SEPUTAR MASALAH HUKUM ZINA
https://bariqunnury.blogspot.com/2016/03/seputar-masalah-hukum-zina.html
Zina adalah Persetubuhan yang
dilakukan oleh orang yg bukan suami
istri, atau hubungan kelamin antara
laki-laki dan perempuan di luar
perkawinan; tindakan pelacuran atau
melacur, bisa jg di artikan hubungan
seksual yang tidak diakui oleh
masyarakat.
Zina merupakan perbuatan amoral,
munkar dan berakibat sangat buruk
bagi pelaku dan masyarakat, sehingga
Allah mengingatkan agar hambanya
terhindar dari perzinahan :
Dan
janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan
yang buruk. QS. 17:32
Allah juga memberikan jalan untuk
menghindari perzinahan yaitu dengan
berpuasa, menjaga pandangan dan
memakai Jilbab bagi perempuan, dan
Allah juga memberikan ancaman
yang luar biasa bagi pelaku zina agar
hambanya takut untuk melakukan
zina :
Perempuan yang berzina dan laki-laki
yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali
dera. QS. 24:2
Maka ketika hukum Islam dijalankan,
hasilnya sangat fantastis, perbuatan
zina dan amoral betul-betul sangat
minim dan masyarakatnya menjadi
masyarakat yang baik. Amatilah
dengan teliti dan obyektif sejak
pemerintahan Rasulullah SAW hingga
saat ini, ketika diterapkan hukum
Islam secara utuh, maka terciptalah
masyarakat yang baik.
Tetapi bila kita menengok hukum
zina dalam Alkitab, yang tampak
adalah adanya kontradiksi antara
keras hukumannya dan tidak
dihukum.
Zina Dalam Pandangan Islam
Di dalam Islam, zina termasuk
perbuatan dosa besar. Hal ini dapat
dapat dilihat dari urutan
penyebutannya setelah dosa musyrik
dan membunuh tanpa alasan yang
haq, Allah berfirman: “Dan orang-
orang yang tidak menyembah tuhan
yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan
Allah kecuali dengan (alasan) yang
benar dan tidak berzina.” (QS. Al-
Furqaan: 68). Imam Al-Qurthubi
mengomentari, “Ayat ini
menunjukkan bahwa tidak ada dosa
yang lebih besar setelah kufur selain
membunuh tanpa alasan yang
dibenarkan dan zina.” (lihat
Ahkaamul Quran, 3/200). Dan
menurut Imam Ahmad, perbuatan
dosa besar setelah membunuh adalah
zina.
Islam melarang dengan tegas
perbuatan zina karena perbuatan
tersebut adalah kotor dan keji.
Allah
berfirman: “Dan janganlah
kamu mendekati perbuatan zina.
Sesungguhnya zina itu suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan
yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir ,
Berkata :
“Allah Swt telah mengategorikan zina
sebagai perbuatan keji dan kotor.
Artinya, zina dianggap keji menurut
syara’, akal dan fitrah karena
merupakan pelanggaran terhadap hak
Allah, hak istri, hak keluarganya atau
suaminya, merusak kesucian
pernikahan, mengacaukan garis
keturunan, dan melanggar tatanan
lainnya”. (lihat tafsir Kalaam Al-
Mannan: 4/275)
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan,
“Firman Allah Swt yang berbunyi:
“Katakanlah, Tuhanku hanya
mengharamkan perbuatan keji, baik
yang tampak ataupun yang
tersembunyi” (QS.Al-Maidah: 33),
menjadi dalil bahwa inti dari
perbuatan zina adalah keji dan tidak
bisa diterima akal. Dan, hukuman
zina dikaitkan dengan sifat
kekejiaannya itu”. Kemudian ia
menambahkan, “Oleh karena itu,
Allah berfirman: “Dan janganlah
kamu mendekati perbuatan zina.
Sesungguhnya zina itu suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan
yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32) (lihat
At-Tafsir Al-Qayyim, hal 239)
Oleh karena itu, Islam telah
menetapkan hukuman yang tegas bagi
pelaku zina dengan hukuman cambuk
seratus
kali bagi yang belum nikah
dan hukuman rajam sampai mati bagi
orang
yang menikah.
