Pro Kontra Ritual Nishfu Sya'ban


๐Ÿƒ๐ŸŒบPRO KONTRA RITUAL NISHFU SYA’BAN๐ŸŒบ๐Ÿƒ

๐Ÿ’ฆ๐Ÿ’ฅ๐Ÿ’ฆ๐Ÿ’ฅ๐Ÿ’ฆ๐Ÿ’ฅ

Di beberapa negara Islam,  umat Islam memiliki tradisi berkumpul di masjid atau di surau pada tiap ba’da maghrib di malam nishfu sya’ban (malam ke lima belas bulan Sya'ban). Mereka membaca surat Yasin, lalu shalat dua rakaat dengan tujuan agar panjang umur, lalu shalat dua rakaat lagi agar kaya selain itu mereka berdoa dengan doa-doa khusus untuk malam nishfu sya’ban. Apakah ini semua memiliki dalil dari Al Quran, As Sunnah, atau pernah diperbuat oleh sahabat, atau tabi’in, atau tabi’ut tabi’in, atau  para imam madzhab? Ataukah ini kekeliruan dan perkara yang diada-adakan? (baca: bid’ah)

๐Ÿ“Œ Pihak Yang Membid'ahkan

Kelompok ini menilai bahwa aktifitas tersebat adalah mengada-ada, menciptakan syariat baru dalam ibadah.

✖️ Nabi dan para sahabat tidak pernah melakukan

✖️ Jika itu baik, tentu mereka akan melakukannya sebab mereka generasi terbaik (baik ilmu dan akhlak), dan mustahil kebaikan itu luput dari mereka

✖️ ayat dan hadits-hadits shahih menunjukkan Islam sudah sempurna  maka jangan tambah-tambahkan lagi

✖️ Hadits-hadits tentang nishfu Sya'ban semuanya lemah

๐Ÿ“Œ Pihak yang membolehkan dan dalil-dalilnya

  Kaum muslimin yang gemar melakukan ritual nishfu sya’ban memiliki banyak alasan, di antaranya adalah hadits-hadits berikut:
ุนَู†ْ ุนَุงุฆِุดَุฉَ ู‚َุงู„َุชْ
ูَู‚َุฏْุชُ ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู„َูŠْู„َุฉً ูَุฎَุฑَุฌْุชُ ูَุฅِุฐَุง ู‡ُูˆَ ุจِุงู„ْุจَู‚ِูŠุนِ ูَู‚َุงู„َ ุฃَูƒُู†ْุชِ ุชَุฎَุงูِูŠู†َ ุฃَู†ْ ูŠَุญِูŠูَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْูƒِ ูˆَุฑَุณُูˆู„ُู‡ُ ู‚ُู„ْุชُ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฅِู†ِّูŠ ุธَู†َู†ْุชُ ุฃَู†َّูƒَ ุฃَุชَูŠْุชَ ุจَุนْุถَ ู†ِุณَุงุฆِูƒَ ูَู‚َุงู„َ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนَุฒَّ ูˆَุฌَู„َّ ูŠَู†ْุฒِู„ُ ู„َูŠْู„َุฉَ ุงู„ู†ِّุตْูِ ู…ِู†ْ ุดَุนْุจَุงู†َ ุฅِู„َู‰ ุงู„ุณَّู…َุงุกِ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ูَูŠَุบْูِุฑُ ู„ِุฃَูƒْุซَุฑَ ู…ِู†ْ ุนَุฏَุฏِ ุดَุนْุฑِ ุบَู†َู…ِ ูƒَู„ْุจٍ
 
Dari ‘Aisyah, dia berkata: “Suatu malam aku tidak menemukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka aku keluar, dan  dia sedang berada di Baqi’, beliau bersabda: ‘Apakah engkau takut Allah dan RasulNya melindungimu?’ Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku menyangka engkau mendatangi sebagian isterimu.’ Lalu beliau bersabda: ‘Susungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla turun pada malam nishfu sya’ban menuju langit dunia, dia memberikan ampunan melebihi banyaknya bulu Anjing yang diternak.”  (HR. At Tirmidzi No. 736. Ibnu Majah No. 1389. Ahmad No. 24825)

  Hadits ini didha’ifkan oleh para imam hadits, lantaran para periwayatnya tidaklah saling mendengar langsung di antara mereka.

  Imam At Tirmidzi Rahimahullah berkata:

ุณَู…ِุนْุช ู…ُุญَู…َّุฏًุง ูŠُุถَุนِّูُ ู‡َุฐَุง ุงู„ْุญَุฏِูŠุซَ ูˆ ู‚َุงู„َ ูŠَุญْูŠَู‰ ุจْู†ُ ุฃَุจِูŠ ูƒَุซِูŠุฑٍ ู„َู…ْ ูŠَุณْู…َุนْ ู…ِู†ْ ุนُุฑْูˆَุฉَ ูˆَุงู„ْุญَุฌَّุงุฌُ ุจْู†ُ ุฃَุฑْุทَุงุฉَ ู„َู…ْ ูŠَุณْู…َุนْ ู…ِู†ْ ูŠَุญْูŠَู‰ ุจْู†ِ ุฃَุจِูŠ ูƒَุซِูŠุฑٍ
 
“Aku mendengar Muhammad (yakni Imam Bukhari, pen) mendha’ifkan hadits ini. Dia mengatakan Yahya bin Abi Katsir tidaklah mendengarkannya dari ‘Urwah, dan Al Hajaj bin Arthah tidaklah mendengarkannya dari Yahya bin Abi Katsir.”  (Sunan At Tirmidzi pembahasan No. 736)

  Syaikh Al Albany Rahimahullah juga mendhaifkan hadits ini. (Misykah Al Mashabih, No  1299)

  Yahya bin Abi Katsir adalah seorang mudallis.  (Majma’ Az Zawaid, 1/86)

  Begitu pula Al Hajaj bin Arthah, dia juga seorang mudallis.    (Ibid, 4/170)

  Mudallis adalah orang yang suka menutupi cacat yang ada pada sebuah hadits.

