https://bariqunnury.blogspot.com/2016/03/kebijakan-rusia-di-suriah-menghadapi.html
Kebijakan Rusia di Suriah menghadapi berbagai kesulitan yang membuat misi politik dan militernya sangat sulit. Rusia lebih dekat dengan kegagalan daripada kesuksesan, dan ini tidak dapat dibuktikan selain oleh fakta bahwa mantan perwira KGB, Vladimir Putin, yang memerintah Rusia seperti pada masa Uni Soviet, membutuhkan dukungan dari Gereja Ortodoks Rusia dan bahwa ia terpaksa, pada banyak kesempatan, dengan liputan media yang luas, untuk tampil bersama Gereja Patriarch Rusia, karena ia mengobarkan perang di Suriah.
Penampilan publik dan aliansi antara agama dan politik tidak dibutuhkan oleh Uni Soviet ketika menduduki Afghanistan. Namun, Putin membutuhkan Gereja Rusia dan ini menunjukkah fakta bahwa presiden Rusia tidak yakin rakyat Rusia mendukung operasi militer di Suriah. Oleh karena itu, ia ingin memperkuat posisi politiknya dengan meminta dukungan gereja dalam rangka mengurangi oposisi populer Rusia atau untuk mengelabui rakyat Rusia dan gereja bahwa perang di Suriah adalah perang suci melawan Muslim di sana.
Bukti lain tentang lemahnya posisi politik Putin adalah fakta bahwa ia perlu berbohong kepada publik Rusia dan dunia dan berpura-pura bahwa perang mereka adalah untuk melawan Daesh. Namun, ia membuktikan bahwa perang di Suriah bertujuan untuk melindungi posisi Bashar Al-Assad dan aliansi sektarian nya. Lebih dari 90 persen dari serangan tentara Rusia mentargetkan oposisi moderat, bukan Daesh. Selain itu, KTT Eropa terbaru di Brussels menyatakan kebijakan Rusia di Suriah merusak proses perdamaian dan mendukung Daesh. Laporan serupa diterbitkan oleh AS, PBB dan pengamat internasional di Suriah.
Ketika Rusia dan Amerika mengumumkan kesepakatan gencatan senjata di Suriah, tanpa berunding dengan pasukan oposisi atau negara-negara regional, Iran menyatakan ragu-ragu sehubungan perjanjian tersebut. Bahkan berusaha mendekati Turki dan mengirim duta besar baru ke Ankara untuk memperbaiki hubungan dengan Turki.
Bashar Al-Assad merupakan proyek paling penting bagi Rusia untuk membagi Suriah dan komponen Suriah lainnya dalam pengendalian wilayah Suriah. Assad menyuarakan penolakannya terhadap rencana ini dan ini dikritik oleh perwakilan Rusia di Dewan Keamanan PBB. Rusia mengkritik Bashar karena mengatakan bahwa ia ingin mengembalikan kekuasaannya atas seluruh wilayah Suriah, dan ini dianggap oleh Rusia sebagai penyimpangan dari rencana Rusia untuk Suriah dalam mendukung rezim Al-Assad. Rusia datang untuk menyelamatkan Al-Assad setelah pasukannya berada di ambang kehancuran untuk kedua kalinya pada pertengahan Juli 2015. Rusia juga bertujuan untuk membuat Al-Assad mampu berpartisipasi dalam negosiasi politik mengenai solusi akhir untuk masa depan Suriah, agar Rusia dapat mempertahankan pengaruh dan kepentingan di Suriah. Rusia masih percaya bahwa pemerintah Al-Assad dan sekutu sektarian adalah kunci untuk melestarikan kepentingan Rusia di Suriah. Presiden Rusia berbohong kepada rakyat Rusia dan negara-negara Arab dan Muslim dengan mengatakan bahwa Rusia akan memasuki Suriah untuk menyerang Daesh. Kebohongan yang sama oleh Amerika tentang aliansi internasional untuk melawan Daesh pada bulan September 2014 di Paris. Namun, yang dicapai di Irak dan Suriah hanyalah kematian dan kehancuran.
Kehadiran Rusia di Suriah didasarkan pada kebohongan besar, yaitu melawan Daesh. Kebohongan ini telah dilihat dunia, dan karena itu membutuhkan kekuatan revolusioner Suriah untuk mengungkapkan kebohongan ini kepada dunia, serta mengungkapkan kejahatan yang dilakukan oleh tentara Rusia di Suriah. Negara pertama yang medianya menyoroti kekerasan Rusia terhadap rakyat Suriah adalah negara-negara Arab dan Muslim, dimulai dengan Arab Saudi dan negara Teluk. Hal ini karena korban serangan Rusia adalah orang-orang Suriah Arab dan Muslim, terutama Muslim Sunni, dimana serangan Rusia menargetkan kota dan desa-desa Sunni, terutama di utara Suriah. Media tidak saharusnya diam menghadapi serangan Rusia dan kejahatan terhadap rakyat Suriah, terutama karena Rusia tidak mencapai salah satu tujuannya selain membunuh orang tak berdosa dan warga sipil.
