INDONESIA KINI
https://bariqunnury.blogspot.com/2016/11/indonesia-kini.html
Tulisan Moeflich Hasbullah (UIN SGD Bandung):
Indonesia kini sedang berperang. Ini kenyataan. Gak perlu pura-pura tidak tahu atau ditutup-tutupi. Perang yang dalam istilah sejarah dunia modem disebut 'cold war.'
Perang antar siapa? Antar kelompok penguasa, kepentingan ekonomi dengan kekuatan masyarakat. Antara kongsi penguasa dan pegusaha yang ditopang kepentingan asing dengan masyarakat yang mencari keadilan, menuntut hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kongsi ini berusaha mati-matian mempertahankan gubernur keturunan yang membuat masalah menistakan agama. Karena gubernur itu adalah kendaraan dari sebuah kepentingan extra-negara dan agenda yang sangat besar, bila gubernur itu kalah, akan menjadi masalah buat mereka. Kepentingan mereka akan merasa terancam.
Rasa keterancaman mendorong mereka mencari dalil yg seolah bener dan mengundang simpatik dan pesona: "mempertahankan NKRI" yg sesungguhnya berarti mempertahankan kekuasaannya. Sebagian rakyat yang lugu dan polos mudah terpengaruh dengan kata-kata sihir itu, dalil itu seolah benar.
Di sisi lain, kekuatan rakyat atau people power sudah tak terbendung. Rakyat sudah cerdas dan tidak bisa dibohongi. Ketersinggungan agama membuat mereka memiliki dasar yang kuat untuk melawan, menuntut keadilan dan ditegakkannya hukum. Sejarah perlawanan rakyat seperti akan terulang. Drama politik 1998 seperti kian dekat akan mereinkarnasi.
Dalam situasi begini, keberpihakan sudah sulit dielakkan, harus segera dipilih dan ditegaskan. Berusaha netral dan seolah bijaksana sudah tak lagi bermakna. Hanya akan menjadi penonton yang terbawa hanyut oleh akrobat sihir para artis politisi.
Siapa yang akan menang? Tentu saja adalah kebenaran. Yang mana kelompok kebenaran itu? Yang tujuannya bukan untuk saling merebut dan mempertahankan kekuasaan tapi menegakkan hukum dan keadilan yang berpihak kepada rakyat.
Para aktor penguasa kini sedang bingung, berita-berita politik dipenuhi oleh saling kunjung mengunjungi yang tidak bisa ditutupi menunjukan kegelisahan mereka, para pengusaha sedang mencari jalan keamanan dominasi ekonominya, para politisi sedang membuat strategi bagaimana mempertahankan kenyamanan kursi empuknya, sementara rakyat sudah muak dengan segala tontonan sandiwara, dagelan kemunafikan dan ketidakmampuan pemerintah dalam melindungi rakyatnya. Ketimbang mensejahterakan rakyatnya, pemerintah menjual aset-aset negara ke pihak-pihak asing dengan berbagai macam.konsesi politik.
Negara sedang dalam keruntuhannya. Kedaulatan sudah tergadai, harga diri bangsa sudah terjual. Bangsa besar yang diperjuangkan darah rakyat dan para pejuang serta keringat para founding fathers ini jadi rebutan empuk kekuatan-kekuatan global untuk menaklukannya. Mana lagi yang Indonesia? Tanah mana lagi yang milik rakyat pribumi? Semuanya milik asing. Rakyat kini hidup ngontrak di negerinya sendiri.
Hanya pihak-pihak yang sadar bahwa alarm bangsa dan negara ini sedang berbunyi keras. Dan tidak ada yang diharapkan bisa menyelamatkannya kecuali kesadaran rakyat dengan kemurnian gerakannya
Indonesia kini sedang berperang. Ini kenyataan. Gak perlu pura-pura tidak tahu atau ditutup-tutupi. Perang yang dalam istilah sejarah dunia modem disebut 'cold war.'
Perang antar siapa? Antar kelompok penguasa, kepentingan ekonomi dengan kekuatan masyarakat. Antara kongsi penguasa dan pegusaha yang ditopang kepentingan asing dengan masyarakat yang mencari keadilan, menuntut hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kongsi ini berusaha mati-matian mempertahankan gubernur keturunan yang membuat masalah menistakan agama. Karena gubernur itu adalah kendaraan dari sebuah kepentingan extra-negara dan agenda yang sangat besar, bila gubernur itu kalah, akan menjadi masalah buat mereka. Kepentingan mereka akan merasa terancam.
Rasa keterancaman mendorong mereka mencari dalil yg seolah bener dan mengundang simpatik dan pesona: "mempertahankan NKRI" yg sesungguhnya berarti mempertahankan kekuasaannya. Sebagian rakyat yang lugu dan polos mudah terpengaruh dengan kata-kata sihir itu, dalil itu seolah benar.
Di sisi lain, kekuatan rakyat atau people power sudah tak terbendung. Rakyat sudah cerdas dan tidak bisa dibohongi. Ketersinggungan agama membuat mereka memiliki dasar yang kuat untuk melawan, menuntut keadilan dan ditegakkannya hukum. Sejarah perlawanan rakyat seperti akan terulang. Drama politik 1998 seperti kian dekat akan mereinkarnasi.
Dalam situasi begini, keberpihakan sudah sulit dielakkan, harus segera dipilih dan ditegaskan. Berusaha netral dan seolah bijaksana sudah tak lagi bermakna. Hanya akan menjadi penonton yang terbawa hanyut oleh akrobat sihir para artis politisi.
Siapa yang akan menang? Tentu saja adalah kebenaran. Yang mana kelompok kebenaran itu? Yang tujuannya bukan untuk saling merebut dan mempertahankan kekuasaan tapi menegakkan hukum dan keadilan yang berpihak kepada rakyat.
Para aktor penguasa kini sedang bingung, berita-berita politik dipenuhi oleh saling kunjung mengunjungi yang tidak bisa ditutupi menunjukan kegelisahan mereka, para pengusaha sedang mencari jalan keamanan dominasi ekonominya, para politisi sedang membuat strategi bagaimana mempertahankan kenyamanan kursi empuknya, sementara rakyat sudah muak dengan segala tontonan sandiwara, dagelan kemunafikan dan ketidakmampuan pemerintah dalam melindungi rakyatnya. Ketimbang mensejahterakan rakyatnya, pemerintah menjual aset-aset negara ke pihak-pihak asing dengan berbagai macam.konsesi politik.
Negara sedang dalam keruntuhannya. Kedaulatan sudah tergadai, harga diri bangsa sudah terjual. Bangsa besar yang diperjuangkan darah rakyat dan para pejuang serta keringat para founding fathers ini jadi rebutan empuk kekuatan-kekuatan global untuk menaklukannya. Mana lagi yang Indonesia? Tanah mana lagi yang milik rakyat pribumi? Semuanya milik asing. Rakyat kini hidup ngontrak di negerinya sendiri.
Hanya pihak-pihak yang sadar bahwa alarm bangsa dan negara ini sedang berbunyi keras. Dan tidak ada yang diharapkan bisa menyelamatkannya kecuali kesadaran rakyat dengan kemurnian gerakannya
Posting Komentar