Menari di Atas Kezhaliman
https://bariqunnury.blogspot.com/2016/04/menari-di-atas-kezhaliman.html
By: Nandang Burhanudin
*****
(1)
Bagi WN yang masih memiliki nalar normal. Bersyukurlah! Nikmat akal sehat tak kalah penting dengan nikmat iman dan Islam.
(2)
Apa yang membuat nalar sebuah ormas kepemudaan yang mati-matian mengawal Gereja atas nama HAM. Tapi membisu saat masjid dibakar oleh pemeluk agama yang ia bela?
(3)
Apa yang membuat KH. DOKTOR. PROFESOR yang mati-matian membela Syiah atas nama HAM. Tapi tak terusik membela Siyono, korban arogansi kekuasaan.
(4)
Apa yang membuat pengikut AHOK dan Jokowi berani menistakan baginda Nabi, sebagai sosok yang memiliki kesamaan dengan pujaannya.
(5)
Apa yang membuat TNI-POLRI-SATPOL PP blingsetan menggusur area yang bisa jadi ada di antara mereka adalah saudara atau karib kerabatnya dengan dalih menwgakkan PERDA.
(6)
Semua disebabkan lumpuhnya nalar sehat. Dampak dari terlalu banyak duit haram yang masuk ke perut. Duit suap, risywah, sogok, mel, dan fasiltas di luar haknya.
(7)
Belum 2 tahun Jokowi berkuasa. Kita paham
Revolusi mental yang diembannya adalah meniadakan apapun bentuk kearifan, baik ketimuran maupun keislaman.
(8)
Bagaimana tidak. Wilayah yang penduduknya terhipnotis blusukan Jokowi-AHOK. Kini harus menelan pil pahit. Dihinakan. Dinistakan. Dizhalimi tanpa ada suara pembelaan.
(9)
Revolusi mental dan kerja kerja kerja berbasis pada pemaksaan rakyat mayoritas untuk diatur oleh minoritas yang sejak lama menjadi perampok uang rakyat.
(10)
Kinon Liem Sie Long sukses menjadi yang terkaya hanya satu resepnya: menggembalakan aparat, pejabat, dan birokrat. Mereka yang dipersenjatai dan digaji rakyat. Tapi air dibalas comberan.
(11)
Jika di Mesir. Di saat kekuasaan absolut dipegang AsSisi. Sangat masuk akal, jika mayoritas Muslim disingkirkan minoritas Kristen. Ini Indonesia. Menang Pemilu tidak absolut saja, tapi berani memperbudak mayoritas.
(12)
Namun benar yang dikatakan Sayyid Quthb. Kekuasaan tiran selalu didukung: 1. Ulama Suu; 2. Aparat bejat; 3. Konglomerat hitam yang siap menerkam. Sayangnya umat Islam kembali tak sadar kehilangan nalar.
Apa yang membuat nalar sebuah ormas kepemudaan yang mati-matian mengawal Gereja atas nama HAM. Tapi membisu saat masjid dibakar oleh pemeluk agama yang ia bela?
(3)
Apa yang membuat KH. DOKTOR. PROFESOR yang mati-matian membela Syiah atas nama HAM. Tapi tak terusik membela Siyono, korban arogansi kekuasaan.
(4)
Apa yang membuat pengikut AHOK dan Jokowi berani menistakan baginda Nabi, sebagai sosok yang memiliki kesamaan dengan pujaannya.
(5)
Apa yang membuat TNI-POLRI-SATPOL PP blingsetan menggusur area yang bisa jadi ada di antara mereka adalah saudara atau karib kerabatnya dengan dalih menwgakkan PERDA.
(6)
Semua disebabkan lumpuhnya nalar sehat. Dampak dari terlalu banyak duit haram yang masuk ke perut. Duit suap, risywah, sogok, mel, dan fasiltas di luar haknya.
(7)
Belum 2 tahun Jokowi berkuasa. Kita paham
Revolusi mental yang diembannya adalah meniadakan apapun bentuk kearifan, baik ketimuran maupun keislaman.
(8)
Bagaimana tidak. Wilayah yang penduduknya terhipnotis blusukan Jokowi-AHOK. Kini harus menelan pil pahit. Dihinakan. Dinistakan. Dizhalimi tanpa ada suara pembelaan.
(9)
Revolusi mental dan kerja kerja kerja berbasis pada pemaksaan rakyat mayoritas untuk diatur oleh minoritas yang sejak lama menjadi perampok uang rakyat.
(10)
Kinon Liem Sie Long sukses menjadi yang terkaya hanya satu resepnya: menggembalakan aparat, pejabat, dan birokrat. Mereka yang dipersenjatai dan digaji rakyat. Tapi air dibalas comberan.
(11)
Jika di Mesir. Di saat kekuasaan absolut dipegang AsSisi. Sangat masuk akal, jika mayoritas Muslim disingkirkan minoritas Kristen. Ini Indonesia. Menang Pemilu tidak absolut saja, tapi berani memperbudak mayoritas.
(12)
Namun benar yang dikatakan Sayyid Quthb. Kekuasaan tiran selalu didukung: 1. Ulama Suu; 2. Aparat bejat; 3. Konglomerat hitam yang siap menerkam. Sayangnya umat Islam kembali tak sadar kehilangan nalar.
Posting Komentar