  Syaikh al Albany mengatakan bahwa Al Hajaj bin Arthah tidak bisa dijadikan hujjah (dalil).  (Irwa’ul Ghalil , 4/298)

  Hadits lainnya:

ุนَู†ْ ุนَู„ِูŠِّ ุจْู†ِ ุฃَุจِูŠ ุทَุงู„ِุจٍ ู‚َุงู„َ ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุฅِุฐَุง ูƒَุงู†َุชْ ู„َูŠْู„َุฉُ ุงู„ู†ِّุตْูِ ู…ِู†ْ ุดَุนْุจَุงู†َ ูَู‚ُูˆู…ُูˆุง ู„َูŠْู„َู‡َุง ูˆَุตُูˆู…ُูˆุง ู†َู‡َุงุฑَู‡َุง ูَุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠَู†ْุฒِู„ُ ูِูŠู‡َุง ู„ِุบُุฑُูˆุจِ ุงู„ุดَّู…ْุณِ ุฅِู„َู‰ ุณَู…َุงุกِ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ูَูŠَู‚ُูˆู„ُ ุฃَู„َุง ู…ِู†ْ ู…ُุณْุชَุบْูِุฑٍ ู„ِูŠ ูَุฃَุบْูِุฑَ ู„َู‡ُ ุฃَู„َุง ู…ُุณْุชَุฑْุฒِู‚ٌ ูَุฃَุฑْุฒُู‚َู‡ُ ุฃَู„َุง ู…ُุจْุชَู„ًู‰ ูَุฃُุนَุงูِูŠَู‡ُ ุฃَู„َุง ูƒَุฐَุง ุฃَู„َุง ูƒَุฐَุง ุญَุชَّู‰ ูŠَุทْู„ُุนَ ุงู„ْูَุฌْุฑُ

Dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika datang malam nishfu sya’ban maka shalatlah kalian pada malam harinya, dan berpuasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya Allah turun ke langit dunia p
ada saat terbenamnya matahari, dan berkata: tidaklah orang yang minta ampunan kepadaKu maka Aku ampuni dia, tidaklah orang yang meminta rezeki maka Aku akan berikan dia rezeki, tidaklah orang yang mendapat musibah maka Aku akan memberinya pertolongan, dan tidaklah ini dan itu, hingga terbitnya matahari.”  (HR. Ibnu Majah No. 1388. Al Bahiaqi, Syu’abul Iman, No. 3664)

  Dalam sanad hadits ini terdapat Abu Bakar Ibnu Abi Sabrah.
Imam al Haitsami menyebutnya sebagai  matruk (haditsnya ditinggalkan/semi palsu)  (Majma’ Az Zawaid, 1/213), dan kadzab (pendusta).  (Ibid, 6/268)

Pentahqiq Tahdzibul Kamal, yakni Dr. Basyar ‘Awad Ma’ruf mengatakan bahwa Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Yahya bin Ma’in menyebut Ibnu Abi Sabrah sebagai pemalsu hadits.

Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin Hambal berkata: “Bapakku berkata kepadaku bahwa Ibnu Abi Sabrah adalah pemalsu hadits.”   (Al Jarh wat Ta’dil,   7/ 306)

  Imam Zainuddin Al ‘Iraqi mengatakan dalam Takhrijul Ihya’, bahwa hadits ini bathil dan sanadnya dha’if.    (Takhrij Ahadits Al Ihya’ No. 630)

  Imam Ibnu Rajab dalam Lathaiful Ma’arif  menyatakan bahwa hadits ini dha’if, dan Imam Al Mundziri mengisyaratkan kedha’ifan hadits ini dalam At Targhib.  (As Silsilah Adh Dhaifah  No. 2132)

Hadits lainnya:

ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู…ُูˆุณَู‰ ุงู„ْุฃَุดْุนَุฑِูŠِّ ุนَู†ْ ุฑَุณُูˆู„ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู‚َุงู„َ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ู„َูŠَุทَّู„ِุนُ ูِูŠ ู„َูŠْู„َุฉِ ุงู„ู†ِّุตْูِ ู…ِู†ْ ุดَุนْุจَุงู†َ ูَูŠَุบْูِุฑُ ู„ِุฌَู…ِูŠุนِ ุฎَู„ْู‚ِู‡ِ ุฅِู„َّุง ู„ِู…ُุดْุฑِูƒٍ ุฃَูˆْ ู…ُุดَุงุญِู†ٍ

Dari Abu Musa al ‘Asy’ari, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia bersabda: “Sesungguhnya Allah tampak pada malam nishfu sya’ban, Dia mengampuni seluruh makhlukNya kecuali orang musyrik dan pendengki.”   (HR. Ath Thabarani, Al Mu’ja Al Awsath, No. 6967. Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 3672. Sementara riwayat Ahmad: “Kecuali orang musyrik dan pembunuh jiwa.”)

