Sebuah tulisan yang terlihat seperti madu yang menyegarkan, namun berisi racun yang mematikan. ..
https://bariqunnury.blogspot.com/2016/11/sebuah-tulisan-yang-terlihat-seperti.html
[Full Edition]
Sekali lagi, saya dipertemukan dengan tulisan Sumanto Al Qurtuby lewat kiriman inbox dari salahseorang teman Facebook. Sebuah tulisan yang terlihat seperti madu yang menyegarkan, namun berisi racun yang mematikan.
Andai pemahaman beliau ini hanya untuk konsumsi pribadinya, maka rasanya belum urgen untuk ditanggapi. Namun, ketika pemahaman beliau ini sudah disebarluaskan sehingga sudah menelan 'korban', maka tentu hukum mengkritisi dan membeberkan kesalahannya menjadi sebuah kewajiban. Karena itu, mari kita memaparkan hal itu dengan semata-mata mengharapkan bimbingan dari Allah -Subhaanah-.
[Sumanto (S)]:
Bedakan Antara "Kafir" dan "Kristen".
[Alfitri (A)]:
Anda sadari atau tidak, sebetulnya secara terminologi syariat, kedua kata ini jelas dua buah istilah yang punya perbedaan, sehingga tidak ada seorangpun ulama yang memahami dua istilah ini dengan baik, menyamakan secara mutlak (sinonim).
Sekalipun kedua istilah ini punya perbedaan, namun keduanya tetap punya korelasi yang disebut dalam studi ilmu Logika dengan sebutan "al-`Umuum wal Khushuus Muthlaqan". Artinya, setiap Kristen itu pasti kafir, tapi belum tentu setiap kafir itu adalah Kristen, lantaran yang kafir itu bukan hanya Kristen.
Agar anda bisa memahami poin ini dengan baik, maka saya harapkan anda mau menyimak penjelasan detail dan komentar saya berikut ini.
[S]:Saya kadang mesam-mesem membaca banyak "meme"dan pernyataan di medsos atau "dumay" tentanglarangan "orang kafir" menjadi pemimpin (maksudnya,"kepala daerah") atas umat Islam.
[A]:
Hemat saya, anda juga harus mesam-mesem melihat tulisan-tulisan anda di wall Fb, yang menyinggung dan ikut campur dalam kajian agama, sementara modal keilmuan agama anda masih dangkal. Lebih baik anda mesam-mesem melihat sikap anda yang 'ugal-ugalan', dari pada sikap mereka.
Apakah anda ini pengkaji bidang ilmu agama, atau ilmu umum? Atau, pernahkah anda mendalami ilmu-ilmu keislaman secara mendalam dan sistematis dengan para ulama? Pertanyaan semacam ini harus anda jawab sejara jujur. Sebab, bila jawabannya ternyata negatif, maka sikap anda seperti ini sudah melanggar kode etik dunia intelektual. Ini sama saja namanya dengan "memukul air di dulang, terpercik muka sendiri". Karena itu, berhentilah ikut campur membahas masalah agama tanpa basic ilmu agama yang memadai, sebelum Allah -Subhaanah- semakin mempermalukan diri anda.
[S]: Tetapi yang "mereka"maksud dengan "orang kafir" itu adalah "Ahok yangKristen". Mereka bilang ini amanat Kitab Suci (baca, Al-
Qur'an) yang kedudukannya jauh lebih tinggi daripada"Konstitusi".
[A]: Maksud mereka tidak salah. Sebab, istilah kafir dalam syariat itu mencakup Kristen, dan Ahok itu jelas Kristen. Biar ini bisa dipahami dan diterima, ya silahkan pembacaannya dilanjutkan ke bawah.
[S]. Kata "kafir" dan "Kristen" itu dua hal berbeda. Kata"kafir" itu sangat rumit dan kompleks sekali dalam Al-Qur'an.
