TIGA SIFAT UNGGULAN MANUSIA PILIHAN ALLAH SWT (Bag-1)
https://bariqunnury.blogspot.com/2015/11/tiga-sifat-unggulan-manusia-pilihan.html
MOTIVASI ISLAM
Pemateri: Ust. DR. Abas Mansur Tamam
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَقَ وَيَعْقُوبَ أُوْلِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ. إِنَّا أَخْلَصْنَاهُم بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ. وَإِنَّهُمْ عِندَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ (ص [38]: 45-47)
Artinya: “Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang terampil (punya tangan/ulil aidi) dan berwawasan luas (punya penglihatan/ulil abshar). Sesungguhnya Kami telah memilih mereka dengan kualifikasi mengingat negeri akhirat (dzikrad dar). Dan sesungguhnya mereka di sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik” (Shad [38]: 45-47).
📚 MUKADIMAH:
📌 Allah SWT. memiliki khazanah kisah menarik yang jumlahnya tak terhingga, sebanding dengan ketidak terhinggaan ilmu-Nya.
Dari sekian banyak kisah itu, Allah telah memilihkan untuk kita kisah-kisah terbaik dan paling menarik (ahsanal qashashi). Diantara kisah terbaik itu disebutkan dalam tiga ayat di atas, yaitu kisah Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub.
📌 Tidak bisa dipungkiri manusia menyukai kisah.
Allah Mengetahui, karena Dia yang menciptakannya. Maka kisah-kisah dalam Alquran dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan dalam diri manusia. Karena itu kisah merupakan satu dari sekian metode terbaik dalam pendidikan.
Alquran mengatakan: “Sungguh pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang cerdas” (Yusuf [12]: 111).
📌 Kita wajib berusaha untuk pandai memetik pelajaran dari setiap kisah Alquran.
Dalam hal ini, Allah swt. menyebutkan tiga sifat unggulan dari manusia-manusia pilihan Allah itu, yaitu: terampil (ulil aidi), berwawasan luas (ulil abshar), dan selalu mengingat negeri akhirat (zikrad dar).
📌 Nilai kita di hadapan Allah digantungkan pada kemampuhan untuk melakukan proses internalisasi ketiga sifat itu.
Tujuannya agar nilai kita di sisi Allah mendekati keutamaan para nabi, meskipun tidak akan menyamainya. “Saddidu wa qaribu”, bertindaklah dengan tepat dan berupayalah untuk semakin dekat!
(Bukhari, 5/6099) demikian pesan al-habib Rasulullah saw.
📚 TERAMPIL (ULIL AIDI):
📌 Dalam bahasa Arab kata ulil aidi (punya tangan) digolongkan sebagai pendekatan metafora (majaz mursal).
Artinya bukan punya tangan dalam pengertian biasa, tetapi mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan besar.
Hubungan makna ini dengan kalimat ulil aidi, karena biasanya orang berbuat dengan tangan. Dalam bahasa yang lugas, ulil aidi bisa diartikan terampil.
📌 Agar kita bisa mengejar kualifikasi ulil aidi seperti Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub, kita harus mengetahui ragam penafsiran para ulama tentang kalimat tadi.
Karena keragaman makna ayat bersifat saling melengkapi. Makna-makna itu dirangkum oleh Imam Al-Mawardi dalam tafsirnya (An-Nukat wal Uyun).
📌 Keragaman makna itu sekaligus bisa dijadikan indikator dari ketercapaian kualifikasi terampil dalam diri kita.
📗1⃣ Kemampuan Beriba dah (Al-Quwwatu fil Ibadah):
📌 Indikator pertama dari orang yang terampil adalah memiliki kemampuhan untuk beribadah, demikian menurut Ibn Abbas. Kemampuhan ini menjadi indikator pertama dari manusia unggulan, karena agama hakikatnya adalah ibadah, taat, serta tunduk kepada Allah swt.
📌 Kemampuhan beribadah kedudukannya lebih dari sekedar tahu dan mau.