Dalam sanad-nya terdapat Ibnu Lahi’ah dan dia seorang rawi yang dha’if.   (Majma’ Az Zawaid, 1/92)

Imam Yahya bin Ma’in mengatakan: ‘Haditsnya bukanlah apa-apa.”   (Lisanul Mizan, 1/356)

Syaikh al Albany Rahimahullah mengatakan hadits ini dha’if. Hadits di atas sebenarnya diriwayatkan oleh beberapa sahabat nabi.  (Misykah Al Mashabih, No. 1306). Riwayat Ahmad pun juga dhaif. (Ibid, No. 1307)

Imam al Haitsami menguraikan, hadits seperti di atas juga diriwayatkan dari jalur  Abu Bakar Ash Shiddiq dengan redaksi: “Kecuali orang musyrik dan orang yang mendengki saudaranya.” Diriwayatkan oleh Al Bazzar, dalam rawinya ada Abdul Malik bin Abdul Malik, Ibnu Abi Hatim menyebutkan tentang dia dalam Al Jarh wat Ta’dil tapi dia  tidak mendha’ifkannya. Sementara rawi lainnya adalah tsiqat (terpercaya).

Juga diriwayatkan dari jalur Abu Hurairah, diriwayatkan pula oleh Al Bazzar, dalam sanadnya terdapat Hisyam bin Abdurrahman, berkata Imam Al Haitsami: “Aku tidak mengenalnya.” Namun rawi lainnya tsiqat.

Juga diriwayatkan dari jalur ‘Auf bin Malik, diriwayatkan oleh Al Bazzar pula, dalam sanadnya terdapat Abdurrahman bin Ziyad bin An’am. Ahmad bin Shalih menilainya tsiqah, tetapi mayoritas imam ahli hadits mendha’ifkannya, juga terdapat Ibnu Luhai’ah yang dha’if. Namun rawi lainnya tsiqat.
Juga diriwayatkan dari jalur Mu’adz bin Jabal, diriwayatkan oleh Ath Thabarani dalam Al Awsath dan Al Kabir, rawi kedua sanad ini tsiqat.

Juga diriwayatkan dari jalur Ibnu Umar, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan redaksi: “Kecuali dua orang yakni pendengki dan pembunuh jiwa.” Dalam sanadnya terdapat Ibnu Luhai’ah yang dhaif, dan rawi lainnya bisa dipercaya.
Juga diriwayatkan dari jalur Abu Tsa’labah, diriwayatkan oleh Ath Thabarani dengan redaksi: “(Allah) mengampuni orang-orang beriman, dan memperlambat orang kafir, dan membiarkan orang-orang yang dengki dengan kedengkiannya, sampai ia meninggalkan perasaan dengkinya itu.” Dalam sanadnya terdapat Al Ahwash bin Hakim, dan dia dha’if.    (Majma’ Az Zawaid, 8/65)

✅ Tapi, banyaknya jalur ini dianggap satu sama lain saling menguatkan, sehingga Syaikh Al Albani menshahihkan dalam penelitiannya yang lain.  Lihat As Silsilah Ash Shahihah, 3/135, No. 1144. Darul Ma’arif. Juga ki
tab beliau Shahih Al Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 2/785. Al Maktab Al Islami.

Dalam riwayat dari Utsman bin Muhammad bin Al Mughirah bin Al Akhnas, beliau berkata:

ุชู‚ุทุน ุงู„ุขุฌุงู„ ู…ู† ุดุนุจุงู† ุฅู„ู‰ ุดุนุจุงู†

 “Ajal manusia ditetapkan dari bulan sya’ban ke bulan sya’ban yang lain.”   (HR. AL Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 3681)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini mursal.  (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim,  7/246).
Hadits mursal adalah hadits yang sanadnya gugur di thabaqat  (henerasi/lapisan) akhirnya setelah tabi’in (tabi’in adalah generasi setelah sahabat nabi). Maksudnya, hadits tersebut diriwayatkan dari seorang tabi’in  langsung ke Rasulullah tanpa melalui seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.   Contoh seorang genarasi tabi’in berkata: Rasulullah bersabda …., inilah mursal, sedangkan hadits yang biasa kita dengar adalah dari seorang sahabat Nabi:  Rasulullah bersabda ….., mayoritas ahli hadits dan fuqaha menyatakan bahwa hadits mursal adalah dhaif, demikian juga pendapat Imam Asy Syafi’i. Sedangkan menurut Malik, Abu Hanifah dan segolongan ulama, hadits mursal adalah shahih. Lihat hal ini dalam karya Imam An Nawawi, At Taqrib wat Taisir …, Hal. 3)

Menurut jumhur (mayoritas) ulama dan kalangan Asy Syafi’iyah, hadits mursal  adalah salah satu hadits dha’if .

Hadits mursal adalah hadits yang rawinya pada tingkatan setelah tabi’in tidak disebutkan (digugurkan). Sehingga tidak bisa dipastikan apakah tabi’in tersebut mendengar langsung atau tidak.

Jadi, validitas hadits-hadits  ini sangat diragukan, seandai pun shahih atau hasan, toh hadits ini sama sekali tidak menyebutkan tentang ritual khusus pada nishfu sya’ban, hanya menyebut keutamaannya saja.

Demikianlah kedhaifan hadits-hadits tentang nishfu sya’ban. Kita bisa mengetahui bahwa acara berkumpulnya menusia ba’da shalat maghrib betepatan dengan malam kelima belas bulan sya’ban, mereka melakukan shalat, membaca yasin, dan menyedaikan air dengan berbagai wadah, adalah acara yang tidak mempunyai sandaran kuat. Sehingga wajar jika merutinkan dan melazimkan acara tersebut setiap tahun pada tiap nishfu sya’ban, ada sebagian ulama yang menyebutnya sebagai perbuatan mengada-ngada (bid’ah) seperti Imam Ibnu Taimiyah, Imam An Nawawi, Syaikh Yusuf al Qaradhawy, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albany, para ulama di Majma’ buhuts- Mesir, dan para ulama di Lajnah Daimah- Saudi Arabia dan lain-lain.

