JAUH DI MATA DEKAT DI HATI (seri tulisan AYAH PENGEMBARA bag. 4)
https://bariqunnury.blogspot.com/2015/11/jauh-di-mata-dekat-di-hati-seri-tulisan.html
JAUH DI MATA DEKAT DI HATI (seri tulisan AYAH PENGEMBARA bag. 4)
by : bendri jaisyurrahman (twitter :@ajobendri)
Ahay. Buat yang kasmaran, ini tema udah lama ditunggu-tunggu kayaknya. Sementara bagi jomblo, judul tulisan ini aja udah menyiksa. Rentan untuk dibully. Apa coba yang dekat dengan hati mereka? Paling ya lambung atau paru-paru dikelilingi usus besar dan usus kecil hehe...Padahal semestinya gak perlu baper. Tulisan ini masih lurus kok ngebahas relasi antara ayah dan anak. Bukan ngebahas jomblo dan jodohnya yang udah beberapa kali lebaran gak kunjung datang. Jadi santai aja vrooh..
Lagipula apa yang dirasakan oleh jomblo, dirasakan juga oleh ayah pengembara. Mereka hidup sendiri jauh dari keluarga. Meski gak sampai ngenes jejeritan, kebayang kan bagaimana sang AYAH menjalani malam? Hanya berteman guling dan bantal. Sekalinya nyamuk datang beramai-ramai dianggap hiburan agar malam tak kesepian. Namun yang membedakan, sang ayah hatinya masih tertambat ke rumah. Kalau jomblo? Tertambat ke gadget biasanya. Betah mantengin layar berjam-jam sambil berharap akan ada aplikasi “download jodoh” di playstore #eaaa.
Bagi ayah pengembara, berlama-lama di luar tentu amat menyiksa. Ada buah hati yang dirindukan, selain istri tentunya. Konon katanya, anak itu lebih ngangenin dibandingkan istri. Sebab anak sudah cukup bahagia jika pulang dihadiahkan balon. Sementara Istri mesti dibawain I-Phone. Kalau anak lagi sedih, cukup dipeluk dan diajak bermain. Sementara istri harus dipeluk dan diajak belanja. Beda kan?
Meski terpisah, lewat kejauhan, sosok AYAH pengembara masih bisa jalankan peran. Yakni tetap terpaut hati dengan si anak meski raga terpisahkan. Dimana anak merasakan kehadiran AYAH walau tak ada di sisinya.
Bagaimana caranya? Kita bisa belajar dari sosok AYAH luar biasa yang mencetak pemimpin hebat yang digelari oleh rakyatnya sebagai Khalifatur Rasyidin yang kelima yakni Umar bin abdul aziz. Sang AYAH, Abdul Aziz bin Marwan adalah seorang birokrat. Khalifah saat itu menunjuknya menjadi gubernur di Mesir. Sementara ia dan keluarganya telah lama bermukim di Madinah. Sebagai pribadi yang bertanggungjawab maka ia tunaikan amanah tersebut hingga tuntas. Gak tertarik ikut pencapresan. Sebab ia tak butuh pencitraan. Meski konsekuensinya ia harus rela tinggalkan anaknya seorang diri di Madinah, jauh dari pengawasannya. Sebab hanya istrinya saja yang boleh ia bawa ke Mesir.
Sebagai AYAH yang peduli, ia tak ingin anaknya melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ia tahu ia sulit membagi waktunya sebagai abdi negara, khususnya dalam mengajarkan pendidikan agama kepada sang anak. Karena itu, ia menunjuk seorang ulama ternama di Madinah saat itu, sebagai guru sekaligus mentor spiritual bagi anaknya. Ulama itu bernama Syaikh Sholih bin Kaisan.
