Merantau itu anjuran dari Ulama .. jangan takut merantau untuk kehidupan yang lebih baik..
https://bariqunnury.blogspot.com/2015/11/merantau-itu-anjuran-dari-ulama-jangan.html
Kira2 15 tahun yang lalu saya pribadi mulai mengenal jakarta, kaget juga saya dari suasana kampung yang anteng berubah menjadi suasana yang hingar bingar..
tapi alhamdulillah, dijakarta saya bertemu dengan orang-orang yang mempunyai visi misi untuk berkembang dan menjadi manusia lebih baik.
alhamdulillah dengan teman-teman baru dijakarta saya lebih mengenal islam,belajar islam, belajar menyayangi orang tua, dan belajar menumbuhkan ukhuwah..
terimakasih kepada teman2 yang telah memperkenalkan tarbiyah kepadaku..
jasa kalian tak kan terlupakan, semoga keberkahan allah senantiasa bersama kalian..
### yang diatas intermezooo aja .. hehe yuk baca artikel dibawah, semoga bermanfaat
Memang benar perkataan orang tua dahulu, hendaknya kita merantau supaya kita tahu makna penting keluarga, ketika jauh dari keluarga maka kita tahu betapa mereka sangat menyayangi kita dan kita juga menyayangi mereka terutama orang tua kita.
Dengan merantau kita juga tahu bagaimana adab dan sopan-santun dengan sesama teman dan masyarakat. Dahulunya orang tua kita yang berurusan dengan masyarakat, sekarang kita yang berurusan langsung dengan mereka.
Demikian juga para ulama, mereka menganjurkan agar seseorang merantau, keluar dari kampung dan negerinya. Lebih-lebih untuk menuntut ilmu dan mencari pengalaman hidup.
Iman Syafi’i rahimahullah berkata,
إِنِّي رَأَيْتُ وُقُوْفَ المَاءَ يُفْسِدُهُ إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
Merantaulah…
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan…
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang…[1]
Seseorang jika ingin mendapatkan ilmu maka ia harus keluar dari rumahnya dan mencari ilmu. Imam Bukhari berkata dalam shahihnya,
باب الخروج في طلب العلم
“Bab keluar untuk menuntut ilmu”
Seorang tabi’in terkenal Sa’id bin Al-Musayyab rahimahullah berkata,
إن كنت لأسير الليالي والأيام في طلب الحديث الواحد
“Sesungguhnya aku berjalan berhari-hari dan bermalam-malamuntuk mencari satu hadits.”[2]
Ibnul Jauziy berkata,
طاف الإمام أحمد بن حنبلالدنيا مرتين حتى جمع المسند
“Imam Ahmad bin Hambal keliling dunia dua kali hingga dia bisa mengumpulkan musnad.”[3]
Imam Ahmad bin Hambalrahimahullah bercerita sendiri,
سَافَرت فى طلب الحَدِيث وَالسّنة إِلَى الثغور والشامات والسواحل وَالْمغْرب والجزائر وَمَكَّة وَالْمَدينَة والعراقين وَأَرْض حوران وَفَارِس وخراسان وَالْجِبَال والأطراف
“Aku mengembara mencari hadist dan sunnah ke Tsughur, wilayah Syam, Sawahil, Maroko, Al-Jazair, Makkah, Madinah, Iraq, Wilayah Hawran, Persia, Khurasan, gunung-gunung dan penghujung dunia.”[4]
Dari Abdurrahman, aku mendengar Ubai berkata,
أول سنة خرجت في طلب الحديث أقمت سبع سنين أحصيت ما مشيت على قدمي زيادة على ألف فرسخ : لم أزل أحصى حتى لما زاد على ألف فرسخ تركته
“Tahun pertama mencari hadits, aku keluar mengembara mencari hadits selama 7 tahun, menurut perkiraanku aku telah berjalan kaki lebih dari seribu farsakh (+ 8 km).Aku terus terus menghitung hingga ketika telah lebih dari seribu farsakh, aku menghentikannya.”[5]
Ibnu mandah berkata,
طُفت الشَّرقَ وَالغربَ مرَّتين
“saya mengelilingi timur dan barat (untuk menuntut ilmu) sebanyak dua kali”[6]
Inilah gambaran dan contoh dari para ulama, berjalan jauh dan merantau untuk menuntut ilmu. Bagaimana dengan kita? Menghadiri majelis ilmu di kampung saja masih enggan? Padahal ingin kemuliaan?
