Urgensi Dua Kalimat Syahadat (أهمية الشهادتين) (Bag-2)
https://bariqunnury.blogspot.com/2015/11/urgensi-dua-kalimat-syahadat-bag-2.html
Pemateri: Ust. DR Wido Supraha
Berikut urgensi dari dua kalimat syahadat:
📚1⃣. Pintu Masuk ke dalam Islam
Memasuki agama Islam sangatlah mudah, hanya dengan memformalkan pengucapan syahadatain di atas keimanan.
Namun sesuatu yang mudah ini sangat sulit dilakukan oleh kafir Quraisy yang sangat memahami makna di balik kalimat yang mudah diucapkan tersebut. Kandungan dan konsekuensi logis di balik kalimat tersebut telah menahan mereka untuk kembali ke jalan Islam, jalan hidayah nan penuh kasih.
Dikatakan ‘kembali’, karena asasinya, manusia telah pernah berjanji di alam ruh, untuk sentiasa menyembah Allah semata.
Allah Swt. berfirman dalam Surat Al-A’raf/7 ayat 172;
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”.
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata- kan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
Atau agar kamu tidak mengatakan:
“Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?”
Menurut Imam Jalaluddin Muhammad al-Mahalli, kata ‘min zhuhurihim‘ merupakan badal isytimal (kata ganti yang mencakup) dari kata-kata sebelumnya, ‘min bani Adam‘ dengan mengulang penyebutan huruf jar ‘min‘.[10]
Maka kemudian kita menyaksikan bagaimana Nabi Muhammad Saw. telah berupaya mengislamkan seluruh isi bumi ini semaksimal kemampuan yang ada saat tersebut, sebagaimana hadits ke-8 Arba’in An-Nawawiyah berikut ini:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ [رواه البخاري ومسلم
Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda:
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah ta’ala. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Allah Swt. juga berfirman dalam Surat Muhammad/47 ayat 19,
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal."
Kalimat ‘wastaghfir li dzanbika‘ mengikuti untaian kalimat tauhid menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan antara pernyataan dan perbuatan merupakan dosa.
Maka selain menjaga kemurnian kalimat tauhid dengan amal ibadah yang shahih, seorang Muslim juga dituntut untuk tidak menyombongkan diri di atas kalimat tersebut, sebagaimana firman Allah dalam Surat Ash-Shaffat/37 ayat 35:
"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.
Maka hanya dengan ilmu-lah, seorang Muslim akan terhindar dari kesombongan diri, dan bersyahadat dalam arti yang sebenarnya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat Ali ‘Imran/3 ayat 18,
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Perlu diketahui bahwa kata paduan qa-sin-tha ini digunakan dalam 27 kata di dalam Al-Qur’an, dengan 14 kata di antaranya adalah kata ‘bil qisth‘. 24 kata darinya adalah kata benda, dan 3 kata merupakan kata kerja
📚2⃣. Intisari Ajaran Islam
Syahadatain menjadi inti dari ajaran Islam.
Keimanan sebagai motivator kehidupan sekaligus asas amal. Gerak hati menjadi lebih penting daripada gerak jasmani.
Sebab hati sumber dan pengarah amal. Jika hati penuh dengan keimanan, keikhlasan, ketakwaan, maka amal jasmani mendapat ridha dan pahala dari-Nya. Maka wajib setiap Muslim untuk memperbaiki ibadah hati. [11]
Allah Swt. berfirman dalam Surat Al-Anbiya/21 ayat 25,
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
Allah Swt. juga berfirman dalam Surat Al-Jasiyah/45 ayat 18,
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui."
Maka prinsip syahadatain yang menjadi intisari ajaran Islam adalah sebagai pernyataan penghambaan dan ibadah hanya kepada Allah. Pernyataan bahwa Rasulullah menjadi teladan dalam penghambahan dan ibadah tersebut.
Pernyataan bahwa penghambaan dan ibadah itu meliputi seluruh aspek kehidupan.