Karena orang tahu dan mau belum tentu bisa melakukannya.
Betapa banyak orang yang mengetahui keutamaan bangun malam, tetapi tidak bisa melakukannya. Betapa banyak orang yang mau membiasakan wirid Alquran satu juz dalam sehari, tetapi tidak sanggup menjaga konsistensi tilawahnya karena alasan kesibukan dan lain-lain.
📌 Orang yang terampil akan mampu menunaikan semua amal-amal fardu dengan sebaik-baiknya. Mampu menyempurnakan salat, puasa, zakat, dan haji. Mampu melakukan amal-amal nafilah (sunah), baik yang sejenis fardu seperti: salat sunah, puasa sunah, infak dan sedekah, serta umrah; atau amal-amla sunah lainnya.
Orang yang mampu menyempurnakan ibadah-ibadah wajib dan ditambah dengan ibadah-ibadah sunah akan membuatnya menjadi wali-wali Allah swt.
📌 Dalam hadits qudsi dikatakan:
“Siapa yang memusuhi Aku, maksudnya memusuhi wali-Ku, maka Aku akan mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku taqarrub kepada-Ku lebih Aku cintai dari jenis ibadah yang telah Aku fardukan.
Jika hamba-Ku terus bertaqarrub dengan nawafil, maka Aku akan mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya ketika dia mendengar. Akulah matanya ketika dia melihat. Akulah tangannya ketika dia merangkak. Dan akulah kakinya yang dia pakai untuk melangkah. Jika dia meminta sesuatu pada-Ku, pasti akan Aku kabulkan. Jika ia meminta perlindungan, pasti akan Aku lindungi..” (Bukhari, 5/6137).
📗2⃣. Ketegasan Menjaga Perintah Allah (Alquwwatu fi Amrillah):
📌 Indikator kedua adalah ketegasan dalam menjaga perintah Allah ...
📗2⃣. Ketegasan Menjaga Perintah Allah (Alquwwatu fi Amrillah):
📌 Indikator kedua adalah ketegasan dalam menjaga perintah Allah (alquwwatu fi amrillah) demikian menurut Qatadah.
📌 Indikator ini berbeda dari indikator pertama. Karena orang yang rajin beribadah (mahzah), belum tentu punya rasa cemburu dengan agamanya.
Sehingga mungkin saja dia bersikap tak acuh dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap perintah Allah yang terjadi di tengah masyarakat.
📌 Ketegasan menjaga perintah Allah menuntut kepedulian terhadap masyarakat, serta berani melakukan amar makruf dan nahyil mungkar.
Rasulullah saw. bersabda:
من رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بيده، فَإِنْ لم يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لم يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Artinya: “Siapa yang melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa dengan tangannya, maka rubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa dengan lisannya, maka dengan hatinya. Dan itu selemah-lemahnya iman” (Muslim, 1/49).
📌 Contoh ideal dari sahabat yang memiliki indikator ini adalah Umar bin Khattab. Ketika Rasulullah saw. mengumumkan prestasi sahabat-sahabatnya beliau bersabda:
“Wa asyadduhum fi amrillah Umar”, orang yang paling tegas menjaga perintah Allah adalah Umar (Tirmizi, 5/3790, hadits hasan garib).
📌 Sebagai tambahan, orang yang tegas dalam menjaga perintah Allah akan disegani oleh kawan dan ditakuti oleh lawan.
Abdullah bin Buraidah mengabarkan, Rasulullah saw. bersabda: “Aku mengira, syaitan saja akan melarikan diri dari engkau wahai Umar” (Sahih Ibn Hibban, 15/6892).
📌 Mudah-mudah kita termasuk orang-orang yang ditakuti oleh syetan.
📗3⃣. Memiliki Fisik yang Sehat dan Kuat (Alquwwah fil Abdan)
📌 Indikator ketiga adalah memiliki fisik yang sehat dan kuat (alquwwah fil abdan), demikian kata Athiyyah.