Di samping
hukuman fisik tersebut, hukuman
moral atau sosial juga diberikan bagi
mereka yaitu berupa diumumkannya
aibnya, diasingkan (taghrib), tidak
boleh dinikahi dan ditolak
persaksiannya. Hukuman ini
sebenarnya lebih bersifat preventif
(pencegahan) dan pelajaran berharga
bagi orang lain. Hal ini mengingat
dampak zina yang sangat berbahaya
bagi kehidupan manusia, baik dalam
konteks tatanan kehidupan individu,
keluarga (nasab) maupun masyarakat.
Hukuman zina tidak hanya menimpa
pelakunya saja, tetapi juga berimbas
kepada masyarakat sekitarnya, karena
murka Allah akan turun kepada kaum
atau
masyarakat yang membiarkan
perzinaan hingga mereka semua
binasa, berdasarkan sabda Rasulullah
saw: “Jika zina dan riba telah
merebak di suatu kaum, maka
sungguh mereka telah membiarkan
diri mereka ditimpa azab
Allah.” (HR. Al-Hakim). Di dalam
riwayat lain Rasulullah saw bersabda:
“Ummatku senantiasa ada dalam
kebaikan selama tidak terdapat anak
zina, namun jika terdapat anak zina,
maka Allah Swt akan menimpakan
azab kepada mereka.” (H.R Ahmad).
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa
zina adalah salah satu penyebab
kematian massal dan penyakit tha’un.
Tatkala perzinaan dan kemungkaran
merebak dikalangan pengikut Nabi
Musa as, Allah Swt menurunkan
wabah tha’un sehingga setiap hari
71.000 orang mati (lihat Ath-Thuruq
Al-Hukmiyah fii As-Siyaasah Asy-
Syar’iyyah, hal 281).
Kemungkinan besar, penyakit
berbahaya yang dewasa ini disebut
dengan HIV/AIDS (Human
Immunodefienscy Virus/Acquire
Immune Defisiency Syindrome)
adalah penyakit tha’un (penyakit
mematikan yang tidak ada obatnya di
zaman dulu) yang menimpa ummat
terdahulu itu. Na’uu zubilahi min
zalik..semoga kita tidak ditimpakan
musibah ini.
Melihat dampak negatif (mudharat)
yang ditimbulkan oleh zina sangat
besar, maka Islampun mengharamkan
hal-hal yang dapat menjerumuskan
kedalam maksiat zina seperti
khalwat, pacaran, pergaulan bebas,
menonton VCD/DVD porno dan
sebagainya, berdasarkan dalil sadduz
zari’ah.
Hal ini perkuat lagi dengan
kaidah Fiqh yang masyhur: “Al
wasilatu kal ghayah” (sarana itu
hukumnya sama seperti tujuan) dan
kaidah: “Maa la yatimmul waajib illa
bihi fahuwa waajib” (Apa yang
menyebabkan tak sempurnanya
kewajiban kecuali dengannya maka ia
menjadi wajib pula).
Dan berdasarkan makna tersurat
dalam firman Allah: “Dan janganlah
kamu mendekati perbuatan zina.
Sesungguhnya zina itu suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan
yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32). Maka
secara mafhum muwafaqah,
maknanya adalah mendekati zina saja
hukumnya dilarang (haram), terlebih
lagi sampai melakukan perbuatan
zina, maka ini hukumnya jelas lebih
haram.
Inilah rahasia kesempurnaan agama
Islam dan misinya yang menjadi
rahmatan lil ‘aalamiin (rahmat bagi
segenap penghuni dunia). Islam
sangat memperhatikan kemaslahatan
ummat manusia, baik dalam skala
individu, sosial (masyarakat),
maupun Negara. Selain itu, Islam juga
menolak dan melarang segala
kemudharatan (bahaya) yang dapat
menimpa pribadi, masyarakat dan
Negara.
Prinsip ini dalam ilmu Ushul
Fiqh dikenal dengan maqashid syar’i
(maksud dan tujuan syariat). Dalam
prinsip maqashid syari’, ada 5 hal
pokok dalam kehidupan manusia
(adh-dharuriyatul al-khamsah) yang
wajib dijaga dan pelihara yaitu: hifzu
ad-diin (menjaga agama), hifzu an-
nafs (menjaga jiwa), hifzu al-aql
(menjaga akal), hifzu maal (menjaga
harta) dan hifzu an-nasl (menjaga
keturunan). Untuk memelihara lima
pokok inilah syariat Islam
diturunkan.
Oleh sebab itu, menjadi
kewajiban kita sebagai seorang
muslim untuk menjaga adh-
dharuriyaat al-khamsah ini
berdasarkan nash-nash Al-Quran dan
hadits, dengan mentaati setiap
perintah dan larangan di dalam nash-
nash tersebut.