📚3⃣. Konsep Dasar Reformasi Total atau Gerakan Perubahan
Generasi terbaik ...
bersambung...
Berikut urgensi dari dua kalimat syahadat:
📚1⃣. Pintu Masuk ke dalam Islam
Memasuki agama Islam sangatlah mudah, hanya dengan memformalkan pengucapan syahadatain di atas keimanan.
Namun sesuatu yang mudah ini sangat sulit dilakukan oleh kafir Quraisy yang sangat memahami makna di balik kalimat yang mudah diucapkan tersebut. Kandungan dan konsekuensi logis di balik kalimat tersebut telah menahan mereka untuk kembali ke jalan Islam, jalan hidayah nan penuh kasih.
Dikatakan ‘kembali’, karena asasinya, manusia telah pernah berjanji di alam ruh, untuk sentiasa menyembah Allah semata.
Allah Swt. berfirman dalam Surat Al-A’raf/7 ayat 172;
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”.
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata- kan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
Atau agar kamu tidak mengatakan:
“Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?”
Menurut Imam Jalaluddin Muhammad al-Mahalli, kata ‘min zhuhurihim‘ merupakan badal isytimal (kata ganti yang mencakup) dari kata-kata sebelumnya, ‘min bani Adam‘ dengan mengulang penyebutan huruf jar ‘min‘.[10]
Maka kemudian kita menyaksikan bagaimana Nabi Muhammad Saw. telah berupaya mengislamkan seluruh isi bumi ini semaksimal kemampuan yang ada saat tersebut, sebagaimana hadits ke-8 Arba’in An-Nawawiyah berikut ini:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ [رواه البخاري ومسلم
Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda:
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah ta’ala. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Allah Swt. juga berfirman dalam Surat Muhammad/47 ayat 19,
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal."
Kalimat ‘wastaghfir li dzanbika‘ mengikuti untaian kalimat tauhid menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan antara pernyataan dan perbuatan merupakan dosa.
Maka selain menjaga kemurnian kalimat tauhid dengan amal ibadah yang shahih, seorang Muslim juga dituntut untuk tidak menyombongkan diri di atas kalimat tersebut, sebagaimana firman Allah dalam Surat Ash-Shaffat/37 ayat 35:
"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.
Maka hanya dengan ilmu-lah, seorang Muslim akan terhindar dari kesombongan diri, dan bersyahadat dalam arti yang sebenarnya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat Ali ‘Imran/3 ayat 18,
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
Perlu diketahui bahwa kata paduan qa-sin-tha ini digunakan dalam 27 kata di dalam Al-Qur’an, dengan 14 kata di antaranya adalah kata ‘bil qisth‘. 24 kata darinya adalah kata benda, dan 3 kata merupakan kata kerja
📚2⃣. Intisari Ajaran Islam
Syahadatain menjadi inti dari ajaran Islam.
Keimanan sebagai motivator kehidupan sekaligus asas amal. Gerak hati menjadi lebih penting daripada gerak jasmani.
Sebab hati sumber dan pengarah amal. Jika hati penuh dengan keimanan, keikhlasan, ketakwaan, maka amal jasmani mendapat ridha dan pahala dari-Nya. Maka wajib setiap Muslim untuk memperbaiki ibadah hati. [11]
Allah Swt. berfirman dalam Surat Al-Anbiya/21 ayat 25,
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
Allah Swt. juga berfirman dalam Surat Al-Jasiyah/45 ayat 18,
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui."
Maka prinsip syahadatain yang menjadi intisari ajaran Islam adalah sebagai pernyataan penghambaan dan ibadah hanya kepada Allah. Pernyataan bahwa Rasulullah menjadi teladan dalam penghambahan dan ibadah tersebut.
Pernyataan bahwa penghambaan dan ibadah itu meliputi seluruh aspek kehidupan.
📚3⃣. Konsep Dasar Reformasi Total atau Gerakan Perubahan
Generasi terbaik ...
bersambung...
Posting Komentar