@Pogung Dakangan, Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
[1] Diiwan Imam As-Syafii
[2] Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi I/395 no.569, Darul Ibnu Jauzi, cet.I, 1414 H, syamilah
[3] Shaidul Khatir hal.246, dikutip dari www.alhanabila.com
[4] Al-Maqshadul Arsyad 1/113-114, Maktabah Ar-Rusyd, Riyadh, cet.I, 1410 H, Syamilah
[5] Al-Jarh wa At-ta’dil 1/359, Dar Ihya’ At-turats, Beirut, cet. I, 1427 H, Syamilah
[6] Siyar A’lam An-nubala 12/503 Darul Hadits, koiro, 1427 H, syamilah
Demikian juga para ulama, mereka menganjurkan agar seseorang merantau, keluar dari kampung dan negerinya. Lebih-lebih untuk menuntut ilmu dan mencari pengalaman hidup.
Iman Syafi’i rahimahullah berkata,
إِنِّي رَأَيْتُ وُقُوْفَ المَاءَ يُفْسِدُهُ إِنْ سَاحَ طَابَ وَإنْ لَمْ يَجْرِ لَمْ يَطِبِ
Merantaulah…
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan…
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang…[1]
Seseorang jika ingin mendapatkan ilmu maka ia harus keluar dari rumahnya dan mencari ilmu. Imam Bukhari berkata dalam shahihnya,
باب الخروج في طلب العلم
“Bab keluar untuk menuntut ilmu”
Seorang tabi’in terkenal Sa’id bin Al-Musayyab rahimahullah berkata,
إن كنت لأسير الليالي والأيام في طلب الحديث الواحد
“Sesungguhnya aku berjalan berhari-hari dan bermalam-malamuntuk mencari satu hadits.”[2]
Ibnul Jauziy berkata,
طاف الإمام أحمد بن حنبلالدنيا مرتين حتى جمع المسند
“Imam Ahmad bin Hambal keliling dunia dua kali hingga dia bisa mengumpulkan musnad.”[3]
Imam Ahmad bin Hambalrahimahullah bercerita sendiri,
سَافَرت فى طلب الحَدِيث وَالسّنة إِلَى الثغور والشامات والسواحل وَالْمغْرب والجزائر وَمَكَّة وَالْمَدينَة والعراقين وَأَرْض حوران وَفَارِس وخراسان وَالْجِبَال والأطراف
“Aku mengembara mencari hadist dan sunnah ke Tsughur, wilayah Syam, Sawahil, Maroko, Al-Jazair, Makkah, Madinah, Iraq, Wilayah Hawran, Persia, Khurasan, gunung-gunung dan penghujung dunia.”[4]
Dari Abdurrahman, aku mendengar Ubai berkata,
أول سنة خرجت في طلب الحديث أقمت سبع سنين أحصيت ما مشيت على قدمي زيادة على ألف فرسخ : لم أزل أحصى حتى لما زاد على ألف فرسخ تركته
“Tahun pertama mencari hadits, aku keluar mengembara mencari hadits selama 7 tahun, menurut perkiraanku aku telah berjalan kaki lebih dari seribu farsakh (+ 8 km).Aku terus terus menghitung hingga ketika telah lebih dari seribu farsakh, aku menghentikannya.”[5]
Ibnu mandah berkata,
طُفت الشَّرقَ وَالغربَ مرَّتين
“saya mengelilingi timur dan barat (untuk menuntut ilmu) sebanyak dua kali”[6]
Inilah gambaran dan contoh dari para ulama, berjalan jauh dan merantau untuk menuntut ilmu. Bagaimana dengan kita? Menghadiri majelis ilmu di kampung saja masih enggan? Padahal ingin kemuliaan?
@Pogung Dakangan, Yogyakarta Tercinta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
[1] Diiwan Imam As-Syafii
[2] Jaami’u bayaanil ‘ilmi wa fadhlihi I/395 no.569, Darul Ibnu Jauzi, cet.I, 1414 H, syamilah
[3] Shaidul Khatir hal.246, dikutip dari www.alhanabila.com
[4] Al-Maqshadul Arsyad 1/113-114, Maktabah Ar-Rusyd, Riyadh, cet.I, 1410 H, Syamilah
[5] Al-Jarh wa At-ta’dil 1/359, Dar Ihya’ At-turats, Beirut, cet. I, 1427 H, Syamilah
[6] Siyar A’lam An-nubala 12/503 Darul Hadits, koiro, 1427 H, syamilah
dari FB : Raehanul Bahraen
Posting Komentar