Masalah – Masalah Seputar Zina :
Si A dan Si B sebelum kawin, berzina,
kemudian
si B hamil.
Bolehkah
mereka dikawinkan ???
Kalau
pandangan Madzhab Maliki ,
tidak sah perkawinan mereka kelak.
Yang sudah berhubungan seks secara
tidak sah, lalu hamil dan akan
dikawinkan. Kalaupun dia
dikawinkan, maka dia dinilai berzina
terus menerus sampai anaknya lahir.
Itu pandangan Imam Maliki.
Pandangan Imam Syafi’i lebih
longgar. Bukan lantas, zina boleh
ajah. Itu salah, karena perzinaan
apapun sudah terkutuk. Imam Syafi’i
berkata, “Kalau satu orang mencuri
buah dari satu pohon, ketika itu
haram. Kemudian dia beli pohon itu,
maka apakah buahnya tadi masih
haram atau sudah halal ? ?Itu sudah
halal. Tadinya haram kemudian
menikah baik-baik maka menjadi
halal”. Tapi agar tidak salah paham-
apakah dia terbebas dari dosa berzina
ataukah dia terbebas dari murka
Tuhan ? TIDAK. Itu tadi dari segi
hukum.
Bagaimana anaknya ???
Sah anaknya atau tidak ???
Kalau kita bicara dari segi substansi,
dari pandangan Allah, itu bukan anak
yang sah. Hukum datang lagi karena
dampaknya begitu besar. Anak itu
kita lihat lahirnya kapan ? Batas
minimal waktu kehamilan berapa
lama ? Ada orang mengalami hanya 7
bulan.
Jadi kalau anak itu lahir
dalam batas minimal dan tidak
melewati batas maksimal (katakanlah
1 tahun), dari segi hukum (bukan
substansi) dianggap anaknya sah.
Dari segi dosa, orang tua-nya sudah 2
kali mereka berdosa, pertama dosa
berzina dan yang kedua, dosa
berbohong karena mengatakan “itu
anaknya” padahal menurut Allah itu
bukan anaknya. Jadi tetap dosanya
sangat besar. Hanya hukum memberi
peluang. Masih ada ulama lain
memberikan kelonggaran-
kelonggaran.
Tapi secara umum, kalau kita mau
menganut paham Imam Malik, maka
tidak sah perkawinan itu, dan mereka
tetap dinilai berzina bila mereka
menikah sampai anaknya lahir,
sampai bersih dia baru mereka
dikawinkan. Itu pandangan yang
ketat. Kalau Imam Syafi’i, kasihan
anaknya, kita itu kan disuruh oleh
Allah untuk menetapkan hukum
sesuai yang nyata. Kalau yang nyata,
anaknya lahir setelah 8 bulan
walaupun ibunya berzina setahun
yang lalu. Tapi itu dalam konteks
kehidupan masyarakat, bukan dalam
pandangan Allah.
Disisi lain, agama melarang kita
mendekati tempat-tempat yang buruk.
Jadi
bagaimana bisa membuktikan
perzinaan ? Jadi pembuktian tentang
perzinaan itu lahir dari pengakuan.
Si A misalkan berkata, bahwa dia
berzina dengan si B. Lalu lama
kemudian, dia meralat, maka sanksi
jadi batal. Apabila si A mengaku
berzina dengan si B, tapi si B tidak
mengaku, maka yang terkena sanksi
hanya si A. Pada masa Rasulullah, ada
seorang yang mengaku kepada Nabi
bahwa dia telah berzina. Nabi pura-
pura tidak mendengar. “Jatuhi saya
sanksi, saya berzina”, begitu katanya.
Nabi tidak mau mendengar. Ketiga
kalinya, Nabi mendengarkan, dan
berkata, “ini orang gila atau tidak ?”.
Orang ini mau bertaubat. Kritik
sementara orang kepada Islam, yang
mengatakan bahwa hukum Islam
kejam. Itu salah.
Sebenarnya dalam Al
Quran
itu hanya bersifat ancaman
daripada benar-benar jatuh hukuman.
Supaya kita menghindar dari
perbuatan itu. Tapi sekali lagi,
kalaupun sanksi hukum tidak
dijatuhkan di dunia, substansinya
tetap kotor, di mata Allah tetap kotor
dan bersalah.