๐Ÿ“Œ Fatwa Para Ulama Tentang Acara Nishfu Sya’ban

  Pada prinsipnya beribadah pada malam apa pun – termasuk pada malam nishfu sya’ban- adalah disyariatkan dan dianjurkan. Baik itu membaca Al Quran, shalat tahujjud, dan semua amal shalih lainnya. Namun yang  menjadi masalah adalah ketika ‘mengkhususkan’ malam tersebut untuk beribadah tertentu dengan doa tertentu pula, tanpa didasarkan  sandaran yang kuat. Mengkhususkan shalat Jumat pada hari Jumat adalah benar, mengkhususkan puasa sunah pada hari senin dan kamis adalah benar, mengkhususkan shalat dhuha pada waktu dhuha (pagi) adalah benar, dan contoh lainnya, semua ini adalah benar karena memang memiliki sandaran syar’i (legitimasi) dalam sumber agama (Al Quran dan As Sumah). Tetapi ketika mengkhususkan ibadah pada waktu tertentu, dengan acara tertentu, maka harus memiliki dalil yang pasti dalam agama.

  Dalam kaidah disebutkan:

ูَุงู„ْุฃَุตْู„ُ ูِูŠ ุงู„ْุนِุจَุงุฏَุงุชِ ุงู„ْุจُุทْู„َุงู†ُ ุญَุชَّู‰ ูŠَู‚ُูˆู…َ ุฏَู„ِูŠู„ٌ ุนَู„َู‰ ุงู„ْุฃَู…ْุฑِ

“Pada dasarnya semua bentuk  ibadah adalah batil (terlarang), sampai adanya dalil yang menunjukkan perintahnya.”  (Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, 1/344. Maktabah Al Kulliyat Al Azhariyah)

  Dengan kaidah inilah para ulama sangat berhati-hati dalam urusan perkara ibadah yang pada masa-masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabat tidak pernah ada. Sebab jika ibadah tersebut baik dan benar, pastilah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  paling tahu tentang itu dan tidak akan lupa mencontohkan atau memerintahkan kepada umatnya.

๐Ÿ“ŒMenggunakan Hadits Dha’if untuk Menggalakkan Amal Sh
alih?

  Biasanya kelompok yang mendukung nishfu sya’ban juga berdalil dengan hal ini, ketika sudah disodorkan bahwa dalil mereka semuanya adalah lemah.

Memang, mayoritas para imam  membolehkan menggunakan hadits dha’if selama untuk masalah fadhailul a’mal (menggalakan amal-amal utama). Mereka adalah Imam Ahmad, Imam Yahya al Qathan, Imam Abdurrahman bin Mahdi, Imam An Nawawi, Imam As Suyuthi, Imam Ibnus Shalah, Imam Izzuddin bin Abdissalam, Imam Ibnu Daqiq al ‘Id, dan lain-lain. Namun demikian, mereka pun memberikan syarat yang sangat ketat yang harus dipenuhi, yakni: Pertama, hadits tersebut tidak terlalu lemah. Kedua, hadits tersebut tidak bertentangan dengan tabiat agama Islam. Ketiga, hadits tersebut tidak disandarkan sebagai ucapan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.    Namun dalam kenyataannya syarat-syarat ini hanyalah seperti teori belaka,  faktanya sangat sulit diterapkan. Sudah menjadi kenyataan bahwa hadits-hadits yang kedhaifannya parahlah yang justru sering dijadikan hujjah. Termasuk dalam masalah nishfu sya’ban ini.

  Sedangkan, para imam yang menolak penggunaan hadits dha’if dalam perkara apa pun, termasuk fadhailul a’mal juga banyak, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ibnu Hazm, Syaikh al Albany, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, dan lain-lain.  Bagi mereka hadits-hadits shahih sudah cukup dan mengenyangkan bagi kita untuk menjalankan segala macam permasalahan, dan biasanya ketika manusia sibuk dengan hadits dha’if, dia akan lalai terhadap yang shahih. Akhirnya, hadits-hadits shahih mejadi asing dan hadits dha’if semakin akrab.

  Maka, bagi pihak yang menolak,  lebih baik tetap menggunakan yang shahih. Apakah sudah saking sedikitnyakah hadits shahih, sehingga hadits dha’if yang digunakan? Dalam ibadah kita membutuhkan ketenangan dan kepastian status hukumnya, oleh karena itu akan lebih tenang di hati dan nyaman di pikiran jika kita lebih mementingkan hadits shahih dibanding dha’if. Demikian.