[A]. Seperti yang saya katakan, dalam terminologi syariat, kedua istilah ini berbeda tapi tetap punya korelasi, sehingga penyematan kafir pada Kristen itu bisa diterima secara logika dan syariat.
Menariknya, anda sendiri mengakui kerumitan kata "kafir", tetapi anda malah tidak merujuk pada penjelasan ulama. Anda justru mengandalkan asumsi serampangan dan kesimpulan prematur yang tidak berpijak pada konsep dan teori yang dijelaskan para ulama. Akhirnya, saya jadi mesam-mesem membaca tulisan anda di atas.
[S]. Ada sekitar 421 kali, Al-Qur'an menyebut kata"kafir" atau "kufr" dengan makna beragam dan konteksyang berbeda-beda tetapi muaranya kurang lebih sama,yaitu "menutupi sesuatu".
[A]: Kesalahan dasar anda dalam hal ini adalah, tidak membedakan mana kata "kafir" dalam Quran yang masih dimaknai secara etimologi, dan mana pula yang sudah dimaknai secara terminologi.
Jika hal ini tidak anda pahami dengan baik, maka saya khawatir nanti anda akan memahami kata-kata semisal salat, zakat, haji, mukmin, muslim, Islam, munafik dan lainnya, dengan makna etimologinya masing-masing. Sebab, kata-kata di atas jelas pada awalnya punya makna umum, yang tidak lagi spesifik seperti makna terminologinya.
Beranikah anda mengatakan salat itu hanyalah doa, lantaran kata "shalat" dalam Quran dimaknai secara etimologi? Maukah anda menyatakan zakat itu bukan mengeluarkan harta, lantaran kata "zakat" dalam Quran dimaknai secara etimologi? Demikian seterusnya.
Kalau anda tidak berani, maka kenapa anda berani memaknai kata "kafir" dalam Quran yang disematkan kepada orang Kristen itu dengan makna etimologi?
Jadi, kata kafir yang disematkan kepada orang Kristen dalam Quran itu sudah menjadi istilah dalam terminologi, sehingga tidak bisa lagi dimaknai secara etimologi yang umum. Dan makna terminologinya adalah pengingkaran terhadap risalah kenabian yang dibawa oleh Muhammad -Shallallaahu`alaihiwasallam-.
Jangankan bahasa Arab, dalam bahasa Indonesia saja kita menemukan kata yang tidak bisa dimaknai secara etimologi lagi, setelah berubah menjadi sebuah istilah. Contohnya, kata "Kepala Negara" dalam bahasa Indonesia tidak lagi bermakna etimologi, sehingga dipahami negara itu sejenis mahluk hidup yang punya bagian anggota tubuh bernama kepala. Ini baru dalam konteks terminologi ketatanegaraan, apalagi dalam konteks ajaran agama. Logis, bukan?
[S]: Itulah sebabnya ada ayat Al-Qur'an yang menyebut petani itu "kafir" karena
kerjaannya "menutupi benih di tanah". Demikian pula diayat lain menyebut suku-suku di Mekah sebagai kafirkarena menutupi kebenaran yang disampaikan Nabi Muhammad. Demikan seterusnya (silakan lihatpostinganku sebelumnya).
[A]: Nah, makna kata "kafir" yang anda sebutkan di atas terkait petani, itu adalah makna etimologi. Ini jelas bisa diterima dak tidak berefek pada pemahaman agama.
Adapun makna "kafir" yang anda sebutkan terkait suku-suku di Mekkah, itu hanyalah korelasi antara makna etimologi dan terminologi dari kata "kafir" yang disematkan kepada mereka. Artinya, ketika mereka tidak mau beriman dengan ajaran Nabi Muhammad, maka seolah-olah menutupi kebenaran ajaran Nabi Muhammad yang sebenarnya mereka sudah ketahui.
