Abdi Kurnia Djohan - Artikel Taqrib Baina Ahlussunnah
https://bariqunnury.blogspot.com/2015/12/abdi-kurnia-djohan-artikel-taqrib-baina.html
Abdi Kurnia Djohan
Pemikiran itu tidak bisa dilepaskan dari sifat manusia yang melahirkannya. Pemikiran itu dibatasi oleh ruang dan waktu. Tidak ada pemikiran seorang manusia yang mutlak benar dan berlaku menembus ruang serta waktu. Pemikiran seorang manusia itu dianggap benar menurut konteks waktu dan tempat di mana ia berada. Pemikiran Imam al-Asy'ari boleh jadi benar karena situasi yang terjadi pada masanya. Pemikiran Ibnu Taimiyyah bisa jadi benar karena keadaan yang menuntutnya. Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab mungkin benar menurut konteks waktu dan kepentingan yang melatarbelakanginya. Begitu seterusnya. Bagi umat Islam, dikecualikan dari itu semua adalah apa yang lahir dari ucapan dan tindakan Nabi Muhammad. Sebebas apapun cara berpikir seorang muslim, ia tidak akan berani menyebut Nabi sebagai seorang filosof. Sifat spekulatif yang terkandung di dalam filsafat itu, tidak mungkin dipredikatkan sebagai ajaran Tuhan.
Berabad-abad umat Islam saling menyerang hanya untuk sebuah usaha menjadikan yang relatif sebagai sesuatu yang mutlak. Ahlussunnah wal jamaah adalah ius constituendum yang ditarik ke sana kemari sebagai usaha mendaku bahwa Nabi Muhammad berada di pihak masing-masing. Padahal, siapa saja yang berpikir dan berjuang untuk eksistensi agama ini, sudah otomatis diakui sebagai umat sang Nabi. Tapi, itulah manusia. Terkadang ia kehilangan kepercayaan diri jika melihat orang lain berada di jalur yang sama. Saya tetap berada di lintasan Asy'ariyyah sebagai alat ukur terhadap usaha yang dilakukan untuk agama ini. Saya tidak mau pusing dengan orang yang berada di lintasan lain. Tapi, tolong jangan rusak lintasan yang saya lalui, karena lintasan-lintasan ini menuju,muara yang sama
. #Copas *Sebagai bahan renungan bersama.
dari Taqrib Baina Ahlussunnah,
Posting Komentar