Berhenti Berbaik Sangka
https://bariqunnury.blogspot.com/2016/03/berhenti-berbaik-sangka.html
By:Nandang Burhanudin
*****
Anda pasti kaget dengan judul di atas. Tapi Anda pun pasti tersentak melihat fenomena fakta berikut:
(1)
Ketika Hitler merajai Eropa. Kaum Yahudi banyak yang bersembunyi di masjid-masjid. Umat Islam secara sukarela memberikan identitas Muslim, agar kaum Yahudi terhindar dari genosida Hitler. Tapi kini? Yahudi yang sama justru membunuhi umat Islam di Palestina. Menjajah. Menghinakan. Masihkah mau memaafkan?
(2)
Ketika Presiden Mursi berkuasa. Mursi menunjuk Jenderal As-Sisi sebagai panglima AB. Mursi memaafkan institusi militer dan mengajak rekonsiliasi nasional. Ajakan Mursi sangat positif. Tapi apa yang terjadi kemudian? As-Sisi menjalankan agenda Yahudi. Mursi dipenjarakan bersama puluhan ribu antikudeta. Dibunuh. Dibantai. Dibakar. Dunia diam. Adakah rekonsiliasi itu?
(3)
Ketika reformasi 1998. Semua sepakat menyongsong Indonesia baru. Rakyat Indonesia memaafkan kroni-kroni Orde Baru, terutama di partai politik (PDIP, Golkar, PPP). Namun apa yang terjadi kemudian? Megawati dengan angkuh menjual Indosat. China yang di era reformasi dipermasalahkan. Semakin menggurita dengan korupsinya. Masihkan berbaik sangka?
(4)
Ketika seorang Ustadz dituduh bagian dari sel Terorisme Indonesia oleh Metro TV. Sang Ustadz tidak menuntut balik, tapi memaafkan. Lalu apa yang terjadi kemudian? Metro TV ternyata bagian dari jaringan Yahudi Internasional, dengan mengutus wartawannya berjumpa Netanyahu, si haus darah penjagal rakyat Palestina. Metro TV pula yang selalu rajin memberitakan aktivitas Densus 88, yang membunuh Siyono, Ustadz aktivis Muhammadiyah. Masihkah berbaik sangka?
Memaafkan. Berbaik sangka. Sangat bagus di kala kita kuat. Tapi melakukannya di kala lemah tak berdaya, sama dengan membuka jalan kezhaliman terus menjadi tsunami yang mematikan. Oleh karena itu, saat ada kesempatan dan celah. Berhentilah husnuzhan kepada kaum yang tak layak dihusnuzhani. Sebagaimana berhenti memaafkan kepada kaum yang tak layak diberi pemaafan. Allah pun mengatur segalanya dengan proporsional.
Ketika Hitler merajai Eropa. Kaum Yahudi banyak yang bersembunyi di masjid-masjid. Umat Islam secara sukarela memberikan identitas Muslim, agar kaum Yahudi terhindar dari genosida Hitler. Tapi kini? Yahudi yang sama justru membunuhi umat Islam di Palestina. Menjajah. Menghinakan. Masihkah mau memaafkan?
(2)
Ketika Presiden Mursi berkuasa. Mursi menunjuk Jenderal As-Sisi sebagai panglima AB. Mursi memaafkan institusi militer dan mengajak rekonsiliasi nasional. Ajakan Mursi sangat positif. Tapi apa yang terjadi kemudian? As-Sisi menjalankan agenda Yahudi. Mursi dipenjarakan bersama puluhan ribu antikudeta. Dibunuh. Dibantai. Dibakar. Dunia diam. Adakah rekonsiliasi itu?
(3)
Ketika reformasi 1998. Semua sepakat menyongsong Indonesia baru. Rakyat Indonesia memaafkan kroni-kroni Orde Baru, terutama di partai politik (PDIP, Golkar, PPP). Namun apa yang terjadi kemudian? Megawati dengan angkuh menjual Indosat. China yang di era reformasi dipermasalahkan. Semakin menggurita dengan korupsinya. Masihkan berbaik sangka?
(4)
Ketika seorang Ustadz dituduh bagian dari sel Terorisme Indonesia oleh Metro TV. Sang Ustadz tidak menuntut balik, tapi memaafkan. Lalu apa yang terjadi kemudian? Metro TV ternyata bagian dari jaringan Yahudi Internasional, dengan mengutus wartawannya berjumpa Netanyahu, si haus darah penjagal rakyat Palestina. Metro TV pula yang selalu rajin memberitakan aktivitas Densus 88, yang membunuh Siyono, Ustadz aktivis Muhammadiyah. Masihkah berbaik sangka?
Memaafkan. Berbaik sangka. Sangat bagus di kala kita kuat. Tapi melakukannya di kala lemah tak berdaya, sama dengan membuka jalan kezhaliman terus menjadi tsunami yang mematikan. Oleh karena itu, saat ada kesempatan dan celah. Berhentilah husnuzhan kepada kaum yang tak layak dihusnuzhani. Sebagaimana berhenti memaafkan kepada kaum yang tak layak diberi pemaafan. Allah pun mengatur segalanya dengan proporsional.
Posting Komentar