Berhati-hati dalam menjaga Hafalan
https://bariqunnury.blogspot.com/2016/01/berhati-hati-dalam-menjaga-hafalan.html
Oleh : Ust. Suherman
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair: telah menceritakan kepada kami bapakku dan Abu Mu`awiyah. (Dalam jalur lain) Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya -lafazh adalah miliknya-, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Abu Mu`awiyah: dari Al-A`masy dari Syaqiq; ia berkata: `Abdullah (Ibnu Mas`ud) berkata, “Sering-seringlah kalian membaca Mushhaf ini -sepertinya ia juga mengatakan Al-Qur’an-, karena ia lebih cepat hilangnya dari dada para penghafalnya daripada unta dari ikatannya.” `Abdullah berkata: Dan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam telah bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan, ‘Saya telah lupa ayat ini dan itu.’ Akan tetapi hendaklah ia mengatakan, ‘Saya telah dilupakan.’”
(HR Muslim No. 1315)
Hadits Nabi saw di atas merupakan satu nasihat agar kita tidak mengabaikan hafalan juz, surat atau ayat yang sudah kita hafalkan. Artinya, sekalipun seseorang pernah hafal sekian juz atau sekian surat, maka tidak ada jaminan hafalan itu akan menjadi “milik kita”. Perlu mujahadah yang sangat kuat untuk memiliki hafalan sampai tingkat “mutqin”.
Seringnya muroja’ah, tidak berhenti sesudah hafal serta tetap menjaga ta’liful qulub dengan bi’ah Qur’aniyah menjadi salah satu faktor terjaganya hafalan kita. Tapi selain faktor tersebut, justru yang paling dominan bisa menyebabkan hilang atau kokohnya hafalan kita adalah masalah “kebersihan hati”.
Ada orang yang oleh Alloh swt telah diberi kenikmatan bersama Qur’an, tapi ternyata hatinya malah berpaling kepada selain Al Qur’an. Ia kembali kepada kehidupannya dan kebiasaannya sebelum menghafal Qur’an. Ia kembali mendengarkan lantunan sya’ir-sya’ir jahiliah, menonton tontonan yang bisa mengeraskan qalbu, serta bergaul dengan orang-orang yang malah membuatnya terjauhkan dari Al Qur’an.
“Sungguh, Al Qur’an lebih cepat hilangnya dari dada penghafalnya dibandingkan lepasnya unta dari ikatannya…”
Kalimat di atas adalah satu nasihat agar kita selalu waspada, bahwa menjaga hafalan JAUH LEBIH SULIT dibanding ketika saat menghafalnya.
Beberapa penyebab terhambatnya bahkan dicabutnya hafalan Al Qur’an dalam dada kita oleh Alloh swt, diantaranya :
1. Jarang muroja’ah.
2. Tidak dicek ulang hafalannya secara berkala oleh guru pembimbingnya (Minimal setahun sekali harus dicek lagi seluruh hafalan dengan cara ditasmi’kan atau diacak).
3. Menjauh dari bi’ah Qur’aniyah, seperti sering tidak hadir dalam halaqoh Qur’an, baik untuk ziyadah murojaah atau tadabbur.
4. Merasa “sudah hafal” sehingga lalai menjaga dan mempertahankan hafalan yang sudah pernah disetorkan.
5. Merasa “nyaman dengan status sebagai penghafal Qur’an di depan manusia (Nastaghfirulloh wa Na’udzu billahi min fitnatid dunya)” saat dunia dibukakan untuknya,sehingga melenceng dari niat awal menghafal Qur’an untuk menjadi Ahlulloh fid dunya.
6. Menjadi “pedagang Al Qur’an”, yang hanya mau mengajar Al Qur’an kepada orang-orang tertentu saja, seperti orang kaya, perusahaan, bahkan “menerapkan tarif” secara tidak layak utnuk mengajar Al Qur’an. Padahal sebagian besar ummat di negeri ini dalam keadaan serba kekurangan.
