Nasihat Untuk Kita Semua Oleh : Ustadz Hasan Al-Jaizy Al-Jaizy
https://bariqunnury.blogspot.com/2016/09/nasihat-untuk-kita-semua-oleh-ustadz.html
Sekalipun kajian luber di sana sini, penyimak dimana-mana, ternyata masih ada yang kita takutkan. Takut kemajuan ini hanya bersifat kuantitas. Kualitas malah merosot. Segala sesuatu akan menjadi murah jika bertambah kecuali ilmu dan akhlak.
Ada beberapa point yang contoh kongkritnya ada di lapangan. Diketahui oleh yang mengetahui. Tidak diketahui oleh yang tidak tahu atau pretending untuk tidak tahu. Di antaranya:
[1] Dahulu, anti sistem tarbiyah. Dijelek-jelekkan. Dakwah ini tidak ada sistem kerajaan. Murabbi bukan raja mengatur-atur. Sekarang, sistem semacam itu diadopsi. Namanya bukan murobbi. Covernya bukan hizby. Tapi track-nya serupa. Intinya, ada yang harus dirajakan dan sisanya kalau tidak kuda, benteng, dan pastinya pion. Harus diatur. Kalau tidak mau diatur, maka diwaspadai. Bukan golongan kami.
[2] Dahulu atau sampai sekarang, anti fanatisme (hizbiyyah). Tapi prakteknya di lapangan, terutama dunia maya ini, kalau situ tidak sama ustadz panutan saya dan teman ngaji saya, ya berarti bukan golongan kita. Tidak diformalisasikan. Tapi praktek nyata lebih mencerminkan dari klaim.
[3] Anti bicara politik dalam artian: men-tahdzir mereka yang bicara soal politik. Harus fokus saja menuntut ilmu syar'i. Tapi tanpa sadar sepertinya, rajin komentari dan bincangkan politik. Suka menyindir pandangan fulan dan fulan tentang dunia politik. Terjebak di melanggar peraturan. Alasan: nahi munkar. Tapi seberapa sering memegang tangan saudaranya untuk dinasehati agar tidak bicara politik? Point ini coba disadari.
[4] Dai-dai yang tidak merdeka, atau yang di-setting agar tidak merdeka. Baik disebabkan dibayar, didanai (proyeknya) atau dielus-elus demi kepentingan suatu pihak, yang di balik pihak tersebut ada dalang. Dai-dai yang asalnya polos penuntut ilmu ini, dengan mudahnya digiring. Intinya: bagaimana caranya agar dai-dai ini tidak bisa mengatakan 'tidak' untuk keinginan supplier. Jadilah dai-dai yang terkekang. Tidak enakan mau mengatakan 'ini tidak benar!' karena sudah kadung didanai. Mau keluar dari jaringan juga sudah kadung. Kenapa ada ustadz besar menganjurkan dengan sangat agar dai punya independensi penghasilan? Salah satu faedah besarnya: supaya punya izzah, sehingga tidak mudah diatur oleh pihak yang asalnya bukan thullab al-ilm bahkan sekadar jasus.
[5] Kubu ekstrim itu ada dua: Pertama, yang menjadikan segala perkara sebagai perkara zhanny ijtihady, sehingga apapun bisa diperbolehkan sesuai syahwat. Kedua, yang menjadikan segala perkara sebagai perkara qath'iy, sehingga apapun bisa dipaksakan dan semua harus ikut dengan keputusan. Yang pertama tadi, mirip dengan gaya beragamanya orang-orang hijau. Yang kedua, kadang mirip sama gaya beragamanya pihak yang sedang kita bincangkan di sini. Beberapa hal yang sifatnya zhanny dan ada ijtihad, dijadikan sebagai perkara qath'iy atau semi-qath'iy. Diperparah, kemudian mengatasnamakan manhaj. Jadi, yang tidak ikut dan sekalimat, berarti dia bukan termasuk.... (isi sendiri).
[6] Sekarang mau apa jika akhwat-akhwat ibukota malas ngaji jika tidak ada infocus buat mereka? Dulu era sebelum 2010, ketika infocus masih jarang sekali, mereka tetap rajin.
[7] Kapitalisme dalam dunia bisnis, membuat usaha warga kecil seperti berjalan di tempat bahkan ada yang berjalan mundur. Mau maju susah. Mirip yuyu di sawah. Mau nyamping atau mundur bisa. Mau maju saja yang tidak bisa. Kecuali, pengusaha yang benar-benar ekstra dan maksimalkan daya. Kiaskan dalam dakwah. Silakan biaskan sendiri, semoga Allah membuka pikiran kita.