Saat hendak berangkat ke Mesir untuk tunaikan tugas hingga waktu yang lama, ia meminta kepada Syaikh Sholih tuk ajarkan anaknya agar selalu sholat tepat waktu. Hal ini atas dasar keyakinan sang AYAH bahwa sholat adalah pilar awal pembentukan karakter seorang anak. Jika sholatnya baik, maka amal yang lain pun baik. Dan jika sholatnya buruk, perilaku yang lain pun buruk. Dan demi memantau pendidikan anaknya, ia meminta Syaikh Sholih melaporkan jika ada perilaku anaknya yang harus ia evaluasi.
Setibanya dii Mesir, hari-harinya disibukkan dengan mengurus rakyatnya. Hingga suatu hari datanglah sepucuk surat Syaikh Sholih yang memberi kabar yang tak ia sukai. Anaknya, Umar, mulai punya kebiasaan buruk yakni suka menunda-nunda sholat hingga selalu masbuk dalam sholat berjamaah. Demi mendapatkan informasi yang benar, maka Syaikh Sholih diminta untuk datang ke Mesir menceritakan ihwal anaknya.
Begitu tiba di Mesir, Syaikh Sholih berujar “Anakmu memiliki rambut panjang. Ia suka sekali menyisir rambutnya hingga melalaikannya dari waktu sholat” Setelah paham akan apa yang terjadi, maka sang AYAH menulis surat untuk anaknya, Umar. “Nak, bersamaan dengan surat ini, AYAH mengutus tukang cukur khusus dari Mesir untuk membotaki kepalamu agar kamu tak lagi terlambat sholat”
Alhasil, Umar bin Abdul Aziz muda pun langsung dibotaki begitu Syaikh Sholih tiba di Madinah. Ia merasakan kehadiran AYAHnya lewat hukuman tersebut. Kepalanya yang plontos menjadi pengingat bahwasanya sang AYAH ternyata terus memantaunya dari kejauhan meski lewat berita yang disampaikan gurunya. Inilah contoh AYAH yang jauh di mata dekat di hati. Umar yang terlena dengan rambutnya yang membuat ia terlambat sholat harus merelakan rambutnya dicukur habis. Zaman sekarang banyak anak muda yang terlambat sholat karena sibuk ngurus batu akik, main HP atau motor kesayangannya. Kisah Umar tadi bisa jadi inspirasi buat AYAH di zaman ini apa yang semestinya dilakukan.
Kata kunci agar AYAH pengembara senantiasa dekat di hati anak adalah mengetahui kondisi anak dalam berbagai situasi. Jika dahulu, AYAH dari Umar mendapatkan kiriman informasi lewat kiriman surat, maka di zaman sekarang tentunya lebih mudah. AYAH bisa memantau anak lewat social media. Ataupun mendapatkan kabar dari istri via gadget lewat kiriman gambar atau Video. Intinya AYAH tetap tahu perkembangan anaknya setiap saat, setiap waktu.
Jangan sampai ada kejadian ketika AYAH kembali ke rumah dari pengembaraannya, mendadak diminta istri mengambil raport anak. Sang AYAH pun menyanggupi. Dengan pede berangkat ke sekolah anak dan masuk ke dalam kelas. Hingga selesai pengambilan ternyata nama anak gak juga dipanggil. AYAH lantas buru-buru menelpon istrinya seraya mengomel,
“Mah, gimana sih? Kok dari tadi papa gak dipanggil guru kelasnya?”
“Lho, memang papa dimana sekarang?”
