Urgensi Dua Kalimat Syahadat (أهمية الشهادتين) (Bag-1)
https://bariqunnury.blogspot.com/2015/11/urgensi-dua-kalimat-syahadat-bag-1.html
Pemateri: Ust. DR Wido Supraha
Urgensi Dua Kalimat Syahadat (أهمية الشهادتين) (Bag-1)
Materi ini mengingatkan kaum muslimin akan pentingnya dua kalimat syahadat yang telah sangat dikenal sejak pertama kali mengenal Islam, bahkan dihafal dan terus menerus diulang pengucapannya setiap hari.
Namun adakah di antara Anda yang memaknai untaian kalimat singkat namun penuh makna ini? Bukankah dua kalimat ini kita lafazhkan setiap harinya?
Bagaimana sesungguhnya urgensi dari kalimat yang merupakan gerbang pertama seseorang untuk masuk ke dalam agama Islam?
📗Aqidah berasal dari kata ‘aqoda, bermakna ma’qudah (yang terikat).
Aqidah bagaikan ikatan perjanjian yang teguh dan kuat, karena ia terpatri dalam hati dan tertanam di dalam lembah hati yang paling dalam. Aqidah adalah iman dengan semua rukunnya yang enam.
Rukun pertamanya adalah mengucapkan syahadatain, dua kalimat syahadat.[1]
Tegaknya Islam wajib didahului tegaknya rukun Islam. Tegaknya Rukun Islam wajib didahului tegaknya syahadah.
Maka sedemikian pentingnya syahadah ini sehingga ia perlu mendapatkan perhatian khusus agar mendapatkan pemaknaan yang shahih, menentukan kebahagiaan hidup kita, dunia dan akhirat.
Bersama syahadat, kita saksikan generasi awal pemeluk agama ini (السَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ) memiliki kesabaran di atas rata-rata ketika disiksa, ditawan, dipukuli, dan berhijrah.
📗Syahadatain, dua kalimat syahadat, dua kalimat yang diucapkan sebagai persaksian seorang Muslim.
Kalimat pertama menegaskan bahwa ‘Tidak Ada Tuhan yang disembah dengan sebenar-benarnya selain Allah’, dan kalimat kedua menegaskan bahwa ‘Muhammad Saw. adalah benar utusan Allah Swt.’.[2] Yang dimaksud dengan kalimat ini adalah makna hakikinya bukan sekedar lafazhnya.
Maka kemudian, kedua kalimat ini melahirkan loyalitas (wala’) dan penolakan (bara’), sebagai wujud kelurusan tauhid.
Muslim pun akan tergerak untuk hanya mengesakan Allah, selalu bergantung kepada Allah, mengingkari dan berlepas diri dari segalah sesuatu yang disembah selain Allah. [3]
Berkata Ibn Qayyim al-Jauziyyah, “Tauhid itu mengandung kecintaan kepada Allah, ketundukan dan merendahkan diri kepada-Nya, patuh dengan sebenarnya untuk ta’at kepada-Nya, memurnikan ibadah hanya kepada-Nya, menghendaki pertemuan dengan wajah-Nya Yang Maha Tinggi dengan segenap perkataan dan perbuatan, memberi dan menahan, mencinta dan marah karena-Nya, serta menghindarkan diri dari segala sesuatu yang menyeret pada kedurhakaan kepada-Nya.”[4]
📗Begitu pentingnya pemaknaan yang benar akan konsep syahadat, dan melihat begitu banyak penyimpangan dalam sejarah pengembangan agama ini, maka lahirlah disiplin ilmu tauhid.
Kehadiran ilmu tauhid ini merupakan salah satu bentuk perhatian terhadap aqidah Islam, baik dari sisi pemahaman, penarikan konklusi dalil, ataupun pembelaan terhadap ragam serangan yang telah pernah terjadi di masanya.
Ragam serang itu muncul karena lahirnya ragam pemikiran menyimpang sehingga membutuhkan upaya untuk pelurusan dan penguatan kembali.[5]
Bersyukurlah kita berada dalam keyakinan Islam. Islam dengan akidah ketuhanan menjadi penyempurna dan perbaikan bagi setiap akidah yang telah mendahuluinya dalam berbagai aliran keagamaan ataupun filsafat yang membahas masalah ketuhanan.[6]
📗Syahadatain merupakan awal sekaligus inti dari ber-Islam.
Syahadatain adalah akidah itu sendiri. Syahadatain adalah sesuatu yang kepadanya segala bentuk ketundukan sebagaimana makna ad-Din. Maka Islam adalah akidah, agama, dan manhaj hidup seorang mukmin.[7]
📗Syahadatin menjadi inti dan sumber motivasinya. Konsep ini membawa kita kepada keimanan dengan cara yang benar bahwa hanya kepada Allah kita beribadah, dan bahwa hanya Allah yang memiliki hak membuat syariat untuk manusia.[8]
Allah Swt. berfirman dalam Surat Al-Baqarah/2 ayat 143:
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan [95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia."
Kata wasathan hanya satu kali ditemukan dalam Al-Qur’an, namun ada 4 kata lain yang menggunakan dasar kata yang sama didapati, dengan satu kata sebagai kata kerja.
Ummat wasathan adalah umat terbaik, sebagaimana dikatakan ‘Rasulullah wasathan fi qaumihi‘, dan sebagaimana Shalat Wustha adalah shalat terbaik. Ketika Allah menjadikan Ummat ini sebagai ummatan wasathan maka Dia memberikan kekhususan kepadanya dengan syari’at yang paling sempurna, jalan yang paling lurus, dan paham yang paling jelas.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa’id, juga disebutkan oleh Rasulullah bahwa kata al-wasath juga bermakna al-‘adl, adil dan pilihan.[9]
📗Kata syahadah dengan ragam bentuknya dapat ditemukan sebanyak 160 kata di dalam Al-Qur’an, 107 kata benda, dan 53 kata kerja. Sebagaimana kata ‘syahiidan’, dalam Surat An-Nisa’/4 ayat 41:
"Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu.:
Posting Komentar