[S]: Sementara "Kristen" itu jelas "kaum beriman" bukan "kafir" meskipun tentu saja ada umat Kristen yang "kafir"sebagaimana ada umat Islam yang "kafir" kalau mereka "menutupi sesuatu".
[A]: Inilah akibat dari ketidaktahuan anda akan perbedaan antara makna etimologi dengan makna terminologi dari kata "Kafir" dalam Quran.
Seperti yang saya katakan, kata "kafir" dalam Quran yang disematkan kepada Yahudi atau Kristen itu sudah dimaknai secara terminologi, sebagaimana halnya dengan kata "mukmin" (beriman).
Ketika Allah menyebut orang Kristen itu kafir, maka itu bermakna bahwa mereka telah mengingkari aturan Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad, seperti penafian Trinitas dan lainnya. Sebaliknya, orang yang menerima aturan Allah yang dibawa Nabi Muhammad, maka mereka disebut orang yang beriman.
Nah, dengan pemaknaan seperti ini, bagaimana Kristen bisa dianggap beriman, sementara mereka saja tidak menerima dan mengingkari aturan Allah yang tertera dalam Quran? Karena itulah, Quran melabeli mereka itu sebagai orang kafir.
[S]: Seperti umat islam, umat Kristenjuga penganut paham monoteisme. Karena itu, banyakpara ulama dan sarjana Muslim yang menolak status"kafir" atas non-Muslim.
[A]: Lho, bukankah Quran sendiri yang telah melabelkan kafir kepada mereka terkait konsep ketuhanan mereka? Allah mengatakan:
لقد كفر الذين قالوا إن الله ثالث ثلاثة
Ketika Kristen mengatakan Trinitas, maka pada saat itu mereka telah dicap kafir, lantaran tidak menerima ajaran Allah yang dibawa oleh Isa dalam Injil yang asli, dan Nabi Muhammad dalam Quran.
Jadi, dari sisi pengingkaran mereka akan konsep pentauhidan ini, mereka jelas bisa dianggap kafir, sekalipun mereka tetap menyakini keberadaan Tuhan, seperti halnya kaum Pagan Quraisy.
[S]: Jadi, kalau kampanye "anti-Kristen Ahok" dengan alasania "kafir" sehingga kaum Muslim haram memilihnyasebagai "kepala daerah" adalah tidak tepat. Seperti"pepatah": "Joko Sembung Naik Ojek"--Tidak NyambungJek.
[A]. Yang tidak "nyambung" itu anda, bukan kaum muslimin. Sudahlah tidak bisa membedakan makna etimologi dan terminologi dari kata "kafir", eh malah menilai orang lain tidak nyambung. Seperti pepatah: "Ikan Kembung naik ke darat"--- Sudah kagak nyambung, malah begoknya kuadrat.
Ketika Ahok menyakini konsep umat Kristen tentang Trinitas yang divonis kafir oleh Quran, maka berarti Ahok adalah termasuk orang Kristen yang telah dikafirkan Allah.
Kenapa divonis kafir? Karena telah mengingkari konsep Tauhid yang diajarkan Isa dalam Injil asli, dan juga Nabi Muhammad dalam Quran. Ingat, ini makna terminologi dar kata "kafir" dalam Quran. Paham?
[S]:Buktinya, banyak para ulama (termasuk para ulamaMesir) dan tokoh Islam yang mendukung dan membolehkan non-Muslim, termasuk Kristen, menjadipemimpin politik-pemerintahan di daerah yang
mayoritas Muslim.
[A]: Banyak? Itu hanya klaim anda saja. Justru para ulama 4 Mazhab sejak dahulu, malah kompak mengatakan non-muslim tidak boleh diberikan jabatan yang mengatur kepentingan atau urusan umat Islam. Banyakan mana coba?
[S]: PKS Solo dulu juga mendukung
Walikota Kristen: F.X. Hadi Rudyatmo.