  ๐Ÿ“‹Berikut adalah Fatwa Para ulama tentang acara Nishfu Sya’ban:

1.  Imam An Nawawi (bermadzhab syafi’i)

Beliau Rahimahullah memberikan komentar tentang mengkhususkan shalat pada malam nishfu sya’ban, sebagai berikut:

ุงู„ุตู„ุงุฉ ุงู„ู…ุนุฑูˆูุฉ ุจุตู„ุงุฉ ุงู„ุฑุบุงุฆุจ ูˆู‡ูŠ ุซู†ุชู‰ ุนุดุฑุฉ ุฑูƒุนุฉ ุชุตู„ูŠ ุจูŠู† ุงู„ู…ุบุฑุจ ูˆุงู„ุนุดุงุก ู„ูŠู„ุฉ ุฃูˆู„ ุฌู…ุนุฉ ููŠ ุฑุฌุจ ูˆุตู„ุงุฉ ู„ูŠู„ุฉ ู†ุตู ุดุนุจุงู† ู…ุงุฆุฉ ุฑูƒุนุฉ ูˆู‡ุงุชุงู† ุงู„ุตู„ุงุชุงู† ุจุฏุนุชุงู† ูˆู…ู†ูƒุฑุงู† ู‚ุจูŠุญุชุงู† ูˆู„ุง ูŠุบุชุฑ ุจุฐูƒุฑู‡ู…ุง ููŠ ูƒุชุงุจ ู‚ูˆุช ุงู„ู‚ู„ูˆุจ ูˆุงุญูŠุงุก ุนู„ูˆู… ุงู„ุฏูŠู† ูˆู„ุง ุจุงู„ุญุฏูŠุซ ุงู„ู…ุฐูƒูˆุฑ ููŠู‡ู…ุง ูุงู† ูƒู„ ุฐู„ูƒ ุจุงุทู„

“Shalat yang sudah dikenal dengan sebutan shalat Ragha’ib yaitu shalat 12 rakaat yang dilakukan antara Maghrib dan Isya’, yakni malam awal hari Jumat pada bulan Rajab, dan shalat malam pada nishfu sya’ban seratus rakaat, maka dua shalat ini adalah bid’ah munkar yang buruk, janganlah terkecoh karena keduanya disebutkan dalam kitab Qutul Qulub  dan Ihya Ulumuddin , dan tidak ada satu pun hadits yang menyebutkan dua shalat ini, maka semuanya adalah batil.”    (Imam An Nawawi, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 4/56)

Demikian komentar Imam An Nawawi.

2.  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (madzhab Hambali)

Beliau Rahimahullahi ditanya tentang shalat dimalam nishfu sya’ban, beliau menjawab:

ุฅุฐَุง ุตَู„َّู‰ ุงู„ْุฅِู†ْุณَุงู†ُ ู„َูŠْู„َุฉَ ุงู„ู†ِّุตْูِ ูˆَุญْุฏَู‡ُ ุฃَูˆْ ูِูŠ ุฌَู…َุงุนَุฉٍ ุฎَุงุตَّุฉٍ ูƒَู…َุง ูƒَุงู†َ ูŠَูْุนَู„ُ ุทَูˆَุงุฆِูُ ู…ِู†ْ ุงู„ุณَّู„َูِ ูَู‡ُูˆَ ุฃَุญْุณَู†ُ . ูˆَุฃَู…َّุง ุงู„ِุงุฌْุชِู…َุงุนُ ูِูŠ ุงู„ْู…َุณَุงุฌِุฏِ ุนَู„َู‰ ุตَู„َุงุฉٍ ู…ُู‚َุฏَّุฑَุฉٍ . ูƒَุงู„ِุงุฌْุชِู…َุงุนِ ุนَู„َู‰ ู…ِุงุฆَุฉِ ุฑَูƒْุนَุฉٍ ุจِู‚ِุฑَุงุกَุฉِ ุฃَู„ْูٍ : { ู‚ُู„ْ ู‡ُูˆَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุฃَุญَุฏٌ } ุฏَุงุฆِู…ًุง . ูَู‡َุฐَุง ุจِุฏْุนَุฉٌ ู„َู…ْ ูŠَุณْุชَุญِุจَّู‡َุง ุฃَุญَุฏٌ ู…ِู†ْ ุงู„ْุฃَุฆِู…َّุฉِ . ูˆَุงَู„ู„َّู‡ُ ุฃَุนْู„َู…ُ .

  “Jika manusia shalat malam nishfu seorang diri atau jamaah secara khusus sebagaimana yang dilakukan segolongan salaf, maka itu baik. Ada pun berkumpul di masjid untuk melakukan shalat yang sudah ditentukan, seperti berjamaah sebanyak seratus rakaat dengan membaca seribu kali Qul Huwallahu Ahad, maka ini adalah bid’ah yang tidak pernah dianjurkan seorang pun kaum salaf (terdahulu). Wallahu A’lam.”   (Imam Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, Juz. 2, Hal. 447)

3.  Syaikh ‘Athiyah Saqr (Mufti Mesir)

Beliau Rahimahullah   ditanya apakah ada Rasulullah Shall
allahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan acara khusus pada malam nishfu sya’ban?

Beliau menjawab (saya kutip secara ringkas):