📌 Indikator ini menjadi bagian dari pemahaman dasar, bahwa orang-orang yang berbadan kuat dan sehat dimungkinkan akan mampu beramal lebih dahsyat, serta mampu mengerjakan proyek-proyek besar dalam hidup ini.
Kaidah orang kuat mampu melakukan pekerjaan besar memang tidak mutlak.
Karena Syeikh Ahmad Yasin dalam keadaan memiliki fisik yang tidak berdaya, beliau mampu melakukan pekerjaan besar yaitu memimpin intifazah.
📌 Meskipun begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa pekerjaan berat dan besar kemungkinan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang fisiknya sehat dan kuat.
Itu sebabnya Rasulullah saw. bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلي اللَّهِ من الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وفي كُلٍّ خَيْرٌ
Artinya: “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah, daripada seorang mukmin yang lemah. Meskipun masing-masing memiliki kebaikan” (Muslim, 4/2664).
📌Maka manusia-manusia pilihan Allah memiliki kebiasaan menjaga kesehatan dan kekuatan fisik.
📗4⃣. Pekerjaan yang Kreatif (Al-ibda’):
📌 Indikator keempat ini diinspirasi dari Ibn Baher, ketika ia mengartikan ulil aidi sebagai al-‘amal.
📌Al-‘amal secara sederhana artinya memang bekerja atau berbuat. Tetapi jenis pekerjaan yang akan membuat seseorang menjadi orang yang unggul tentu bukan pekerjaan biasa. Pekerjaan itu harus bersifat kreatif dan inovatif, sehingga mampu memberikan sumbangan yang baru bagi umat manusia.
📌 Allah swt. memberikan contoh paling ideal dalam kreatifitas yang inovasi, ketika menciptakan langit dan bumi dengan segala yang ada di dalamnya.
Semua pekerjaan itu bersifat inovatif, tidak menjiplak dari yang ada sebelumnya. Semuanya diciptakan dari ketidak-adaan. Alquran menyebutnya “Badi’us samawati wal ardi” (Al-Baqarah [2]: 117).
📌 Penemuan-penemuan baru di bidang sains dan teknologi masuk dalam kategori ini.
(Bersambung)
Pemateri: Ust. DR. Abas Mansur Tamam
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَقَ وَيَعْقُوبَ أُوْلِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ. إِنَّا أَخْلَصْنَاهُم بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ. وَإِنَّهُمْ عِندَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ (ص [38]: 45-47)
Artinya: “Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang terampil (punya tangan/ulil aidi) dan berwawasan luas (punya penglihatan/ulil abshar). Sesungguhnya Kami telah memilih mereka dengan kualifikasi mengingat negeri akhirat (dzikrad dar). Dan sesungguhnya mereka di sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik” (Shad [38]: 45-47).
📚 MUKADIMAH:
📌 Allah SWT. memiliki khazanah kisah menarik yang jumlahnya tak terhingga, sebanding dengan ketidak terhinggaan ilmu-Nya.
Dari sekian banyak kisah itu, Allah telah memilihkan untuk kita kisah-kisah terbaik dan paling menarik (ahsanal qashashi). Diantara kisah terbaik itu disebutkan dalam tiga ayat di atas, yaitu kisah Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub.
📌 Tidak bisa dipungkiri manusia menyukai kisah.
Allah Mengetahui, karena Dia yang menciptakannya. Maka kisah-kisah dalam Alquran dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan dalam diri manusia. Karena itu kisah merupakan satu dari sekian metode terbaik dalam pendidikan.
Alquran mengatakan: “Sungguh pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang cerdas” (Yusuf [12]: 111).
📌 Kita wajib berusaha untuk pandai memetik pelajaran dari setiap kisah Alquran.
Dalam hal ini, Allah swt. menyebutkan tiga sifat unggulan dari manusia-manusia pilihan Allah itu, yaitu: terampil (ulil aidi), berwawasan luas (ulil abshar), dan selalu mengingat negeri akhirat (zikrad dar).
📌 Nilai kita di hadapan Allah digantungkan pada kemampuhan untuk melakukan proses internalisasi ketiga sifat itu.
