tidak Cacat

Hewan itu harus sehat tidak memiliki cacat, sebab Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda :
“Empat cacat yang tidak mencukupi dalam berqurban: Buta yang jelas, sakit yang nyata, pincang yang sampai kelihatan tulang rusuknya (pincang yang nyata) dan yang kurus sekali . ”
(HR. At-Tirmidzi dll).

Waktu Penyembelihan

Waktu penyembelihan dimulai setelah shalat Idul Adha usai dan berakhir saat tenggelam Matahari akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).

Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda : “Siapa yang menyembelih sebelum shalat (ied) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan siapa menyembelih setelah shalat dan khutbah maka sungguh ia telah menyempurnakan qurbannya dan sesuai dengan sunnah.”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Juga sabda beliau –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam: “Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari makan dan minum dan berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim).

Penyembelihan Qurban

Disunnahkan bagi yang bisa menyembelih agar menyembelih sendiri. Adapun doa yang dibaca saat menyembelih adalah :

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلاَن (……) بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر

“Dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar, Yaa Allah ini adalah (qurban) dari si fulan ………(dengan meyebut namanya). Bismillahi Wallahu Akbar.”

Sebagaimana Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam ketika menyembelih qurban, beliau membaca :

بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَنْ مَنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

“Dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar, Yaa Allah ini adalah (qurban) dariku dan dari siapa yang belum berqurban dari umatku.”(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Sedangkan orang yang tidak bisa menyembelih sendiri hendaklah menyaksikan dan menghadirinya (ketika proses penyembelihan). Seandainya tidak menyaksikan juga tidak mengapa.

Pembagian Daging Qurban

Allah Ta’aala berfirman: “Maka makanlah sebagiannya (dan sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir.”
(QS. Al-Hajj: 28)

“Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta ) dan orang yang meminta.”
(QS. Al-Hajj: 36).

Berdasarkan kedua ayat tersebut sebagaian Salafush Shaleh lebih menyukai membagi qurban menjadi tiga bagian; sepertiga untuk diri sendiri, sepertiga hadiah untuk orang-orang mampu dan sepertiga lagi shodaqoh untuk fuqara.

Larangan Bagi Orang Yang Berqurban

Bila seseorang hendak berqurban dan memasuki bulan Dzulhijjah maka baginya agar tidak memotong/mengambil rambut, kuku, atau kulitnya sampai hewan qurbannya disembelih, sebagaimana hadits Ummu Salamah –Radhialahu ‘Anha, bahwa Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:
“Apabila telah masuk bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.”
(HR. Ahmad dan Muslim)

Dalam lafadh (redaksi) lain:
“Maka janganlah ia menyentuh (mengambil) sedikitpun dari rambut dan kulitnya sehingga ia menyembelih hewan qurbannya.”

Larangan ini hanya dikhususkan bagi orang yang berqurban saja, tidak termasuk istri-istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berqurban.
Dan diperbolehkan membasahi rambut atau keramas meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

Hukum Memotong Kuku dan Rambut Pada Bulan Dzulhijjah Bagi Yang Hendak Berqurban

Dalil yang dijadikan landasan dalam masalah ini adalah hadits Ummu Salamah dan Aisyah Radhiyallahu 'Anhuma.

Hadits Ummu Salamah riwayat Muslim berupa larangan.

Hadits Aisyah riwayat Bukhari dan Muslim tidak ada larangan.

Kesimpulannya ada tiga pendapat;

1- Haram.
Ini pendapat Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah.

2- Makruh, tidak haram.
Ini pendapat Imam Syafi'i Rahimahullah dan Imam Malik Rahimahullah dalam salah satu pendapatnya.

3- Mubah.
Ini pendapat Imam Abu Hanifah Rahimahullah dan Imam Malik Rahimahullah dalam salah satu pendapatnya.

Fadhilatusy Syaikh Salman bin Fahd Al-Audah hafidhahullah menjelaskan bahwa pendapat yang menyatakan makruh, bukan haram, adalah pendapat yang paling adil, pertengahan dan paling mudah. Juga di dalamnya terkumpul semua dalil dalam masalah ini serta memperhatikan keadaan manusia, situasi dan kebutuhan mereka yang berbeda-beda.

Beliau juga berpendapat bahwa larangan ini belum berlaku ketika masih niat saja, akan tetapi berlaku setelah membeli hewan qurban dan menentukannya pada 10 hari pertama Dzulhijjah. Karena syari'at tidak mewajibkan sesuatu kepada seseorang dengan sekedar berniat saja.

Pendapat larangan memotong kuku dan rambut berlaku setelah membeli hewan qurban dan menentukannya pada 10 hari pertama Dzulhijjah ini juga merupakan pendapat Qatadah, Said bin Musayyab dan sebagian ulama madzhab Syafi’i.