ุซุจุช ุฃู† ุงู„ุฑุณูˆู„ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุงู„ุณู„ุงู… ุงุญุชูู„ ุจุดู‡ุฑ ุดุนุจุงู† ، ูˆูƒุงู† ุงุญุชูุงู„ู‡ ุจุงู„ุตูˆู… ، ุฃู…ุง ู‚ูŠุงู… ุงู„ู„ูŠู„ ูุงู„ุฑุณูˆู„ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุงู„ุณู„ุงู… ูƒุงู† ูƒุซูŠุฑ ุงู„ู‚ูŠุงู… ุจุงู„ู„ูŠู„ ูู‰ ูƒู„ ุงู„ุดู‡ุฑ، ูˆู‚ูŠุงู…ู‡ ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู†ุตู ูƒู‚ูŠุงู…ู‡ ู‚ู‰ ุฃูŠุฉ ู„ูŠู„ุฉ .
ูˆูŠุคูŠุฏ ุฐู„ูƒ ู…ุง ูˆุฑุฏ ู…ู† ุงู„ุฃุญุงุฏูŠุซ ุงู„ุณุงุจู‚ุฉ ูˆุฅู† ูƒุงู†ุช ุถุนูŠูุฉ ููŠุคุฎุฐ ุจู‡ุง ูู‰ ูุถุงุฆู„ ุงู„ุฃุนู…ุงู„ ، ูู‚ุฏ ุฃู…ุฑ ุจู‚ูŠุงู…ู‡ุง ، ูˆู‚ุงู… ู‡ูˆ ุจุงู„ูุนู„ ุนู„ู‰ ุงู„ู†ุญูˆ ุงู„ุฐู‰ ุฐูƒุฑุชู‡ ุนุงุฆุดุฉ .
ูˆูƒุงู† ู‡ุฐุง ุงู„ุงุญุชูุงู„ ุดุฎุตูŠุง، ูŠุนู†ู‰ ู„ู… ูŠูƒู† ูู‰ ุฌู…ุงุนุฉ ، ูˆุงู„ุตูˆุฑุฉ ุงู„ุชู‰ ูŠุญุชูู„ ุจู‡ุง ุงู„ู†ุงุณ ุงู„ูŠูˆู… ู„ู… ุชูƒู† ูู‰ ุฃูŠุงู…ู‡ ูˆู„ุง ูู‰ ุฃูŠุงู… ุงู„ุตุญุงุจุฉ ، ูˆู„ูƒู† ุญุฏุซุช ูู‰ ุนู‡ุฏ ุงู„ุชุงุจุนูŠู† . ูŠุฐูƒุฑ ุงู„ู‚ุณุทู„ุงู†ู‰ ูู‰ ูƒุชุงุจู‡ "ุงู„ู…ูˆุงู‡ุจ ุงู„ู„ุฏู†ูŠุฉ"ุฌ 2 ุต 259 ุฃู† ุงู„ุชุงุจุนูŠู† ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุดุงู… ูƒุฎุงู„ุฏ ุจู† ู…ุนุฏุงู† ูˆู…ูƒุญูˆู„ ูƒุงู†ูˆุง ูŠุฌุชู‡ุฏูˆู† ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู†ุตู ู…ู† ุดุนุจุงู† ูู‰ ุงู„ุนุจุงุฏุฉ ، ูˆุนู†ู‡ู… ุฃุฎุฐ ุงู„ู†ุงุณ ุชุนุธูŠู…ู‡ุง ، ูˆูŠู‚ุงู„ ุฃู†ู‡ู… ุจู„ุบู‡ู… ููŠ ุฐู„ูƒ ุขุซุงุฑ ุฅุณุฑุงุฆูŠู„ูŠุฉ . ูู„ู…ุง ุงุดุชู‡ุฑ ุฐู„ูƒ ุนู†ู‡ู… ุงุฎุชู„ู ุงู„ู†ุงุณ ، ูู…ู†ู‡ู… ู…ู† ู‚ุจู„ู‡ ู…ู†ู‡ู… ، ูˆู‚ุฏ ุฃู†ูƒุฑ ุฐู„ูƒ ุฃูƒุซุฑ ุงู„ุนู„ู…ุงุก ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุญุฌุงุฒ، ู…ู†ู‡ู… ุนุทุงุก ูˆุงุจู† ุฃุจู‰ ู…ู„ูŠูƒุฉ، ูˆู†ู‚ู„ู‡ ุนุจุฏ ุงู„ุฑุญู…ู† ุจู† ุฒูŠุฏ ุจู† ุฃุณู„ู… ุนู† ูู‚ู‡ุงุก ุฃู‡ู„ ุงู„ู…ุฏูŠู†ุฉ ، ูˆู‡ูˆ ู‚ูˆู„ ุฃุตุญุงุจ ู…ุงู„ูƒ ูˆุบูŠุฑู‡ู… ، ูˆู‚ุงู„ูˆุง : ุฐู„ูƒ ูƒู„ู‡ ุจุฏุนุฉ، ุซู… ูŠู‚ูˆู„ ุงู„ู‚ุณุทู„ุงู†ู‰ :
ุงุฎุชู„ู ุนู„ู…ุงุก ุฃู‡ู„ ุงู„ุดุงู… ูู‰ ุตูุฉ ุฅุญูŠุงุฆู‡ุง ุนู„ู‰ ู‚ูˆู„ูŠู† ، ุฃุญุฏู‡ู…ุง ุฃู†ู‡ ูŠุณุชุญุจ ุฅุญูŠุงุคู‡ุง ุฌู…ุงุนุฉ ูู‰ ุงู„ู…ุณุฌุฏ، ูˆูƒุงู† ุฎุงู„ุฏ ุจู† ู…ุนุฏุงู† ูˆู„ู‚ู…ุงู† ุงุจู† ุนุงู…ุฑ ูˆุบูŠุฑู‡ู…ุง ูŠู„ุจุณูˆู† ููŠู‡ุง ุฃุญุณู† ุซูŠุงุจู‡ู… ูˆูŠุชุจุฎุฑูˆู† ูˆูŠูƒุชุญู„ูˆู† ูˆูŠู‚ูˆู…ูˆู† ูู‰ ุงู„ู…ุณุฌุฏ ู„ูŠู„ุชู‡ู… ุชู„ูƒ ، ูˆูˆุงูู‚ู‡ู… ุฅุณุญุงู‚ ุจู† ุฑุงู‡ูˆูŠู‡ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ูˆู‚ุงู„ ูู‰ ู‚ูŠุงู…ู‡ุง ูู‰ ุงู„ู…ุณุงุฌุฏ ุฌู…ุงุนุฉ : ู„ูŠุณ ุฐู„ูƒ ุจุจุฏุนุฉ، ู†ู‚ู„ู‡ ุนู†ู‡ ุญุฑุจ ุงู„ูƒุฑู…ุงู†ู‰ ูู‰ ู…ุณุงุฆู„ู‡ . ูˆุงู„ุซุงู†ู‰ ุฃู†ู‡ ูŠูƒุฑู‡ ุงู„ุงุฌุชู…ุงุน ูู‰ ุงู„ู…ุณุงุฌุฏ ู„ู„ุตู„ุงุฉ ูˆุงู„ู‚ุตุต ูˆุงู„ุฏุนุงุก ، ูˆู„ุง ูŠูƒุฑู‡ ุฃู† ูŠุตู„ู‰ ุงู„ุฑุฌู„ ููŠู‡ุง ู„ุฎุงุตุฉ ู†ูุณู‡ ، ูˆู‡ุฐุง ู‚ูˆู„ ุงู„ุฃูˆุฒุงุนู‰ ุฅู…ุงู… ุฃู‡ู„ ุงู„ุดุงู… ูˆูู‚ูŠู‡ู‡ู… ูˆุนุงู„ู…ู‡ู… .