“Papa di ruangan kelas 2A”
“Duh papa, anak kita sekarang udah kelas 6”
Duaaarr...Malu bener kan? So, jadilah AYAH pengembara yang selalu update akan perkembangan anaknya. Dan bertindaklah jika ada sesuatu yang dirasa “istimewa”. Jika diperoleh info bahwa anak sukses dalam suatu bidang, segeralah jadi orang pertama yang mengapresiasi. Atau jika anak melakukan tindakan yang tak pantas, biarlah AYAH yang bertugas mengeksekusi tuk anak kembali ke jalan yang benar. Sekali lagi, dari jauh AYAH tetap bisa mengasuh. Modalnya cuma koleksi informasi tentang anak. Meski resikonya AYAH akan dicap sebagai AYAH kepo. Takpapa. Sebab ketahuilah di dalam kepo ada kepodulian (maksa!). Dan inilah AYAH yang dibanggakan (bersambung)
by : bendri jaisyurrahman (twitter :@ajobendri)
Ahay. Buat yang kasmaran, ini tema udah lama ditunggu-tunggu kayaknya. Sementara bagi jomblo, judul tulisan ini aja udah menyiksa. Rentan untuk dibully. Apa coba yang dekat dengan hati mereka? Paling ya lambung atau paru-paru dikelilingi usus besar dan usus kecil hehe...Padahal semestinya gak perlu baper. Tulisan ini masih lurus kok ngebahas relasi antara ayah dan anak. Bukan ngebahas jomblo dan jodohnya yang udah beberapa kali lebaran gak kunjung datang. Jadi santai aja vrooh..
Lagipula apa yang dirasakan oleh jomblo, dirasakan juga oleh ayah pengembara. Mereka hidup sendiri jauh dari keluarga. Meski gak sampai ngenes jejeritan, kebayang kan bagaimana sang AYAH menjalani malam? Hanya berteman guling dan bantal. Sekalinya nyamuk datang beramai-ramai dianggap hiburan agar malam tak kesepian. Namun yang membedakan, sang ayah hatinya masih tertambat ke rumah. Kalau jomblo? Tertambat ke gadget biasanya. Betah mantengin layar berjam-jam sambil berharap akan ada aplikasi “download jodoh” di playstore #eaaa.
Bagi ayah pengembara, berlama-lama di luar tentu amat menyiksa. Ada buah hati yang dirindukan, selain istri tentunya. Konon katanya, anak itu lebih ngangenin dibandingkan istri. Sebab anak sudah cukup bahagia jika pulang dihadiahkan balon. Sementara Istri mesti dibawain I-Phone. Kalau anak lagi sedih, cukup dipeluk dan diajak bermain. Sementara istri harus dipeluk dan diajak belanja. Beda kan?
Meski terpisah, lewat kejauhan, sosok AYAH pengembara masih bisa jalankan peran. Yakni tetap terpaut hati dengan si anak meski raga terpisahkan. Dimana anak merasakan kehadiran AYAH walau tak ada di sisinya.
Bagaimana caranya? Kita bisa belajar dari sosok AYAH luar biasa yang mencetak pemimpin hebat yang digelari oleh rakyatnya sebagai Khalifatur Rasyidin yang kelima yakni Umar bin abdul aziz. Sang AYAH, Abdul Aziz bin Marwan adalah seorang birokrat. Khalifah saat itu menunjuknya menjadi gubernur di Mesir. Sementara ia dan keluarganya telah lama bermukim di Madinah. Sebagai pribadi yang bertanggungjawab maka ia tunaikan amanah tersebut hingga tuntas. Gak tertarik ikut pencapresan. Sebab ia tak butuh pencitraan. Meski konsekuensinya ia harus rela tinggalkan anaknya seorang diri di Madinah, jauh dari pengawasannya. Sebab hanya istrinya saja yang boleh ia bawa ke Mesir.
Sebagai AYAH yang peduli, ia tak ingin anaknya melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ia tahu ia sulit membagi waktunya sebagai abdi negara, khususnya dalam mengajarkan pendidikan agama kepada sang anak. Karena itu, ia menunjuk seorang ulama ternama di Madinah saat itu, sebagai guru sekaligus mentor spiritual bagi anaknya. Ulama itu bernama Syaikh Sholih bin Kaisan.
Saat hendak berangkat ke Mesir untuk tunaikan tugas hingga waktu yang lama, ia meminta kepada Syaikh Sholih tuk ajarkan anaknya agar selalu sholat tepat waktu. Hal ini atas dasar keyakinan sang AYAH bahwa sholat adalah pilar awal pembentukan karakter seorang anak. Jika sholatnya baik, maka amal yang lain pun baik. Dan jika sholatnya buruk, perilaku yang lain pun buruk. Dan demi memantau pendidikan anaknya, ia meminta Syaikh Sholih melaporkan jika ada perilaku anaknya yang harus ia evaluasi.