Pertanyaan :
1. Apabila ada dua insan berzina tapi
tidak sampai kehamilan. Kemudian
mereka bertaubat, bagaimana status
dosa mereka nantinya di akhirat ???
Pada
prinsipnya semua dosa yang
dimohonkan oleh yang bersangkutan
secara tulus dan dia benar-benar
bertaubat, Allah akan ampuni. Hanya
yang perlu kita ketahui, bahwa taubat
itu bukan sekedar meminta ampun.
Taubat itu :
1. mengetahui bahwa apa yang sudah
dilakukannya itu adalah salah dan
telah melanggar lalu sadar
2. timbul
penyesalan atas kesalahan itu
3.
bertekad untuk tidak mengulanginya
4. melakukan tindakan/kegiatan yang
berada dalam kemampuannya untuk
menghapus kesalahan itu.
Jadi
tidak ada dosa yang tidak
diampuni, kecuali syirik kepada Allah
yang
dibawa mati. Apabila seseorang
berbuat syirik, lantas bertaubat ketika
masih hidup, insya Allah, akan
diampuni. Kita lihat, sebagian sahabat
nabi adalah dulunya berbuat syirik,
kemudian bertaubat dan beriman,
mereka semua diampuni.
2.Misalnya ada perzinaan kemudian
menghasilkan anak. Bagaimana
dengan nasib anak itu karena pada
umumnya masyarakat mencap anak
itu adalah anak haram ? ??Bagaimana
agar anak itu tidak terbebani moral
karena sebutan anak haram itu ???
Itulah salah satu bukti bahwa
memang dalam adat manusia
seluruhnya anak yang lahir dari
perzinaan itu jelek. Inilah salah satu
bukti kebenaran firman Allah tadi.
Hanya dalam agama mengatakan
bahwa seorang manusia tidak
memikul dosa yang lain. Anak tidak
memikul dosa orang tuanya. Di mata
Allah, anak itu tidak berdosa, tetapi
dalam pandangan hukum, ada
dampak.
Masyarakat mustinya jangan
mempersalahkan anak, dan jangan
menamai anak itu anak haram. Anak
itu lahir dari hubungan yang haram.
Jadi yang haram itu adalah
hubungannya, bukan anaknya.
Anaknya tidak menanggung apa-apa
di sisi Allah, yang hanya harus
ditanggung oleh anak itu adalah dia
tidak bisa menishbahkan pada
bapaknya.
3. Apakah hidup anak itu akan
terselamatkan sampai akhir
hayatnya ???
Anak
itu tidak terganggu sama sekali
dari segi substansi, tapi dari segi
hukum ada. Itu sebabnya kita
bedakan antara hukum dan substansi.
Menurut Imam Syafi’i pernikahan
mereka sah dalam pandangan hukum,
pengakuan ayah bahwa anak itu
adalah anaknya sah menurut hukum,
tapi pandangan substansi (Allah), itu
bukan anaknya. Jadi walaupun sah,
tapi itu tetap dosa, dan itu masih
tetap juga mempunyai titik hitam.
Betapapun susu yang begitu banyak
sudah masuk nila, itu tetap saja ada
walau sedikit atau banyak.
4. Apakah sifat keburukan itu akan
menurun kepada anak itu ???
Secara psikologis bisa menurun,
karena apa ??? Ilmuwan berkata
seperti berikut, kondisi kejiwaan
yang dialami oleh bapak dan ibu
pada saat terjadi pembuahan itu
mempengaruhi jiwa anak. Ibu yang
terlalu takut ketika melakukan
hubungan, maka anaknya bisa jadi
penakut, seperti yang telah
diterangkan di atas sebelumnya.
Itu
sebabnya juga, ilmuwan berkata,
sebagian besar kompleks-kompleks
kejiwaan yang dialami oleh seseorang
itu terjadi pada saat bayi, pada saat
kecil atau pada saat pembuahan.
Karena itu, perempuan yang hamil
banyak disuruh makan yang bergizi,
berdzikir, supaya punya pengaruh
kepada anak yang dikandungnya. Nah
termasuk pengaruh hal-hal yang
berdosa kepada anak.
5. Bagaimana caranya agar anak-anak
terhindar dari perzinaan ???
Disinilah perlunya kita memberikan
perhatian pada anak-anak. Kita bisa
memberikan kelonggaran tapi dalam
batas-batas yang dibenarkan agama.