“Telah pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  bahwa beliau melakukan kegiatan pada bulan Sya’ban yakni berpuasa. Sedangkan qiyamul lail-nya banyak beliau lakukan pada setiap bulan, dan qiyamul lailnya pada malam nisfhu sya’ban sama halnya dengan qiyamul lail pada malam lain. Hal ini didukung oleh hadits-hadits yang telah saya sampaikan sebelumnya, jika hadits tersebut dhaif maka berdalil dengannya boleh untuk tema fadhailul ‘amal (keutamaan amal shalih), dan qiyamul lailnya beliau sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah yang telah saya sebutkan. Aktifitas yang dilakukannya adalah aktifitas perorangan, bukan berjamaah. Sedangkan aktifitas yang dilakukan manusia saat ini, tidak pernah ada pada masa Rasulullah, tidak pernah ada pada masa sahabat, tetapi terjadi pada masa tabi’in.
Al Qasthalani menceritakan dalam kitabnya Al Mawahib Al Laduniyah (Juz.2, Hal. 259), bahwa tabi’in dari negeri Syam seperti Khalid bin Mi’dan, dan Mak-hul, mereka berijtihad untuk beribadah pada malam nishfu sya’ban.  Dari merekalah manusia beralasan untuk memuliakan malam nishfu sya’ban. Diceritakan bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat   tentang hal ini. Ketika hal tersebut tersiarkan, maka manusia pun berselisih pendapat, maka di antara mereka ada yang mengikutinya. Namun perbuatan ini diingkari oleh mayoritas ulama di Hijaz seperti Atha’, Ibnu Abi Malikah, dan dikutip dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam bahwa fuqaha Madinah juga menolaknya, yakni para sahabat Imam Malik dan selain mereka, lalu mereka mengatakan: “Semua itu bid’ah!”

Kemudian Al Qasthalani berkata:  “Ulama penduduk Syam  berbeda pendapat tentang hukum menghidupkan malam nishfu sya’ban menjadi dua pendapat: Pertama, dianjurkan menghidupkan malam tersebut dengan berjamaah di masjid,  Khalid bin Mi’dan dan Luqman bin ‘Amir, dan selainnya, mereke mengenakan pakain bagus, memakai wewangian, bercelak,  dan mereka menghidupkan malamnya dengan shalat. Hal ini disepakati oleh Ishaq bin Rahawaih, dia berkata tentang shalat berjamaah pada malam tersebut: “Itu bukan bid’ah!” Hal ini dikutip oleh Harb al Karmani ketika dia bertanya kepadanya tentang ini. Kedua, bahwa dibenci (makruh) berjamaah di masjid untuk shalat, berkisah, dan berdoa pada malam itu, namun tidak mengapa jika seseorang shalatnya sendiri saja. Inilah pendapat Al Auza’i, imam penduduk Syam dan faqih (ahli fiqih)-nya mereka dan ulamanya mereka.”   (Fatawa Al Azhar, 10/ 131)  Selesai kutipan dari Syaikh ‘Athiyah Saqr Rahimahullah.

4.  Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah
bin Baz Rahimahullah

Beliau menjelaskan tentang hukum mengkhususkan ibadah pada malam Nishfu Sya’ban:

