AKRAB DENGAN AL-QURAN (Bag-1)



 Pemateri: Ust. Ahmad Sahal Lc.




 الأُنْسُ بِالْقُرْآنِ بِقِرَاءَتِهِ

📗 MENGAKRABI AL-QURAN DENGAN MEMBACANYA

Beberapa hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan pembelaan Al-Quran kepada orang-orang yang menjadi sahabatnya, diantaranya:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ (رواه مسلم)

💡Bacalah Al-Quran, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para sahabatnya. (HR. Muslim).

اِقْرَؤُوا الزَّهْرَاوَيْنِ: الْبَقَرَةَ وَسُوْرَةَ آلِ عِمْرَانَ؛ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ، تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا (رواه مسلم)

Bacalah Az-Zahrawain:
Al-Baqarah & surat Ali Imran, karena keduanya akan datang di hari kiamat seperti dua awan yang menaungi, atau seperti  dua kawanan burung yang terbang membentangkan sayapnya, untuk membela para sahabat kedua surat itu. (HR. Muslim).


Pemilihan kata ash-hab (para sahabat) mengisyaratkan bahwa keakraban dengan Al-Quran adalah sebuah keharusan bagi yang ingin mendapat pembelaan dari Al-Quran.

📗 FAKTOR UTAMA KEAKRABAN YANG MESTI DIUPAYAKAN OLEH SETIAP MUSLIM ADALAH DENGAN MEMBACANYA SETIAP HARI

Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata:

مَا أُحِبُّ أَنْ يَأْتِيَ عَلَيَّ يَوْمٌ وَلاَ لَيْلَةٌ إِلاَّ أَنْظُرُ فِي كِتَابِ اللهِ – يَعْنِي الْقِرَاءَةَ فِي الْمُصْحَفِ

💡Aku tidak suka datang siang atau malam kecuali (jika) aku melihat kitab Allah – maksudnya membaca mushaf Al-Quran.  (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Az-Zuhd halaman 128).

Imam Nawawi rahimahullah dalam bukunya At-Tibyan Fi Adab Hamalah Al-Quran halaman 24 menyatakan:

وَاعْلَمْ أَنَّ الْمَذْهَبَ الصَّحِيْحَ الْمُخْتَارَ الَّذِي عَلَيْهِ مَنْ يُعْتَمَدُ مِنَ الْعُلَمَاءِ أَنَّ قِرَاءَةَ الْقُرْآنَ أَفْضَلُ مِنَ التَّسْبِيْحِ وَالتَّهْلِيْلِ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الأَذْكَارِ وَقَدْ تَظَاهَرَتِ الأَدِلَّةُ عَلَى ذَلِكَ وَاللهُ أَعْلَمُ

Dan ketahuilah bahwa madzhab yang shahih dan dipilih oleh para ulama yang menjadi rujukan (ummat) adalah bahwa membaca Al-Quran itu lebih baik dari tasbih, tahlil dan dzikir-dzikir yang lain, dan dalil-dalil yang menunjukkan hal itu sangat jelas, wallahu a’lam.

📗 MEMBACA AL-QURAN SESUAI HUKUM-HUKUM TAJWID

Imam Al-Jazri dalam matan Al-Jazriyah rahimahullah berkata:

وَالأَخْذُ بِالتَّجْوِيْدِ حَتْمٌ لاَزِمُ *** مَنْ لَّمْ يُجَوِّدِ الْقُرْآنَ آثِمُ
لِأَنَّهُ بِهِ الإِلَهُ أَنْزَلاَ *** وَهَكَذَا مِنْهُ إِلَيْنَا وَصَلاَ

Dan menggunakan tajwid adalah keharusan yang lazim, barang siapa yang tidak mentajwidkan Al-Quran maka ia berdosa. Karena dengan tajwidlah Allah menurunkannya, begitu pula (dengan tajwid) ia sampai kepada kita.