Tujuannya agar nilai kita di sisi Allah mendekati keutamaan para nabi, meskipun tidak akan menyamainya. “Saddidu wa qaribu”, bertindaklah dengan tepat dan berupayalah untuk semakin dekat!
(Bukhari, 5/6099) demikian pesan al-habib Rasulullah saw.
📚 TERAMPIL (ULIL AIDI):
📌 Dalam bahasa Arab kata ulil aidi (punya tangan) digolongkan sebagai pendekatan metafora (majaz mursal).
Artinya bukan punya tangan dalam pengertian biasa, tetapi mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan besar.
Hubungan makna ini dengan kalimat ulil aidi, karena biasanya orang berbuat dengan tangan. Dalam bahasa yang lugas, ulil aidi bisa diartikan terampil.
📌 Agar kita bisa mengejar kualifikasi ulil aidi seperti Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub, kita harus mengetahui ragam penafsiran para ulama tentang kalimat tadi.
Karena keragaman makna ayat bersifat saling melengkapi. Makna-makna itu dirangkum oleh Imam Al-Mawardi dalam tafsirnya (An-Nukat wal Uyun).
📌 Keragaman makna itu sekaligus bisa dijadikan indikator dari ketercapaian kualifikasi terampil dalam diri kita.
📗1⃣ Kemampuan Beriba dah (Al-Quwwatu fil Ibadah):
📌 Indikator pertama dari orang yang terampil adalah memiliki kemampuhan untuk beribadah, demikian menurut Ibn Abbas. Kemampuhan ini menjadi indikator pertama dari manusia unggulan, karena agama hakikatnya adalah ibadah, taat, serta tunduk kepada Allah swt.
📌 Kemampuhan beribadah kedudukannya lebih dari sekedar tahu dan mau.
Karena orang tahu dan mau belum tentu bisa melakukannya.
Betapa banyak orang yang mengetahui keutamaan bangun malam, tetapi tidak bisa melakukannya. Betapa banyak orang yang mau membiasakan wirid Alquran satu juz dalam sehari, tetapi tidak sanggup menjaga konsistensi tilawahnya karena alasan kesibukan dan lain-lain.
📌 Orang yang terampil akan mampu menunaikan semua amal-amal fardu dengan sebaik-baiknya. Mampu menyempurnakan salat, puasa, zakat, dan haji. Mampu melakukan amal-amal nafilah (sunah), baik yang sejenis fardu seperti: salat sunah, puasa sunah, infak dan sedekah, serta umrah; atau amal-amla sunah lainnya.
Orang yang mampu menyempurnakan ibadah-ibadah wajib dan ditambah dengan ibadah-ibadah sunah akan membuatnya menjadi wali-wali Allah swt.
📌 Dalam hadits qudsi dikatakan:
“Siapa yang memusuhi Aku, maksudnya memusuhi wali-Ku, maka Aku akan mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku taqarrub kepada-Ku lebih Aku cintai dari jenis ibadah yang telah Aku fardukan.
Jika hamba-Ku terus bertaqarrub dengan nawafil, maka Aku akan mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya ketika dia mendengar. Akulah matanya ketika dia melihat. Akulah tangannya ketika dia merangkak. Dan akulah kakinya yang dia pakai untuk melangkah. Jika dia meminta sesuatu pada-Ku, pasti akan Aku kabulkan. Jika ia meminta perlindungan, pasti akan Aku lindungi..” (Bukhari, 5/6137).
📗2⃣. Ketegasan Menjaga Perintah Allah (Alquwwatu fi Amrillah):
📌 Indikator kedua adalah ketegasan dalam menjaga perintah Allah ...
📗2⃣. Ketegasan Menjaga Perintah Allah (Alquwwatu fi Amrillah):
📌 Indikator kedua adalah ketegasan dalam menjaga perintah Allah (alquwwatu fi amrillah) demikian menurut Qatadah.
