SPIRITUALITAS KORPORASI

Oleh : dr. Gamal Albinsaid

Warren Buffet terkenal di tahun 2010 yang lalu karena berhasil mengalahkan Bill Gates yang sudah 10 tahun menjadi orang terkaya di dunia. Tidak banyak orang yang tau, 2 tahun sebeleum Warren Buffet menjadi orang terkaya, ia menyumbangkan 80 persen kekayaannya untuk sosial. Sekitar 300 triliun atau setengah APBN kita pada saat itu. Ada sosok yang lebih hebat lagi, yaitu Abu Bakar As-Shidiq dimana ia menyerahkan 100 persen hartanya untuk agamanya.

Albert Enstein, siapa yang tidak mengenal sosoknya dengan rumus e=mc2. Wajahnya menjadi lambang kejeniusan, 100 tahun kematiaanya diperingati sebagai tahun fisika, namanya digunakan menjadi nama unsur kimia, enstenium, termausk nama astroid juga. Namun, Michael Hert meletakkan ia dalam jajaran orang paling berpengaruh di nomer 10. Kalau kita lihat, kebanyakan orang yang berada di jajaran atas Enstein adalah orang, orang yang meletakkan spiritualitas sebagai dasar kehidupannya, yaitu Nabi Muhammad SAW, Isaac Newton, Nabi Isa AS, Budha, Confucius, Saint Paul, Thai Lun, Johan Gutenberg, Christopher Columbus. Artinya orang yang mendasarkan hidupnya pada nilai-nilai spiritual punya pengaruh lebih besar dibandingkan orang-orang yang mendasarkan hidupnya bukan pada nilai-nilai spiritual.

Dalam bisnis, kita sering kali dihadapkan untuk memilih antara profit opportunity dan empati. Kebesaran hati kita kan berikan jawaban benar. Satu hikmah yang saya ambil dari pengusaha-pengusaha besar, ada sebuah benang merah dalam pencapaian mereka, bahwa dibalik orang-orang besar senantiasa ada amal ibadah yang mempesona.

Masih ingatkan kita dngan Lee Yoon Hyung, ahli waris keluarga samsung, sahamnya 1,7 triliun, namun di usia 26 tahun, dia tidak memiliki keberanian melanjutkan hidup. Ia meninggal dunia dengan bunuh diri mengunakan seutas kabel listrik. Apa yang menimpanya adalah pesan nyata, bahwa tidak ada hubungan antara kenikmatan kehidupan dengan pencapaian. Kawanku semuanya, guru saya pernah berpesan, tidak peduli sebarapa hebatnya kita, tidak peduli sebarapa kayanya kita, tidak peduli seberapa berpengaruhnya kita, jika hari ini kita tidak bahagia, pasti ada yang salah.

Oleh karena itu kami menggagas spiritualitas korporasi, bagaimana kita menjadikan nilai spiritualitas menjadi dasar dalam pengambilan setiap keputusan, bukan lagi sekedar prinsip-prinsip ekonomi yang penuh dengan pragmatisme dan oportunistik. Spiritualitas korporasi juga sudah tentu memberikan makna-makna kebermanfaatan yang banyak orang sebut dengan wirausaha sosial. Ini tetap menjadi penting, karena masyarakat tidak peduli seberapa hebatnya kita, seberapa besarnya pencapaian kita, seberapa kayanya kita, seberapa berpengaruhnya kita, yang mereka perdulikan hanyalah satu, apakah keberadaan kita memberikan manfaat untuk mereka.

Jika kita lihat dengan frame yang lebih luas, spiritualitas korporasi bukan hanya menyentuh sektor manajemen korporasi, namun juga mengembangkan nilai-nilai spiritual dalam setiap pribadi yang terlibat dalam korporasi itu. Itu yang Stephen Covey sebut dalam bukunya sebagai sharpen the saw, pada akhirnya tujuan korporasi adalah menajamkan gergaji orang-orang di dalamnya menjadi lebih tangguh secara spiritual dan lebih tangguh secara intelektual.

Sungguh luar biasa pesan Imam Al-Ghazali Sesunggunya seluruh manusia itu merugi, kecuali mereka yang berilmu, sesungguhnya seluruh orang yang berilmu itu merugi kecuali mereka yang beramal, dan sesungguhnya seluruh orang yang beramal itu merugi, kecuali mereka yang ikhlas. Spiritualitas korporasi ini akan mengajarkan anda, saya, dan kita semua menikmati pencapaian dunia dan akherat.

Berapa banyak diantara kita mengejar sesuatu yang disesali para penghuni kubur. Tidak salah jika Emha Ainun Najib berpesan “jangan mati-matian mengejar sesuatu yang tak bisa dibawa mati”. Oleh karena itu, mari periksa diri jika cita belum tertuai, jangan-jangan badan kita belum pantas disinggahi kemuliaan. Kenapa banyak orang bekerja keras, namun ia tetap gagal, menurut saya jawabnya singkat, karena ia bekerja dengan otot dan otaknya saja, tapi ia lupa mengajak hatinya untuk bekerja.

Setelah  dua tahun mengembangkan Indonesia Medika, saya yakin karya besar selalu diawali oleh memilih orang-orang yang tepat, lalu kemudian menentukan ke arah mana kapal akan berlayar. Oleh karena itu, pertanyaan tentang siapa, jauh lebih penting dibanding pertanyaan tentang apa. Kita harus mulai berfikir tentang manusia, baru berfikir mengenai komponen yang digerakkan oleh manusia. Keikhlasan dan kerja keras adalah kombinasi kuat dalam memberhasilkan sebuah karya besar. Saya yakin mental kerja keras jauh lebih penting dan berharga dari sekedar kecerdasan. "Don't tell people your dreams, show them. Work hard in silence, let your success be your noise".

Related

SPIRITUALITAS KORPORASI 8452176473621003883

Posting Komentar

Recent

Recent Posts Widget

Arsip

Entri yang Diunggulkan

Kemunculan Al Mahdi - Ust Zulkifli Muhammad Ali, Lc

Gambar Ilustrasi Kajian Khusus Masjid Raya Bintaro Jaya @16 Januari 2016 Kemunculan Al Mahdi Ust Zulkifli Muhammad Ali, Lc K...

Hot in week

Tayangan Laman

item