📗 MEMBACA AL-QURAN DENGAN FREKUENSI KHATAM AL-QURAN YANG KONTINYU DAN MEMADAI

Yaitu dengan pengerahan batas kemampuan masing-masing selama tidak melalaikan kewajiban, agar melahirkan bentuk keakraban yang lain: HAFALAN.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma:

وَاقْرَأِ القُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ (رواه البخاري)

Dan bacalah (khatamkan) Al-Quran dalam setiap bulan. (HR. Bukhari).
Ketika Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash menyatakan kesanggupan lebih dari itu Rasulullah bersabda:

وَاقْرَأْ فِي كُلِّ سَبْعِ لَيَالٍ مَرَّةً

Dan bacalah dalam setiap tujuh malam sekali (khatam).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

اَلصَّحِيْحُ عِنْدَهُمْ فِي حَدِيْثِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ انْتَهَى بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى سَبْعٍ، كَمَا أَنَّهُ أَمَرَهُ ابْتِدَاءً بِقِرَاءَتِهِ فِي شَهْرٍ، فَجَعَلَ الْحَدَّ مَا بَيْنَ الشَّهْرِ إِلَى الأُسْبُوْعِ. وَقَدْ رُوِيَ أَنَّهُ أَمَرَهُ ابْتِدَاءً أَنْ يَقْرَأَهُ فِي أَرْبَعِيْنَ، وَهَذَا فِي طَرَفِ السَّعَةِ يُنَاظِرُ التَّثْلِيْثَ فِي طَرَفِ الاِجْتِهَادِ.

Yang shahih menurut mereka (para ulama) tentang hadits Abdullah bin ‘Amru bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berhenti di tujuh (malam) sebagaimana beliau telah memerintahkan di awal untuk membacanya dalam sebulan, jadi beliau membuat batas antara sebulan hingga sepekan.  Dan telah diriwayatkan bahwa beliau menyuruhnya pertama kali untuk membacanya dalam empat puluh hari, dan ini dalam sisi keluasan (relatif santai) sebanding dengan 3 hari khatam dalam situasi pengerahan kesungguhan. (Majmu’ Al-Fatawa, 13/407).

Dalam kisah Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa yang mengkhatamkan Al-Quran kurang dari 3 hari maka ia tidak akan paham:

لَمْ يَفْقَهْ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلاَثٍ (رواه أبو داود والترمذي والنسائي وغيرهم قال الترمذي حديث حسن صحيح)

Tidak akan paham siapa yang membaca Al-Quran dalam waktu kurang dari tiga hari. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan lainnya. Tirmidzi berkata: hadits hasan shahih).

Namun hadits ini tidak menafikan pahala atau balasan bacaan Al-Quran bagi orang yang mengkhatamkan Al-Quran kurang dari 3 hari, yang dinafikan adalah pemahaman.

Oleh karena itu, Ibnu Rajab Al-Hambali memahami hadits ini sebagai larangan melakukannya sebagai kebiasaan, dan berpendapat boleh melakukannya untuk mendapatkan pahala yang besar di waktu-waktu dan tempat-tempat yang memiliki keutamaan seperti bulan Ramadhan atau di kota Makkah.

وَإِنَّمَا وَرَدَ النَّهْيُ عَنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ فِي أَقَّلَّ مِنْ ثَلاَثٍ عَلَى الْمُدَاوَمَةِ عَلَى ذَلِكَ، فَأَمَّا فِي الأَوْقَاتِ الْمُفَضَّلَةِ كَشَهْرِ رَمَضَانَ خُصُوْصًا اللَّيَالِي الَّتِي يُطْلَبُ فِيْهَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ، أَوْ فِي الأَمَاكِنِ الْمُفَضَّلَةِ كَمَكَّةَ لِمَنْ دَخَلَهَا مِنْ غَيْرِ أَهْلِهَا فَيُسْتَحَبُّ الإِكْثَارُ فِيْهَا مِنْ تِلاَوَةِ القُرْآنِ اِغْتِنَامًا لِلزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الأَئِمَّةِ، وَعَلَيْهِ يَدُلُّ عَمَلُ غَيْرِهِمْ.

Terdapat larangan membaca seluruh Al-Quran kurang dari tiga hari hanya bagi yang melakukannya terus menerus.

Sedangkan pada waktu-waktu utama seperti bulan Ramadhan khususnya malam-malam yang dicari darinya lailatul qadar, atau di tempat-tempat utama seperti Mekkah bagi yang memasukinya dan bukan penduduknya, maka dianjurkan untuk memperbanyak tilawah Al-Quran mengoptimalkan waktu dan tempat tersebut.

Dan ia adalah pendapat Ahmad, Ishaq dan imam-imam selain mereka berdua. Dan yang dilakukan oleh selain mereka juga menunjukkan hal ini. (Lathaif Al-Ma’arif, hlm 171).