Pemerintah Rusia menyadari dua bulan setelah meluncurkan serangan terhadap rakyat Suriah bahwa operasi militer gagal untuk memaksa oposisi Suriah menerima solusi politik dan militer Rusia. Oleh karena mereka berusaha menciptakan pengalihan dan membawa perhatian publik terhadap konflik Rusia dengan Turki. Namun, Turki menyadari tujuan Putin dan menggagalkan rencananya untuk memperluas jenis dan tingkat konflik dengan membatasi konflik hanya di Suriah.
Turki adalah pakar dalam mengungkapkan kebohongan politik Soviet, dimana Putin telah bermain dengan cara yang sama. Turki telah menggagalkan rencana Bashar Al-Assad di masa lalu, dan menggagalkan rencana Iran untuk melibatkan Turki secara langsung dalam konflik Suriah. Rencana Iran sudah diperlihatkan di negara-negara Arab, yang ditunjukkan dengan menjadi sebuah negara sektarian yang membunuh Muslim dengan brutal dan penuh kebencian. Iran mencoba menarik Turki ke dalam konflik Suriah karena gagal untuk menumbangkan revolusi Suriah pada pertengahan-2015. Namun, pemerintah Turki menolak untuk terlibat langsung dalam perang sektarian dan bersikeras menjaga konflik hanya terbatas di wilayah Suriah, antara rakyat Suriah dan rezim tirani pembunuh. Turki mendukung rakyat Suriah dengan bantuan kemanusiaan dan melindungi perbatasannya dari ancaman keamanan, terlepas dari manapun sumbernya.
Rencana Rusia untuk mempermalukan Turki dengan memberitakan bahwa Turki memiliki hubungan dengan Daesh gagal dan sebaliknya membuktikan bahwa Rusia terlibat kerjasama dengan Daesh dengan menyerang basis kekuatan oposisi Suriah. Rusia memberikan perlindungan udara dalam serangan Daesh melawan oposisi Suriah sebagai cara melayani kepentingan rezim Al-Assad dan sekutu sektarian nya. Selain ini, empat bulan setelah serangan membabi buta dengan kehancuran dan pembunuhan terhadap rakyat Suriah, Rusia menyadari akhir tujuan untuk operasi militer semakin tidak jelas dan terjebak dalam keadaan kebingungan militer serta kebingungan politik. Konferensi Wina dan kemudian Jenewa, diikuti oleh kesepakatan gencatan senjata, yang dilanggar pada hari pertama dengan serangan teroris yang dilakukan oleh tentara Al-Assad, sementara pesawat Rusia menahan diri dari aktivitas militer pada hari pertama tapi kemudian melanjutkan serangan pada hari-hari berikutnya , membuktikan bahwa Rusia kehilangan kepercayaan dalam peran militernya di Suriah, meskipun kekerasan demi kekerasan dan terorisme dilakukan dalam beberapa bulan terakhir.
Rusia menghadapi dilema dengan kehadirannya di Suriah dan perannya di dalam negeri. Kehilangan opsi militer, saat pesawat canggih Rusia tidak dapat memenangkan pertempuran dengan oposisi Suriah. Tentara Rusia tidak siap untuk bertempur dalam hitungan bulan atau tahun, dan rencana politik Rusia gagal satu demi satu, dari Wina, ke Jenewa, perjanjian bilateral dengan Amerika, dan bahkan rencana sistem federal di Suriah. Ini semua lebih seperti mimpi dari proyek politik. Hari ini, Rusia takut bahwa kegagalan mereka akan terungkap dan bahwa hal itu akan memberi tekanan secara internal dan eksternal. Tampaknya Lavrov sedang mencoba untuk melompat dari kapal sebelum tenggelam. Jika negara-negara Arab dan Turki mengambil keuntungan dari kelemahan Rusia setelah kelemahan Iran, maka mereka akan memiliki kartu yang sangat kuat dalam konflik Suriah. Oleh karena itu, Rusia sangat khawatir bahwa rencana di Suriah akan berubah menjadi sebuah pertempuran eksplisit dan jelas melawan negara-negara Arab dan Muslim, terutama karena Rusia tidak akan dapat menggunakan boneka Daesh jika Turki dan Arab Saudi juga memasuki aliansi internasional untuk memerangi Daesh.