[A]: PKS itu bukan sumber hukum, sehingga kebijakan politiknya bisa salah dan bisa benar. Bukankah MUI saja belum tentu anda akui sebagai rujukan dalam hukum Islam, eh kok malah berargumen dengan PKS?
[S]: Beberapa negara mayoritas Muslim juga memiliki (atau pernah memiliki) kepala daerah non-Muslim, baikwalikota, gubernur, sampai presiden. Contohnya diSenegal, Palestina, Turki, Lebanon, dlsb. Di Lebanon,presiden-nya juga Kristen, Pak Michel Sulaiman, yang
merupakan seorang Kristen Maronite (lihat postingankutentang ini di FB). Apakah para ulama, cendekiawanMuslim, dan umat Islam di Turki, Sinegal, Palestina, atauLebanon itu pada tidak paham Al-Qur'an? Apakah para ulama Mesir itu tidak tahu tafsir Al-Maidah yang bikinheboh itu? Tidak kan? Kannnn.
[A]: Realita politik dan kebijakan pemerintah itu belum tentu sejalan dengan apa yang menjadi pandangan ulama, atau aturan agama. Seringkali yang terjadi di dunia politik dan pemerintahan itu adalah perkara yang bertentangan dengan ajaran agama. Namun, mungkin karena ketidakberdayaan umat Islam merubahnya akhirnya itu tetap berlangsung.
Satu contoh. Ketika seorang Gubernur melegalkan minuman keras sehingga merebak di tengah masyarakat, dan umat Islam pun tidak berdaya mencegahnya, maka apakah bisa kita mengatakan ulama di negeri ini tidak tahu ayat yang memgharamkan minuman keras? Tidak kan? Kan kan kaaaan.
[S]: Jadi ini sebetulnya soal tafsir saja. Sah-sah saja maumenafsiri "larangan umat Islam memilih pemimpin non-Muslim" tetapi jangan ngotot, marah-marah dan ngamuk kalau ada ulama, tokoh Muslim dan umat Islam lain yangmembolehkan memilih non-Muslim sebagai pemimpin.
[A]: Justru ketika tafsirannya merupakan tafsiran yang disepakati para ulama, maka penyimpangan akan terjadi bila itu tidak diikuti, terkecuali dalam kondisi yang dikecualikan.
Jika ada ulama, tokoh muslim atau umat Islam membolehkan itu, maka yang mesti dipertanyakan dan dicurigai adalah ketepatan tafsiran yang mereka pakai sebagai landasan; kenapa tafsiran mereka bisa berbeda dengan tafsiran 99.9% ulama sejk dahulu?
[S]: Kalau ada yang bilang salat atau puasa Ramadhan itu"haram" baru silakan protes.
Justru, dalam sejarah disebutkan bahwa para ulama mengkritisi kebijakan penguasa di zamannya yang memberikan jabatan kenegaraan pada non-muslim. Apakah tindakan mereka salah?
[S]: Lagi pula, kalau gak sukaAhok ya tidak usah dipilih dalam pilkada nanti. Gampang
kan? Pilih Pak Djarot Saiful Hidayat saja yang jelas Muslim.
[A]: Ya, itu jelas. Tapi, menyampaikan sesuatu yang menjadi pandangan ulama turun temurun kepada msyarakat, tentu juga boleh, donk! :)
[S]: Saya ngomong begini bukan karena saya pendukungAhok tetapi karena ingin"membimbing mereka agar kembali ke jalan yang lurus" he he. Soal Koh Ahok jadigubernur atau tidak itu urusan orang Jakarte bung,bukan urusan gue he he
[A]: Lurus di mata anda justru sesat di mata mereka. Orang bukan ahli agama kok mau membimbing orang ke jalan yang lurus dalam masalah agama. Masih ingat "Ikan Gendut naik ke darat"? :)
Ya, gpp. Ntar, rumah loe digusur sama gubernur kafir juga, itu juga bukan urusan orang Jakarte. Heran, loyal anda kuat pada orang kafir, tapi impoten pada saudara seiman.