7. Asyik dengan dunia maksiat yang menipu seperti popularitas, kekayaan, kedudukan, hiburan, dan seluruh sarananya.
Jadi, jangan biarkan hati kita terisi dengan selain mentadabburi Kitab-NYA, jangan biarkan liisan kita mengucap selain untaian Kalam-NYA, jangan biarkan akal kita disibukkan dengan dunia, jangan biarkan telinga kita diisi sya’ir-sya’ir yang melenakan dari tadzkiroh-Nya, dan jangan biarkan amal kita bertentangan dengan isi hafalan kita…
foto : Oleh : Ust. Suherman
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair: telah menceritakan kepada kami bapakku dan Abu Mu`awiyah. (Dalam jalur lain) Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya -lafazh adalah miliknya-, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Abu Mu`awiyah: dari Al-A`masy dari Syaqiq; ia berkata: `Abdullah (Ibnu Mas`ud) berkata, “Sering-seringlah kalian membaca Mushhaf ini -sepertinya ia juga mengatakan Al-Qur’an-, karena ia lebih cepat hilangnya dari dada para penghafalnya daripada unta dari ikatannya.” `Abdullah berkata: Dan Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam telah bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan, ‘Saya telah lupa ayat ini dan itu.’ Akan tetapi hendaklah ia mengatakan, ‘Saya telah dilupakan.’”
(HR Muslim No. 1315)
Hadits Nabi saw di atas merupakan satu nasihat agar kita tidak mengabaikan hafalan juz, surat atau ayat yang sudah kita hafalkan. Artinya, sekalipun seseorang pernah hafal sekian juz atau sekian surat, maka tidak ada jaminan hafalan itu akan menjadi “milik kita”. Perlu mujahadah yang sangat kuat untuk memiliki hafalan sampai tingkat “mutqin”.
Seringnya muroja’ah, tidak berhenti sesudah hafal serta tetap menjaga ta’liful qulub dengan bi’ah Qur’aniyah menjadi salah satu faktor terjaganya hafalan kita. Tapi selain faktor tersebut, justru yang paling dominan bisa menyebabkan hilang atau kokohnya hafalan kita adalah masalah “kebersihan hati”.
Ada orang yang oleh Alloh swt telah diberi kenikmatan bersama Qur’an, tapi ternyata hatinya malah berpaling kepada selain Al Qur’an. Ia kembali kepada kehidupannya dan kebiasaannya sebelum menghafal Qur’an. Ia kembali mendengarkan lantunan sya’ir-sya’ir jahiliah, menonton tontonan yang bisa mengeraskan qalbu, serta bergaul dengan orang-orang yang malah membuatnya terjauhkan dari Al Qur’an.
“Sungguh, Al Qur’an lebih cepat hilangnya dari dada penghafalnya dibandingkan lepasnya unta dari ikatannya…”
Kalimat di atas adalah satu nasihat agar kita selalu waspada, bahwa menjaga hafalan JAUH LEBIH SULIT dibanding ketika saat menghafalnya.
Beberapa penyebab terhambatnya bahkan dicabutnya hafalan Al Qur’an dalam dada kita oleh Alloh swt, diantaranya :
1. Jarang muroja’ah.
2. Tidak dicek ulang hafalannya secara berkala oleh guru pembimbingnya (Minimal setahun sekali harus dicek lagi seluruh hafalan dengan cara ditasmi’kan atau diacak).
3. Menjauh dari bi’ah Qur’aniyah, seperti sering tidak hadir dalam halaqoh Qur’an, baik untuk ziyadah murojaah atau tadabbur.
4. Merasa “sudah hafal” sehingga lalai menjaga dan mempertahankan hafalan yang sudah pernah disetorkan.
5. Merasa “nyaman dengan status sebagai penghafal Qur’an di depan manusia (Nastaghfirulloh wa Na’udzu billahi min fitnatid dunya)” saat dunia dibukakan untuknya,sehingga melenceng dari niat awal menghafal Qur’an untuk menjadi Ahlulloh fid dunya.
6. Menjadi “pedagang Al Qur’an”, yang hanya mau mengajar Al Qur’an kepada orang-orang tertentu saja, seperti orang kaya, perusahaan, bahkan “menerapkan tarif” secara tidak layak utnuk mengajar Al Qur’an. Padahal sebagian besar ummat di negeri ini dalam keadaan serba kekurangan.
7. Asyik dengan dunia maksiat yang menipu seperti popularitas, kekayaan, kedudukan, hiburan, dan seluruh sarananya.
Jadi, jangan biarkan hati kita terisi dengan selain mentadabburi Kitab-NYA, jangan biarkan liisan kita mengucap selain untaian Kalam-NYA, jangan biarkan akal kita disibukkan dengan dunia, jangan biarkan telinga kita diisi sya’ir-sya’ir yang melenakan dari tadzkiroh-Nya, dan jangan biarkan amal kita bertentangan dengan isi hafalan kita…
foto : Persiapan WA 6 Tahun 2015
dari FB Rumah Tahfidz Al Manshuriyah
Posting Komentar