Pendapat yang sama juga tersirat dari pesan Syaikh Hasan Al-Banna rahimahullah kepada para aktifis da’wah yang tidak menganjurkan khatam kurang dari 3 hari sebagai wirid yang rutin:

أَنْ يَكُونَ لَكَ وِرْدٌ يَوْمِيٌّ مِنْ كِتَابِ اللهِ لاَ يَقِلُّ عَنْ جُزْءٍ، وَاجْتَهِدْ أَلاَّ تَخْتِمَ فِي أَكْثَرَ مِنْ شَهْرٍ، وَلاَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ

Hendaklah ada wirid harian untukmu dari Kitab Allah tidak kurang dari satu juz, dan bersungguh-sungguhlah agar jangan sampai khatam lebih dari sebulan, dan jangan kurang dari tiga hari. (Risalah Ta’alim, kewajiban pertama dari 38 wajibat al-akh al-amil).

Anjuran Imam Nawawi kepada pembaca Al-Quran setelah menyebutkan riwayat salaf shalih tentang beragam jumlah khatam Al-Quran mereka:

وَالْمُخْتَارَ أَنَّهُ يَسْتَكْثِرُ مِنْهُ مَا يُمْكِنُهُ الدَّوَامُ عَلَيْهِ وَلاَ يَعْتَادُ إِلاَّ مَا يَغْلِبُ عَلَى ظَنِّهِ الدَّوَامُ عَلَيْهِ فِي حَالِ نَشَاطِهِ وَغَيْرِهِ. هَذَا إِذَا لَمْ تَكُنْ لَهُ وَظَائِفُ عَامَّةٌ أَوْ خَاصَّةٌ يَتَعَطَّلُ بِإِكْثَارِ الْقُرْآنِ عَنْهَا فَإِنْ كَانَتْ لَهُ وَظِيْفَةٌ عَامَّةٌ كَوِلاَيَةٍ وَتَعْلِيْمٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ فَلْيُوَظِّفْ لِنَفْسِهِ قِرَاءَةً يُمْكِنُهُ الْمُحَافَظَةُ عَلَيْهَا مَعَ نَشَاطِهِ وَغَيْرِهِ مِنْ غَيْرِ إِخْلاَلٍ بِشَيْءِ مِنْ كَمَالِ تِلْكَ الوَظِيْفَةِ وَعَلَى هَذَا يُحْمَلُ مَا جَاءَ عَنِ السَّلَفِ وَاللهُ أَعْلَمُ.

Yang terbaik adalah hendaknya ia memperbanyak membaca Al-Quran (dengan frekuensi khatam) yang mungkin ia jaga kontinyuitasnya.

Dan jangan membiasakan kecuali yang ia duga kuat dapat melakukannya dengan kontinyu di saat bersemangat atau tidak bersemangat. Ini jika ia tidak memiliki wazhifah (pekerjaan atau tugas) umum atau khusus yang akan terganggu jika ia memperbanyak membaca Al-Quran.

Jika memiliki pekerjaan untuk kepentingan umum seperti pemimpin wilayah atau mengajar atau lainnya maka hendaklah ia menetapkan bacaan Al-Quran yang mungkin ia pelihara saat bersemangat atau tidak bersemangat tanpa mengganggu kesempurnaan pelaksanaan tugasnya.

Beginilah pemahaman terhadap riwayat dari salaf shalih (tentang frekuensi khatam Al-Quran mereka). (Syarh An-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 8/43).

Imam Nawawi rahimahullah menekankan betul aspek dawam (kontinyu) karena ia lebih disukai oleh Allah dalam setiap amal:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اكْلَفُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ، حَتَّى تَمَلُّوا، وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ، وَإِنْ قَلَّ»، وَكَانَ إِذَا عَمِلَ عَمَلًا أَثْبَتَهُ (رواه أبو داود في سننه وصحّحه الألباني)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Lakukanlah amal yang kalian sanggupi, karena sesungguhnya Allah tidak akan bosan sampai kalian bosan. Dan sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang lebih kontinyu meskipun sedikit.” (Aisyah melanjutkan): Dan jika Rasulullah melakukan suatu amal, ia akan menetapkannya (untuk seterusnya). (HR. Abu Dawud dalam Sunannya dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Related

Kajian Tematik 2300922623526557810

Posting Komentar

Recent

Recent Posts Widget

Arsip

Entri yang Diunggulkan

Kemunculan Al Mahdi - Ust Zulkifli Muhammad Ali, Lc

Gambar Ilustrasi Kajian Khusus Masjid Raya Bintaro Jaya @16 Januari 2016 Kemunculan Al Mahdi Ust Zulkifli Muhammad Ali, Lc K...

Hot in week

Tayangan Laman

item