Ketakutan yang saat ini sedang diungkapkan oleh analis Rusia dalam mengantisipasi tekanan Arab, Muslim dan internasional yang akan dihadapi Rusia dimana mereka dengan keras menyuarakan penolakan mereka terhadap kehadiran dan peran Rusia di Suriah. Sikap Negara-negara Arab dan kesediaan Turki untuk menghadapi pendudukan Rusia di Suriah adalah pesan bagi Rusia bahwa Daesh juga dapat digunakan sebagai alasan oleh negara Arab dan Turki, bukan hanya oleh Rusia dan Amerika, khususnya di Suriah, selama mereka adalah bagian dari aliansi internasional. Oleh karena itu, baik Rusia maupun Iran atau Bashar tidak akan dapat mencegah negara Arab danTurki, sebagai bagian aliansi internasional yang memiliki resolusi internasional dari Dewan Keamanan untuk memerangi terorisme di mana saja di dunia. Oleh karena itu, mantan kolonel intelijen Rusia mengatakan bahwa Moskow sangat takut terhadap keseriusan Arab Saudi, Turki dan negara-negara Arab lainnya dalam melaksanakan operasi darat di Suriah, yang akan menyebabkan meletusnya perang regional dengan hasil yang tak terduga, dan hal ini akan mengakibatkan konflik dengan proporsi yang serius.
Masuknya negara-negara Arab atau Muslim ke Suriah, karena mereka memiliki hak disebabkan korban serangan Rusia adalah orang Arab dan Muslim, akan mengungkapkan kebenaran tentang serangan Rusia di Suriah. Rusia telah mencoba untuk menghindari konfrontasi ini dengan menawarkan kepada negara-negara Teluk Arab dan Turki proyek-proyek ekonomi utama dengan Rusia sebelum memulai serangannya di Suriah pada 30 September 2015. Mereka melakukannya untuk menjamin negara-negara ini tetap diam selama Rusia merencanakan dan meluncurkan serangan di Suriah.
Rusia menipu negara-negara Arab, agar tidak mengutuk serangan membabi buta terhadap sekolah-sekolah, rumah sakit, pasar dan masjid dengan trik ini, sementara Turki menyatakan penolakannya terhadap pendudukan Rusia ketika Erdogan mengumumkan bahwa misi revolusi Suriah telah meluas, dan sekarang berusaha untuk membebaskan Suriah dari pendudukan asing mengacu pada kehadiran Rusia di Suriah. Negara Arab diharapkan meluncurkan kampanye di media secara luas untuk menetang kehadiran Rusia di Suriah. Ini adalah tugas persaudaraan yang harus dilaksanakan untuk mendukung saudara-saudara Suriah mereka, dan pada saat yang sama AS akan gagal dalam gencatan senjata dan mengakibatkan kerugian Putin dan Rusia di Suriah akan semakin besar. Namun, kerugian lainnya adalah hilangnya nyawa warga Arab dan tumpahnya darah Muslim. Tekanan Arab dan Muslim harus semakin meningkat dalam rangka menghapus pendudukan Rusia dari Suriah, dan kemudian juga akan menyebabkan runtuhnya pendudukan Iran.
Kebijakan Rusia berada dalam kesulitan besar dan tidak akan dapat selesai tanpa menarik diri dari Suriah sebelum terlambat. Kepentingan Rusia di Suriah sangat besar dan tidak bisa dijamin oleh Bashar Al-Assad atau pemerintah berikutnya sehingga Rusia mencoba bertahan melalui delusi Amerika. Kebijakan Amerika adalah kebijakan mengelak yang berusaha untuk menyenangkan semua orang. Amerika berusaha untuk menyenangkan Arab Saudi, negara-negara Arab, Rusia, Turki dan negara-negara Eropa. Juga mencoba untuk menunjukkan dukungan bagi pasukan oposisi Suriah, sementara mereka juga berusaha menyenangkan Iran dan Bashar Al-Assad. Fakta bahwa Amerika telah berbicara tentang adanya rencana alternatif untuk perjanjian gencatan senjata dengan Rusia, sementara Rusia secara resmi menyangkal ini, adalah bukti bahwa Amerika berusaha menjadi penengah antara Rusia, Arab, Turki dan Iran sebagai bagian dari visi dan strategi Amerika, yaitu memperpanjang konflik di Suriah sampai semua orang kehabisan kemampuan mereka di Suriah. Akankah Arab Saudi dan Turki menggunakan kartu tekanan mereka melawan Rusia, terutama karena hal ini ditakuti oleh Moskow ?
Oleh : Muhammad Zahid Gul
Diterjemahkan dari AlKhaleejOnline, 2 Maret 2016.
Middle East Monitor
dari http://www.middleeastupdate.net
Posting Komentar