Setibanya dii Mesir, hari-harinya disibukkan dengan mengurus rakyatnya. Hingga suatu hari datanglah sepucuk surat Syaikh Sholih yang memberi kabar yang tak ia sukai. Anaknya, Umar, mulai punya kebiasaan buruk yakni suka menunda-nunda sholat hingga selalu masbuk dalam sholat berjamaah. Demi mendapatkan informasi yang benar, maka Syaikh Sholih diminta untuk datang ke Mesir menceritakan ihwal anaknya.
Begitu tiba di Mesir, Syaikh Sholih berujar “Anakmu memiliki rambut panjang. Ia suka sekali menyisir rambutnya hingga melalaikannya dari waktu sholat” Setelah paham akan apa yang terjadi, maka sang AYAH menulis surat untuk anaknya, Umar. “Nak, bersamaan dengan surat ini, AYAH mengutus tukang cukur khusus dari Mesir untuk membotaki kepalamu agar kamu tak lagi terlambat sholat”
Alhasil, Umar bin Abdul Aziz muda pun langsung dibotaki begitu Syaikh Sholih tiba di Madinah. Ia merasakan kehadiran AYAHnya lewat hukuman tersebut. Kepalanya yang plontos menjadi pengingat bahwasanya sang AYAH ternyata terus memantaunya dari kejauhan meski lewat berita yang disampaikan gurunya. Inilah contoh AYAH yang jauh di mata dekat di hati. Umar yang terlena dengan rambutnya yang membuat ia terlambat sholat harus merelakan rambutnya dicukur habis. Zaman sekarang banyak anak muda yang terlambat sholat karena sibuk ngurus batu akik, main HP atau motor kesayangannya. Kisah Umar tadi bisa jadi inspirasi buat AYAH di zaman ini apa yang semestinya dilakukan.
Kata kunci agar AYAH pengembara senantiasa dekat di hati anak adalah mengetahui kondisi anak dalam berbagai situasi. Jika dahulu, AYAH dari Umar mendapatkan kiriman informasi lewat kiriman surat, maka di zaman sekarang tentunya lebih mudah. AYAH bisa memantau anak lewat social media. Ataupun mendapatkan kabar dari istri via gadget lewat kiriman gambar atau Video. Intinya AYAH tetap tahu perkembangan anaknya setiap saat, setiap waktu.
Jangan sampai ada kejadian ketika AYAH kembali ke rumah dari pengembaraannya, mendadak diminta istri mengambil raport anak. Sang AYAH pun menyanggupi. Dengan pede berangkat ke sekolah anak dan masuk ke dalam kelas. Hingga selesai pengambilan ternyata nama anak gak juga dipanggil. AYAH lantas buru-buru menelpon istrinya seraya mengomel,
“Mah, gimana sih? Kok dari tadi papa gak dipanggil guru kelasnya?”
“Lho, memang papa dimana sekarang?”
“Papa di ruangan kelas 2A”
“Duh papa, anak kita sekarang udah kelas 6”
Duaaarr...Malu bener kan? So, jadilah AYAH pengembara yang selalu update akan perkembangan anaknya. Dan bertindaklah jika ada sesuatu yang dirasa “istimewa”. Jika diperoleh info bahwa anak sukses dalam suatu bidang, segeralah jadi orang pertama yang mengapresiasi. Atau jika anak melakukan tindakan yang tak pantas, biarlah AYAH yang bertugas mengeksekusi tuk anak kembali ke jalan yang benar. Sekali lagi, dari jauh AYAH tetap bisa mengasuh. Modalnya cuma koleksi informasi tentang anak. Meski resikonya AYAH akan dicap sebagai AYAH kepo. Takpapa. Sebab ketahuilah di dalam kepo ada kepodulian (maksa!). Dan inilah AYAH yang dibanggakan (bersambung)
Posting Komentar