Dalilnya adalah hadits Ummu Salamah riwayat Muslim berupa larangan dalam sebagian riwayatnya terdapat redaksi:

( من كان له ذبح يذبحه فإذا أهل هلال ذي الحجة فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره حتى يضحي )

"Barangsiapa telah memiliki hewan untuk disembelih (sebagai qurbannya) maka jika telah memasuki bulan Dzulhijjah janganlah ia menyentuh (mengambil) sedikitpun dari rambut dan kukunya sehingga ia menyembelih hewan qurbannya.”

Hikmah dari larangan ini menurut sebagian Ulama adalah agar supaya ketika hewan qurban disembelih, orang yang berqurban dalam keadaan utuh seluruh bagian tubuhnya sehingga semuanya dimerdekakan dari api neraka. Sebagian yang lain berpendapat untuk menyerupai orang yang sedang ihram (haji atau umrah) dalam sebagian larangannya.

Memotong Rambut dan Kuku Bagi Jama'ah Haji yang Berniat Berqurban

Memotong rambut dan kuku adalah sunnah bagi yang hendak ber-ihram haji atau umrah, tetapi jika pada 10 hari pertama Dzulhijjah memotong rambut dan kuku adalah termasuk dalam larangan bagi yang hendak berqurban, jika berbenturan antara sunnah dengan larangan maka yang sunnah dikalahkan oleh larangan.

Adapun ketika tahallul dari umrah bagi yang berhaji tamattu' maka wajib mencukur atau memendekkan rambutnya, jika berbenturan antara wajib dengan larangan maka larangan dikalahkan oleh kewajiban.

PERINGATAN..!!!

Ada yang mengatakan bahwa yang tidak boleh di potong adalah rambut dan kuku hewan qurban bukan rambut dan kuku orang yang berqurban. Ini adalah pendapat yang aneh. Para Ulama mengatakan bahwa larangan ini hanya berlaku bagi orang yang berqurban bukan hewan qurbannya.

Hukum Menggabung Aqiqoh dengan Qurban

Berkata Abu Abdillah Al Imam Ahmad bin Hanbal -Rahimahullah : “Aku berharap qurban mencukupi dari aqiqoh -insya Allah, bagi siapa yang belum aqiqoh ”

Berkata Ibnul Qoyyim -Rahimahullah : “Jika seseorang berqurban dan berniat sebagai aqiqoh dan qurban maka hal itu terjadi untuk keduanya sebagai mana seorang yang shalat dua rakaat dengan niat tahiyatul masjid dan sunnah maktubah (rawatib) ”

Anjuran (Sunnah) Dalam Berqurban atau Menyembelih

Hendaklah menajamkan pisau dan menyembunyikannya dari pandangan binatang serta memperlakukannya dengan sebaik-baiknya. Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu, maka jika kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, jika kalian menyembelih sembelihlah dengan cara yang baik, haruslah seseorang mengasah mata pisaunya dan membuat nyaman hewan sembelihannya.”
(HR Al-Jamaah kecuali Bukhari).

Semoga Bermanfaat.

Maraji’:

- Fadhl ‘Asyr Dzil Hijjah Wa Ahkam ‘Iedil Adha Wa Ahkamil Udhhiyyah. Abdul Malik Al-Qasim. Penerbit Darul Qasim.

- Min Akhtho’ina Fil ‘Asyr. Muhammad bin Rasyid Al-Ghufaili. Cetakan Pertama 1417 H. Penerbit Darul Masir, Riyadh.

- Fadhlu Ayyam ‘Asyr Dzil Hijjah. Muraja’ah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Cetakan Pertama, Syawal 1413 H. Penerbit Maktabah Al-Ummah, Unaizah.

- Talkhish Kitab Ahkamil Udhhiyyah Wa Adzdzakah. Syaikhuna Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin –Rahimahullah. Cetakan Pertama 1413 H. Penerbit Darul Muslim.

- Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud karya Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, tahqiq takhrij dan ta’liq Basyir Muhammad Uyun, penerbit Maktabah Al Muayyad Riyadh KSA cetakan keempat, tahun 1414 H / 1994 M

- Syarh Shohih Muslim karya Imam Nawawi.

Posting Komentar

Recent

Recent Posts Widget

Arsip

Entri yang Diunggulkan

Kemunculan Al Mahdi - Ust Zulkifli Muhammad Ali, Lc

Gambar Ilustrasi Kajian Khusus Masjid Raya Bintaro Jaya @16 Januari 2016 Kemunculan Al Mahdi Ust Zulkifli Muhammad Ali, Lc K...

Hot in week

Tayangan Laman

item