📌 Indikator ini berbeda dari indikator pertama. Karena orang yang rajin beribadah (mahzah), belum tentu punya rasa cemburu dengan agamanya.
Sehingga mungkin saja dia bersikap tak acuh dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap perintah Allah yang terjadi di tengah masyarakat.
📌 Ketegasan menjaga perintah Allah menuntut kepedulian terhadap masyarakat, serta berani melakukan amar makruf dan nahyil mungkar.
Rasulullah saw. bersabda:
من رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بيده، فَإِنْ لم يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لم يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Artinya: “Siapa yang melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa dengan tangannya, maka rubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa dengan lisannya, maka dengan hatinya. Dan itu selemah-lemahnya iman” (Muslim, 1/49).
📌 Contoh ideal dari sahabat yang memiliki indikator ini adalah Umar bin Khattab. Ketika Rasulullah saw. mengumumkan prestasi sahabat-sahabatnya beliau bersabda:
“Wa asyadduhum fi amrillah Umar”, orang yang paling tegas menjaga perintah Allah adalah Umar (Tirmizi, 5/3790, hadits hasan garib).
📌 Sebagai tambahan, orang yang tegas dalam menjaga perintah Allah akan disegani oleh kawan dan ditakuti oleh lawan.
Abdullah bin Buraidah mengabarkan, Rasulullah saw. bersabda: “Aku mengira, syaitan saja akan melarikan diri dari engkau wahai Umar” (Sahih Ibn Hibban, 15/6892).
📌 Mudah-mudah kita termasuk orang-orang yang ditakuti oleh syetan.
📗3⃣. Memiliki Fisik yang Sehat dan Kuat (Alquwwah fil Abdan)
📌 Indikator ketiga adalah memiliki fisik yang sehat dan kuat (alquwwah fil abdan), demikian kata Athiyyah.
📌 Indikator ini menjadi bagian dari pemahaman dasar, bahwa orang-orang yang berbadan kuat dan sehat dimungkinkan akan mampu beramal lebih dahsyat, serta mampu mengerjakan proyek-proyek besar dalam hidup ini.
Kaidah orang kuat mampu melakukan pekerjaan besar memang tidak mutlak.
Karena Syeikh Ahmad Yasin dalam keadaan memiliki fisik yang tidak berdaya, beliau mampu melakukan pekerjaan besar yaitu memimpin intifazah.
📌 Meskipun begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa pekerjaan berat dan besar kemungkinan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang fisiknya sehat dan kuat.
Itu sebabnya Rasulullah saw. bersabda:
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلي اللَّهِ من الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وفي كُلٍّ خَيْرٌ
Artinya: “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah, daripada seorang mukmin yang lemah. Meskipun masing-masing memiliki kebaikan” (Muslim, 4/2664).
📌Maka manusia-manusia pilihan Allah memiliki kebiasaan menjaga kesehatan dan kekuatan fisik.
📗4⃣. Pekerjaan yang Kreatif (Al-ibda’):
📌 Indikator keempat ini diinspirasi dari Ibn Baher, ketika ia mengartikan ulil aidi sebagai al-‘amal.
📌Al-‘amal secara sederhana artinya memang bekerja atau berbuat. Tetapi jenis pekerjaan yang akan membuat seseorang menjadi orang yang unggul tentu bukan pekerjaan biasa. Pekerjaan itu harus bersifat kreatif dan inovatif, sehingga mampu memberikan sumbangan yang baru bagi umat manusia.
📌 Allah swt. memberikan contoh paling ideal dalam kreatifitas yang inovasi, ketika menciptakan langit dan bumi dengan segala yang ada di dalamnya.
Semua pekerjaan itu bersifat inovatif, tidak menjiplak dari yang ada sebelumnya. Semuanya diciptakan dari ketidak-adaan. Alquran menyebutnya “Badi’us samawati wal ardi” (Al-Baqarah [2]: 117).
📌 Penemuan-penemuan baru di bidang sains dan teknologi masuk dalam kategori ini.
(Bersambung)
Posting Komentar