Wallaahua`lam
Sekali lagi, saya dipertemukan dengan tulisan Sumanto Al Qurtuby lewat kiriman inbox dari salahseorang teman Facebook. Sebuah tulisan yang terlihat seperti madu yang menyegarkan, namun berisi racun yang mematikan.
Andai pemahaman beliau ini hanya untuk konsumsi pribadinya, maka rasanya belum urgen untuk ditanggapi. Namun, ketika pemahaman beliau ini sudah disebarluaskan sehingga sudah menelan 'korban', maka tentu hukum mengkritisi dan membeberkan kesalahannya menjadi sebuah kewajiban. Karena itu, mari kita memaparkan hal itu dengan semata-mata mengharapkan bimbingan dari Allah -Subhaanah-.
[Sumanto (S)]:
Bedakan Antara "Kafir" dan "Kristen".
[Alfitri (A)]:
Anda sadari atau tidak, sebetulnya secara terminologi syariat, kedua kata ini jelas dua buah istilah yang punya perbedaan, sehingga tidak ada seorangpun ulama yang memahami dua istilah ini dengan baik, menyamakan secara mutlak (sinonim).
Sekalipun kedua istilah ini punya perbedaan, namun keduanya tetap punya korelasi yang disebut dalam studi ilmu Logika dengan sebutan "al-`Umuum wal Khushuus Muthlaqan". Artinya, setiap Kristen itu pasti kafir, tapi belum tentu setiap kafir itu adalah Kristen, lantaran yang kafir itu bukan hanya Kristen.
Agar anda bisa memahami poin ini dengan baik, maka saya harapkan anda mau menyimak penjelasan detail dan komentar saya berikut ini.
[S]:Saya kadang mesam-mesem membaca banyak "meme"dan pernyataan di medsos atau "dumay" tentanglarangan "orang kafir" menjadi pemimpin (maksudnya,"kepala daerah") atas umat Islam.
[A]:
Hemat saya, anda juga harus mesam-mesem melihat tulisan-tulisan anda di wall Fb, yang menyinggung dan ikut campur dalam kajian agama, sementara modal keilmuan agama anda masih dangkal. Lebih baik anda mesam-mesem melihat sikap anda yang 'ugal-ugalan', dari pada sikap mereka.
Apakah anda ini pengkaji bidang ilmu agama, atau ilmu umum? Atau, pernahkah anda mendalami ilmu-ilmu keislaman secara mendalam dan sistematis dengan para ulama? Pertanyaan semacam ini harus anda jawab sejara jujur. Sebab, bila jawabannya ternyata negatif, maka sikap anda seperti ini sudah melanggar kode etik dunia intelektual. Ini sama saja namanya dengan "memukul air di dulang, terpercik muka sendiri". Karena itu, berhentilah ikut campur membahas masalah agama tanpa basic ilmu agama yang memadai, sebelum Allah -Subhaanah- semakin mempermalukan diri anda.
[S]: Tetapi yang "mereka"maksud dengan "orang kafir" itu adalah "Ahok yangKristen". Mereka bilang ini amanat Kitab Suci (baca, Al-
Qur'an) yang kedudukannya jauh lebih tinggi daripada"Konstitusi".
[A]: Maksud mereka tidak salah. Sebab, istilah kafir dalam syariat itu mencakup Kristen, dan Ahok itu jelas Kristen. Biar ini bisa dipahami dan diterima, ya silahkan pembacaannya dilanjutkan ke bawah.
[S]. Kata "kafir" dan "Kristen" itu dua hal berbeda. Kata"kafir" itu sangat rumit dan kompleks sekali dalam Al-Qur'an.
[A]. Seperti yang saya katakan, dalam terminologi syariat, kedua istilah ini berbeda tapi tetap punya korelasi, sehingga penyematan kafir pada Kristen itu bisa diterima secara logika dan syariat.