ูˆู…ู† ุงู„ุจุฏุน ุงู„ุชูŠ ุฃุญุฏุซู‡ุง ุจุนุถ ุงู„ู†ุงุณ: ุจุฏุนุฉ ุงู„ุงุญุชูุงู„ ุจู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู†ุตู ู…ู† ุดุนุจุงู†، ูˆุชุฎุตูŠุต ูŠูˆู…ู‡ุง ุจุงู„ุตูŠุงู…، ูˆู„ูŠุณ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ุฏู„ูŠู„ ูŠุฌูˆุฒ ุงู„ุงุนุชู…ุงุฏ ุนู„ูŠู‡، ูˆู‚ุฏ ูˆุฑุฏ ููŠ ูุถู„ู‡ุง ุฃุญุงุฏูŠุซ ุถุนูŠูุฉ ู„ุง ูŠุฌูˆุฒ ุงู„ุงุนุชู…ุงุฏ ุนู„ูŠู‡ุง، ุฃู…ุง ู…ุง ูˆุฑุฏ ููŠ ูุถู„ ุงู„ุตู„ุงุฉ ููŠู‡ุง ููƒู„ู‡ ู…ูˆุถูˆุน، ูƒู…ุง ู†ุจู‡ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ูƒุซูŠุฑ ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุนู„ู…، ูˆุณูŠุฃุชูŠ ุฐูƒุฑ ุจุนุถ ูƒู„ุงู…ู‡ู… ุฅู† ุดุงุก ุงู„ู„ู‡. ูˆูˆุฑุฏ ููŠู‡ุง ุฃูŠุถًุง ุขุซุงุฑ ุนู† ุจุนุถ ุงู„ุณู„ู ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุดุงู… ูˆุบูŠุฑู‡ู…. ูˆุงู„ุฐูŠ ุนู„ูŠู‡ ุฌู…ู‡ูˆุฑ ุงู„ุนู„ู…ุงุก: ุฃู† ุงู„ุงุญุชูุงู„ ุจู‡ุง ุจุฏุนุฉ، ูˆุฃู† ุงู„ุฃุญุงุฏูŠุซ ุงู„ูˆุงุฑุฏุฉ ููŠ ูุถู„ู‡ุง ูƒู„ู‡ุง ุถุนูŠูุฉ ูˆุจุนุถู‡ุง ู…ูˆุถูˆุน، ูˆู…ู…ู† ู†ุจู‡ ุนู„ู‰ ุฐู„ูƒ ุงู„ุญุงูุธ ุงุจู† ุฑุฌุจ ููŠ ูƒุชุงุจู‡ [ู„ุทุงุฆู ุงู„ู…ุนุงุฑู] ูˆุบูŠุฑู‡، ูˆุงู„ุฃุญุงุฏูŠุซ ุงู„ุถุนูŠูุฉ ุฅู†ู…ุง ูŠุนู…ู„ ุจู‡ุง ููŠ ุงู„ุนุจุงุฏุงุช ุงู„ุชูŠ ู‚ุฏ ุซุจุช ุฃุตู„ู‡ุง ุจุฃุฏู„ุฉ ุตุญูŠุญุฉ، ุฃู…ุง ุงู„ุงุญุชูุงู„ ุจู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู†ุตู ู…ู† ุดุนุจุงู† ูู„ูŠุณ ู„ู‡ ุฃุตู„ ุตุญูŠุญ ุญุชู‰ ูŠุณุชุฃู†ุณ ู„ู‡ ุจุงู„ุฃุญุงุฏูŠุซ ุงู„ุถุนูŠูุฉ.

“Dan di antara bid’ah yang di ada-adakan manusia pada malam tersebut adalah: bid’ahnya mengadakan acara pada malam nishfu sya’ban, dan mengkhususkan siang harinya berpuasa, hal tersebut tidak ada dasarnya  yang bisa dijadikan pegangan untuk membolehkannya. Hadits-hadits yang meriwayatkan tentang keutamaannya adalah dha’if dan tidak boleh menjadikannya sebagai pegangan, sedangkan hadits-hadits tentang keutamaan shalat pada malam tersebut, semuanya adalah maudhu’ (palsu), sebagaimana yang diberitakan oleh kebanyakan ulama tentang itu, Insya Allah nanti akan saya sampaikan sebagian ucapan mereka, dan juga atsar (riwayat) dari sebagian salaf dari penduduk Syam dan selain mereka. Jumhur (mayoritas) ulama berkata: sesungguhnya acara pada malam itu adalah bid’ah, dan hadits-hadits yang bercerita tentang keutamaannya adalah dha’if  dan sebagiannya adalah palsu. Di antara ulama yang memberitakan hal itu adalah Al Hafizh Ibnu Rajab dalam kitabnya Latha’if alMa’arif dan lainnya. Ada pun hadits-hadits dha’if  hanyalah bisa diamalkan dalam perkara ibadah, jika ibadah tersebut telah ditetapkan oleh dalil-dalil yang shahih,  sedangkan acara pada malam nishfu sya’ban tidak ada dasar yang shahih, melainkan ‘ditundukkan’ dengan hadits-hadits dha’if.”    (Fatawa al Lajnah ad Daimah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, Juz. 4, Hal. 281) Sekian kutipan dari Syaikh Ibnu Baz.

๐Ÿ“š KESIMPULANNYA: menghidupkan malam nishfu Sya’ban adalah baik dan bagus, yaitu dengan ibadah-ibadah mutlak seperti tilawah, qiyamul lail, dan sebagainya. Ada pun berjamaah berkumpul di masjid, untuk shalat, maka ini khilafiyah di antara para imam sejak masa tabi’in, baik membolehkan bahkan mereka melakukan, dan ada yang membid’ahkan. Maka, hendaknya kita toleran atas kenyataan ini. Ambil yang kita pandang lebih kuat, tapi jangan ingkari yang lain.

Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq

๐Ÿƒ๐ŸŒพ๐ŸŒบ๐ŸŒฟ๐ŸŒป๐ŸŒด☘

✏️ Farid Nu'man Hasan

Related

FARID NU'MAN HASAN SS 8086454398080498849

Posting Komentar

Recent

Recent Posts Widget

Arsip

Entri yang Diunggulkan

Kemunculan Al Mahdi - Ust Zulkifli Muhammad Ali, Lc

Gambar Ilustrasi Kajian Khusus Masjid Raya Bintaro Jaya @16 Januari 2016 Kemunculan Al Mahdi Ust Zulkifli Muhammad Ali, Lc K...

Hot in week

Tayangan Laman

item