Bagaimana Konflik Keluarga Terjadi?
https://bariqunnury.blogspot.com/2015/11/bagaimana-konflik-terjadi.html
Konflik pasangan suami isteri (pasutri) tidaklah terjadi secara tiba-tiba, namun ada proses dan tingkatannya.
Secara teoritis, konflik terjadi dalam tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah the unvisible conflict.
Konflik yang terjadi pada tingkatan ini masih ada di batin atau perasaan. Ada beberapa ketidakcocokan antara suami dengan isteri, tetapi ketidakcocokan itu tidak tampak atau tidak muncul dalam ucapan, sikap, dan tindakan.
Ini adalah sebentuk ketidaknyamanan hubungan yang tidak diekspresikan, namun lebih banyak dipendam dalam hati dan pikiran. Suami dan isteri sama-sama merasakan ada sesuatu yang mengganjal, namun tidak diungkapkan.
Tingkatan kedua adalah the perceived / experienced conflict. Konflik yang terjadi pada tingkatan ini sudah sama-sama diketahui, dialami atau sudah tampak di permukaan.
Suami dan isteri sudah sama-sama mengalami perbedaan yang muncul dalam bentuk percekcokan, pertengkaran atau perlawanan.
Pemicu konflik bisa jadi karena perbedaan pendapat antara suami dan isteri, perbedaan harapan, keinginan, atau karena adanya tindakan yang tidak menyenangkan. Konflik bisa terjadi dalam bentuk kalimat yang diucapkan atau sikap yang ditampakkan.
Tingkatan ketiga adalah the fighting. Pada tingkatan ini, konflik sudah berubah menjadi tindakan fisik, seperti pukulan, tendangan, tamparan, atau tindakan lain yang bersifat fisik.
Menurut kamus, fighting adalah melawan orang lain dengan pukulan atau senjata (blow or weapon).
Dalam kehidupan rumah tangga, banyak terjadi pertengkaran suami dan isteri yang melibatkan aktivitas fisik dan “senjata”, seperti menggunakan alat pemukul, memecah piring, melempar gelas, merusak perabotan rumah tangga, dan lain sebagainya.
Memahami tingkatan konflik ini akan sangat membantu bagi suami dan isteri untuk bisa menentukan sikap yang tepat pada saat menghadapinya.
Hendaknya suami dan isteri tidak membiarkan konflik berkembang dari tingkatan pertama menuju tingkatan kedua dan ketiga.
Jika gejala konflik tingkat pertama ini sudah dirasakan, segeralah mencari jalan keluar. Jangan biarkan perasaan tidak nyaman kepada pasangan ini bercokol dan bertahan berlama-lama dalam jiwa.
Itu akan sangat menyakitkan dan menyiksa hati serta perasaan. Bahkan dikhawatirkan lama-lama akan menggerogoti cinta yang sudah ditanam dalam dada.
Segeralah keluar dari zona tidak nyaman ini, agar tidak membahayakan keharmonisan hubungan anda bersama pasangan tercinta.
Secara teoritis, konflik terjadi dalam tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah the unvisible conflict.
Konflik yang terjadi pada tingkatan ini masih ada di batin atau perasaan. Ada beberapa ketidakcocokan antara suami dengan isteri, tetapi ketidakcocokan itu tidak tampak atau tidak muncul dalam ucapan, sikap, dan tindakan.
Ini adalah sebentuk ketidaknyamanan hubungan yang tidak diekspresikan, namun lebih banyak dipendam dalam hati dan pikiran. Suami dan isteri sama-sama merasakan ada sesuatu yang mengganjal, namun tidak diungkapkan.
Tingkatan kedua adalah the perceived / experienced conflict. Konflik yang terjadi pada tingkatan ini sudah sama-sama diketahui, dialami atau sudah tampak di permukaan.
Suami dan isteri sudah sama-sama mengalami perbedaan yang muncul dalam bentuk percekcokan, pertengkaran atau perlawanan.
Pemicu konflik bisa jadi karena perbedaan pendapat antara suami dan isteri, perbedaan harapan, keinginan, atau karena adanya tindakan yang tidak menyenangkan. Konflik bisa terjadi dalam bentuk kalimat yang diucapkan atau sikap yang ditampakkan.
Tingkatan ketiga adalah the fighting. Pada tingkatan ini, konflik sudah berubah menjadi tindakan fisik, seperti pukulan, tendangan, tamparan, atau tindakan lain yang bersifat fisik.
Menurut kamus, fighting adalah melawan orang lain dengan pukulan atau senjata (blow or weapon).
Dalam kehidupan rumah tangga, banyak terjadi pertengkaran suami dan isteri yang melibatkan aktivitas fisik dan “senjata”, seperti menggunakan alat pemukul, memecah piring, melempar gelas, merusak perabotan rumah tangga, dan lain sebagainya.
Memahami tingkatan konflik ini akan sangat membantu bagi suami dan isteri untuk bisa menentukan sikap yang tepat pada saat menghadapinya.
Hendaknya suami dan isteri tidak membiarkan konflik berkembang dari tingkatan pertama menuju tingkatan kedua dan ketiga.
Jika gejala konflik tingkat pertama ini sudah dirasakan, segeralah mencari jalan keluar. Jangan biarkan perasaan tidak nyaman kepada pasangan ini bercokol dan bertahan berlama-lama dalam jiwa.
Itu akan sangat menyakitkan dan menyiksa hati serta perasaan. Bahkan dikhawatirkan lama-lama akan menggerogoti cinta yang sudah ditanam dalam dada.
Segeralah keluar dari zona tidak nyaman ini, agar tidak membahayakan keharmonisan hubungan anda bersama pasangan tercinta.
dari FB Ustadz Cahyadi Takariawan
Posting Komentar