Menariknya, anda sendiri mengakui kerumitan kata "kafir", tetapi anda malah tidak merujuk pada penjelasan ulama. Anda justru mengandalkan asumsi serampangan dan kesimpulan prematur yang tidak berpijak pada konsep dan teori yang dijelaskan para ulama. Akhirnya, saya jadi mesam-mesem membaca tulisan anda di atas.
[S]. Ada sekitar 421 kali, Al-Qur'an menyebut kata"kafir" atau "kufr" dengan makna beragam dan konteksyang berbeda-beda tetapi muaranya kurang lebih sama,yaitu "menutupi sesuatu".
[A]: Kesalahan dasar anda dalam hal ini adalah, tidak membedakan mana kata "kafir" dalam Quran yang masih dimaknai secara etimologi, dan mana pula yang sudah dimaknai secara terminologi.
Jika hal ini tidak anda pahami dengan baik, maka saya khawatir nanti anda akan memahami kata-kata semisal salat, zakat, haji, mukmin, muslim, Islam, munafik dan lainnya, dengan makna etimologinya masing-masing. Sebab, kata-kata di atas jelas pada awalnya punya makna umum, yang tidak lagi spesifik seperti makna terminologinya.
Beranikah anda mengatakan salat itu hanyalah doa, lantaran kata "shalat" dalam Quran dimaknai secara etimologi? Maukah anda menyatakan zakat itu bukan mengeluarkan harta, lantaran kata "zakat" dalam Quran dimaknai secara etimologi? Demikian seterusnya.
Kalau anda tidak berani, maka kenapa anda berani memaknai kata "kafir" dalam Quran yang disematkan kepada orang Kristen itu dengan makna etimologi?
Jadi, kata kafir yang disematkan kepada orang Kristen dalam Quran itu sudah menjadi istilah dalam terminologi, sehingga tidak bisa lagi dimaknai secara etimologi yang umum. Dan makna terminologinya adalah pengingkaran terhadap risalah kenabian yang dibawa oleh Muhammad -Shallallaahu`alaihiwasallam-.
Jangankan bahasa Arab, dalam bahasa Indonesia saja kita menemukan kata yang tidak bisa dimaknai secara etimologi lagi, setelah berubah menjadi sebuah istilah. Contohnya, kata "Kepala Negara" dalam bahasa Indonesia tidak lagi bermakna etimologi, sehingga dipahami negara itu sejenis mahluk hidup yang punya bagian anggota tubuh bernama kepala. Ini baru dalam konteks terminologi ketatanegaraan, apalagi dalam konteks ajaran agama. Logis, bukan?
[S]: Itulah sebabnya ada ayat Al-Qur'an yang menyebut petani itu "kafir" karena
kerjaannya "menutupi benih di tanah". Demikian pula diayat lain menyebut suku-suku di Mekah sebagai kafirkarena menutupi kebenaran yang disampaikan Nabi Muhammad. Demikan seterusnya (silakan lihatpostinganku sebelumnya).
[A]: Nah, makna kata "kafir" yang anda sebutkan di atas terkait petani, itu adalah makna etimologi. Ini jelas bisa diterima dak tidak berefek pada pemahaman agama.
Adapun makna "kafir" yang anda sebutkan terkait suku-suku di Mekkah, itu hanyalah korelasi antara makna etimologi dan terminologi dari kata "kafir" yang disematkan kepada mereka. Artinya, ketika mereka tidak mau beriman dengan ajaran Nabi Muhammad, maka seolah-olah menutupi kebenaran ajaran Nabi Muhammad yang sebenarnya mereka sudah ketahui.
[S]: Sementara "Kristen" itu jelas "kaum beriman" bukan "kafir" meskipun tentu saja ada umat Kristen yang "kafir"sebagaimana ada umat Islam yang "kafir" kalau mereka "menutupi sesuatu".
