....Menemani Bunda Aisyah di Surga
https://bariqunnury.blogspot.com/2015/11/menemani-bunda-aisyah-di-surga.html
Lalu apa yang langsung tergambar di hati wanita muslimah masa kini saat sampai kepadanya kabar tentang ibunda teladan mereka yang ditinggal mati oleh suami tercintanya sedang suaminya tak meninggalkan apa-apa dan dirinya pun terlarang menikah setelahnya...?
Tak punya apa pun selain bilik rumah yang kosong dari makanan meski sekedar roti kering.
Tak punya siapa-siapa selain dirinya sebab ia pun terlarang untuk dinikahi lelaki lain yang akan menafkahinya.
Istri termudanya dan yang paling dicinta, Aisyah radhiyallahu anha pun menuturkan,
"Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meninggal sedang tak ada sesuatu apa pun di rumahku yang bisa dimakan oleh makhluk yang punya hati selain sedikit gandum yang tergantung di atas kamar. Aku pun memakannya untuk beberapa waktu. Lalu aku mengambilnya lagi dan habis."
'Amr bin Al Harits, saudara ibunda para wanita mukminah, Juwairiyah binti Al Harits radhiyallahu anhuma mengisahkan,
"Saat meninggal, tidaklah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meninggalkan dinar, tidak pula dirham, tidak budak lelaki, tidak budak wanita, tidak pula yang lain kecuali keledai putihnya yang biasa beliau kendarai, senjata, dan sebidang tanah yang telah dijadikan sedekah untuk ibnu sabil."
Meski fragmen di atas adalah nyata dan pernah terjadi pada sebaik-baik keluarga di muka bumi, namun siapa yang akan mampu meneladani qana'ah dan ridha akan takdir seperti mereka?
Semua mata pastilah akan tertuju pada sebuah kalam suci, lalu ia diulang-ulang,
"Wal-yakhsyal-ladziina lau tarakuu min khalfihim dzurriyyatan dzi'aafan khaafu 'alaihim..."
Dan hendaklah mereka takut bila meninggalkan keturunan lemah yang dikuatirkan (akan meminta-minta)...
Padahal nyatanya, dua keturunan manusia di akhir zaman ini telah berkembang biak;
~ Keturunan lemah yang karena kemiskinannya hingga lupa segala-gala. Mereka terjangkit wabah "faqran munsiyan" yaitu keadaan papa yang melupakan. Dan,
~ Keturunan yang tidak lemah tapi tetap meminta-minta. Mereka tak sanggup melawan ganasnya virus "ghinan muth-ghiyan" yaitu keadaan berkelimpahan yang membuat mereka melampaui batas.
Keturunan yang pertama tidak lebih baik dari yang kedua, demikian juga sebaliknya. Sebab bila digandeng berdua, maka akan susah dicari bedanya. Hingga seluruhnya pun akhirnya malu mengakui bahwa sang qudwah hasanah ternyata memberi contoh yang teramat sulit.
Sulit. Sekali lagi, sulit. Sebab meneladani kesederhanaan di akhir zaman akan menyulitkan diri dan orang lain.
"Al huquuq katsiirah", kewajibanku sudah bertumpuk-tumpuk.
Itulah dulu alasan yang dilontarkan oleh si Kulit Belang dan si Kepala Botak dari Bani Israel saat sudah berkelimpahan.
Tapi alasan keduanya seakan abadi sepanjang masa. Tak lekang dan tak lapuk oleh hujan yang menyiram-nyiram dan juga panas yang menerpa-nerpa.
Maka kini, memilih menjadi salah satu dari keturunan tersebut seolah keharusan, sebab pilihan ketiga sudah lekang oleh zaman. Ia mungkin punah.
Haa-ulaa', hum abnaa' al huquuq al katsiirah.
Mereka semua adalah generasi yang selalu berkata, "kewajibanku sudah bertumpuk-tumpuk."
Sedang yang selamat hanyalah si Mata Buta.
Catatan:
*Adapun hadits "baadiruu bil-a'maali sab'an..." maka Syaikh al-Albaani rahimahullah menyatakannya dha'if.
*Sedang hadits tentang 3 orang; si Kulit Belang, si Kepala Botak dan si Mata Buta dari Bani Israel adalah hadits shahih
Posting Komentar