Memang kita tidak bisa seperti dulu,
anak tidak boleh keluar dan
sebagainya. Tapi koridor agama yang
tidak boleh mereka lampaui, seperti
anak keluar sampai jam 12 malam.
Sekarang anak-anak kita, katakan ke
kampus, mereka kan bergaul dengan
teman-temannya, maka kita tanamkan
kepada
mereka bahaya pergaulan
yang sangat bebas. Begitu kita melihat
ada
gejala-gejala ke arah sana, maka
kita cegah. Jadi harus ada tanggung
jawab ibu dan bapak. Bukan hanya
jangan sampai mereka berzina tapi
jangan sampai mereka mendekati.
Itulah kewajiban ibu bapak
memelihara mereka.
6. Apakah bayi yang semula tidak
najis menjadi najis kalau berasal dari
hubungan yang haram ???
Itu bukan
saja hanya sudah najis lagi,
tapi sudah lebih dari najis. Karena
najis, Anda masih bisa bersihkan.
Tapi ini sudah jadi buruk. Pandangan
Imam Malik, tempat dalam arti
rahimnya sudah kotor, benihnya pun
sudah kotor sehingga bercampur
kekotoran itu, walaupun kemudian
(setelah menikah) ditambah dengan
benih yang suci, tetap saja kotor,
karena telah bercampur dengan yang
kotor. Untung ada Imam Syafi’i yang
berpendapat lain. Tapi kalaupun
menurut pandangan Imam Syafi’i
sahnya pernikahan orang yang
berzina seperti yang telah dijelaskan,
tetap saja dalam pandangan substansi,
menurut Allah dia sudah kotor, dari
segi pandangan ilmu dikatakan sudah
ada pengaruh psikologis pada sang
anak. Karena kita semua manusia
menyadari bahwa perbuatan zina itu
buruk, walaupun ada yang
melakukannya tapi dia mengakui
kalau itu buruk.
Solusi permasalahan moral ini :
Islam adalah agama fitrah yang
mengakui keberadaan naluri seksual.
Di dalam Islam, pernikahan
merupakan bentuk penyaluran naluri
seks yang dapat membentengi seorang
muslim
dari jurang kenistaan. Maka,
dalam masalah ini nikah adalah
solusi jitu yang ditawarkan oleh
Rasulullah saw sejak 14 abad yang
lampau bagi gadis/perjaka.
Selain itu, penerapan syariat Islam
merupakan solusi terhadap berbagai
problematika moral ini dan penyakit
sosial lainnya.
Karena seandainya
syariat ini diterapkan secara kaffah
(menyeluruh dalam segala aspek
kehidupan manusia) dan sungguh-
sungguh, maka sudah dapat
dipastikan tingkat maksiat khalwat,
zina, pemerkosaan dan kriminal
lainnya akan berkurang drastic,
seperti halnya di Arab Saudi. Survei
membuktikan, kasus kriminal di Arab
Saudi paling sedikit di dunia.
Orang tua pun sangat berperan dalam
pembentukan moral anaknya dengan
memberi pemahaman dan pendidikan
islami
terhadap mereka.
Orang tua
hendaknya menutup peluang dan
ruang gerak untuk maksiat ini dengan
menyuruh anak gadisnya untuk
berpakaian syar’i (tidak ketat, tipis,
nampak aurat dan menyerupai lawan
jenis). Memberi pemahaman akan
bahaya pacaran dan pergaulan bebas.
Dalam konteks kehidupan
masyarakat, tokoh masyarakat dapat
memberikan sanksi tegas terhadap
pelaku zina sebagai preventif
(pencegahan).
Jangan terlalu cepat
menempuh jalur damai “nikah”,
sebelum ada sanksi secara adat,
seperti menggiring pelaku zina ke
seluruh kampung untuk
dipertontonkan dan sebagainya.
Selain itu, majelis ta’lim dan ceramah
pula sangat berperan dalam mendidik
moral masyarakat dan membimbing
mereka.
Begitu pula sekolah-sekolah dan
kampus sebagai tempat pendidikan
secara formal dan informal
mempunyai peran dalam
pembentukan moral pelajar/
mahasiwa.
Dengan diajarkan mata
pelajaran Tauhid, Al-Quran, Hadits
dan Akhlak secara komprehensif dan
berkesinambungan, maka para
pelajar/mahasiswa diharapkan tidak
hanya menjadi seorang muslim –
muslimah yang cerdas intelektualnya,
namun juga cerdas moralnya
(akhlaknya).
Posting Komentar