[A]: Inilah akibat dari ketidaktahuan anda akan perbedaan antara makna etimologi dengan makna terminologi dari kata "Kafir" dalam Quran.
Seperti yang saya katakan, kata "kafir" dalam Quran yang disematkan kepada Yahudi atau Kristen itu sudah dimaknai secara terminologi, sebagaimana halnya dengan kata "mukmin" (beriman).
Ketika Allah menyebut orang Kristen itu kafir, maka itu bermakna bahwa mereka telah mengingkari aturan Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad, seperti penafian Trinitas dan lainnya. Sebaliknya, orang yang menerima aturan Allah yang dibawa Nabi Muhammad, maka mereka disebut orang yang beriman.
Nah, dengan pemaknaan seperti ini, bagaimana Kristen bisa dianggap beriman, sementara mereka saja tidak menerima dan mengingkari aturan Allah yang tertera dalam Quran? Karena itulah, Quran melabeli mereka itu sebagai orang kafir.
[S]: Seperti umat islam, umat Kristenjuga penganut paham monoteisme. Karena itu, banyakpara ulama dan sarjana Muslim yang menolak status"kafir" atas non-Muslim.
[A]: Lho, bukankah Quran sendiri yang telah melabelkan kafir kepada mereka terkait konsep ketuhanan mereka? Allah mengatakan:
لقد كفر الذين قالوا إن الله ثالث ثلاثة
Ketika Kristen mengatakan Trinitas, maka pada saat itu mereka telah dicap kafir, lantaran tidak menerima ajaran Allah yang dibawa oleh Isa dalam Injil yang asli, dan Nabi Muhammad dalam Quran.
Jadi, dari sisi pengingkaran mereka akan konsep pentauhidan ini, mereka jelas bisa dianggap kafir, sekalipun mereka tetap menyakini keberadaan Tuhan, seperti halnya kaum Pagan Quraisy.
[S]: Jadi, kalau kampanye "anti-Kristen Ahok" dengan alasania "kafir" sehingga kaum Muslim haram memilihnyasebagai "kepala daerah" adalah tidak tepat. Seperti"pepatah": "Joko Sembung Naik Ojek"--Tidak NyambungJek.
[A]. Yang tidak "nyambung" itu anda, bukan kaum muslimin. Sudahlah tidak bisa membedakan makna etimologi dan terminologi dari kata "kafir", eh malah menilai orang lain tidak nyambung. Seperti pepatah: "Ikan Kembung naik ke darat"--- Sudah kagak nyambung, malah begoknya kuadrat.
Ketika Ahok menyakini konsep umat Kristen tentang Trinitas yang divonis kafir oleh Quran, maka berarti Ahok adalah termasuk orang Kristen yang telah dikafirkan Allah.
Kenapa divonis kafir? Karena telah mengingkari konsep Tauhid yang diajarkan Isa dalam Injil asli, dan juga Nabi Muhammad dalam Quran. Ingat, ini makna terminologi dar kata "kafir" dalam Quran. Paham?
[S]:Buktinya, banyak para ulama (termasuk para ulamaMesir) dan tokoh Islam yang mendukung dan membolehkan non-Muslim, termasuk Kristen, menjadipemimpin politik-pemerintahan di daerah yang
mayoritas Muslim.
[A]: Banyak? Itu hanya klaim anda saja. Justru para ulama 4 Mazhab sejak dahulu, malah kompak mengatakan non-muslim tidak boleh diberikan jabatan yang mengatur kepentingan atau urusan umat Islam. Banyakan mana coba?
[S]: PKS Solo dulu juga mendukung
Walikota Kristen: F.X. Hadi Rudyatmo.
[A]: PKS itu bukan sumber hukum, sehingga kebijakan politiknya bisa salah dan bisa benar. Bukankah MUI saja belum tentu anda akui sebagai rujukan dalam hukum Islam, eh kok malah berargumen dengan PKS?
[S]: Beberapa negara mayoritas Muslim juga memiliki (atau pernah memiliki) kepala daerah non-Muslim, baikwalikota, gubernur, sampai presiden. Contohnya diSenegal, Palestina, Turki, Lebanon, dlsb. Di Lebanon,presiden-nya juga Kristen, Pak Michel Sulaiman, yang
merupakan seorang Kristen Maronite (lihat postingankutentang ini di FB). Apakah para ulama, cendekiawanMuslim, dan umat Islam di Turki, Sinegal, Palestina, atauLebanon itu pada tidak paham Al-Qur'an? Apakah para ulama Mesir itu tidak tahu tafsir Al-Maidah yang bikinheboh itu? Tidak kan? Kannnn.
[A]: Realita politik dan kebijakan pemerintah itu belum tentu sejalan dengan apa yang menjadi pandangan ulama, atau aturan agama. Seringkali yang terjadi di dunia politik dan pemerintahan itu adalah perkara yang bertentangan dengan ajaran agama. Namun, mungkin karena ketidakberdayaan umat Islam merubahnya akhirnya itu tetap berlangsung.
Satu contoh. Ketika seorang Gubernur melegalkan minuman keras sehingga merebak di tengah masyarakat, dan umat Islam pun tidak berdaya mencegahnya, maka apakah bisa kita mengatakan ulama di negeri ini tidak tahu ayat yang memgharamkan minuman keras? Tidak kan? Kan kan kaaaan.
[S]: Jadi ini sebetulnya soal tafsir saja. Sah-sah saja maumenafsiri "larangan umat Islam memilih pemimpin non-Muslim" tetapi jangan ngotot, marah-marah dan ngamuk kalau ada ulama, tokoh Muslim dan umat Islam lain yangmembolehkan memilih non-Muslim sebagai pemimpin.
[A]: Justru ketika tafsirannya merupakan tafsiran yang disepakati para ulama, maka penyimpangan akan terjadi bila itu tidak diikuti, terkecuali dalam kondisi yang dikecualikan.
Jika ada ulama, tokoh muslim atau umat Islam membolehkan itu, maka yang mesti dipertanyakan dan dicurigai adalah ketepatan tafsiran yang mereka pakai sebagai landasan; kenapa tafsiran mereka bisa berbeda dengan tafsiran 99.9% ulama sejk dahulu?
[S]: Kalau ada yang bilang salat atau puasa Ramadhan itu"haram" baru silakan protes.
Justru, dalam sejarah disebutkan bahwa para ulama mengkritisi kebijakan penguasa di zamannya yang memberikan jabatan kenegaraan pada non-muslim. Apakah tindakan mereka salah?
[S]: Lagi pula, kalau gak sukaAhok ya tidak usah dipilih dalam pilkada nanti. Gampang
kan? Pilih Pak Djarot Saiful Hidayat saja yang jelas Muslim.
[A]: Ya, itu jelas. Tapi, menyampaikan sesuatu yang menjadi pandangan ulama turun temurun kepada msyarakat, tentu juga boleh, donk! :)
[S]: Saya ngomong begini bukan karena saya pendukungAhok tetapi karena ingin"membimbing mereka agar kembali ke jalan yang lurus" he he. Soal Koh Ahok jadigubernur atau tidak itu urusan orang Jakarte bung,bukan urusan gue he he
[A]: Lurus di mata anda justru sesat di mata mereka. Orang bukan ahli agama kok mau membimbing orang ke jalan yang lurus dalam masalah agama. Masih ingat "Ikan Gendut naik ke darat"? :)
Ya, gpp. Ntar, rumah loe digusur sama gubernur kafir juga, itu juga bukan urusan orang Jakarte. Heran, loyal anda kuat pada orang kafir, tapi impoten pada saudara seiman.
Wallaahua`lam
Posting Komentar