[8] Marah, tidak terima apalagi sampai mencegah orang agar tidak ikut majelis taklim fulan dan allan yang sama-sama Ahlus Sunnah, karena jaraknya masih satu kota. Tapi giliran Ahlul Bida' menggelar kajian di manapun di kotanya, tidak marah.
[9] Karena taqlid, maka manut dengan nomor 8. Tidak boleh taqlid kepada imam madzhab. Tapi boleh taqlid kepada ustadz saya. Karena ustadz saya bukan imam madzhab. Kan yang tidak boleh: taqlid pada imam madzhab.
[10] Untuk 9 point di atas, kita sama-sama berharap semoga Allah sembuhkan. Semoga tidak kian bertambah. Ketika satu manusia saja, pasti punya beragam kesalahan, maka lebih-lebih jika majemuk manusia, tentu lebih banyak. Jika dikatakan wajar atau tidak, maka wajar 9 hal di atas terjadi. Namanya juga manusia. Namun, sebaik-baik manusia adalah yang bertaubat dari kesalahan. Jangan mengandalkan label manhaj untuk menyatakan bahwa 'saya tidak ada salah'.
Bahkan, kalau postingan ini salah pun, wajar saja. Yang menulisnya adalah manusia. Penulisnya adalah manusia juga, yang menganggap 9 kesalahan tersebut adalah wajar.
Bagaimana mungkin kita mau diberi udzur jika kita tak memberi udzur? Semoga stok rasa sayang kita belum habis pada keumuman kaum Muslimin. Jangan sampai stok sayang hanya untuk yang segolongan saja.
Oleh : Ustadz Hasan Al-Jaizy Al-Jaizy
Ada beberapa point yang contoh kongkritnya ada di lapangan. Diketahui oleh yang mengetahui. Tidak diketahui oleh yang tidak tahu atau pretending untuk tidak tahu. Di antaranya:
[1] Dahulu, anti sistem tarbiyah. Dijelek-jelekkan. Dakwah ini tidak ada sistem kerajaan. Murabbi bukan raja mengatur-atur. Sekarang, sistem semacam itu diadopsi. Namanya bukan murobbi. Covernya bukan hizby. Tapi track-nya serupa. Intinya, ada yang harus dirajakan dan sisanya kalau tidak kuda, benteng, dan pastinya pion. Harus diatur. Kalau tidak mau diatur, maka diwaspadai. Bukan golongan kami.
[2] Dahulu atau sampai sekarang, anti fanatisme (hizbiyyah). Tapi prakteknya di lapangan, terutama dunia maya ini, kalau situ tidak sama ustadz panutan saya dan teman ngaji saya, ya berarti bukan golongan kita. Tidak diformalisasikan. Tapi praktek nyata lebih mencerminkan dari klaim.
[3] Anti bicara politik dalam artian: men-tahdzir mereka yang bicara soal politik. Harus fokus saja menuntut ilmu syar'i. Tapi tanpa sadar sepertinya, rajin komentari dan bincangkan politik. Suka menyindir pandangan fulan dan fulan tentang dunia politik. Terjebak di melanggar peraturan. Alasan: nahi munkar. Tapi seberapa sering memegang tangan saudaranya untuk dinasehati agar tidak bicara politik? Point ini coba disadari.
[4] Dai-dai yang tidak merdeka, atau yang di-setting agar tidak merdeka. Baik disebabkan dibayar, didanai (proyeknya) atau dielus-elus demi kepentingan suatu pihak, yang di balik pihak tersebut ada dalang. Dai-dai yang asalnya polos penuntut ilmu ini, dengan mudahnya digiring. Intinya: bagaimana caranya agar dai-dai ini tidak bisa mengatakan 'tidak' untuk keinginan supplier. Jadilah dai-dai yang terkekang. Tidak enakan mau mengatakan 'ini tidak benar!' karena sudah kadung didanai. Mau keluar dari jaringan juga sudah kadung. Kenapa ada ustadz besar menganjurkan dengan sangat agar dai punya independensi penghasilan? Salah satu faedah besarnya: supaya punya izzah, sehingga tidak mudah diatur oleh pihak yang asalnya bukan thullab al-ilm bahkan sekadar jasus.
[5] Kubu ekstrim itu ada dua: Pertama, yang menjadikan segala perkara sebagai perkara zhanny ijtihady, sehingga apapun bisa diperbolehkan sesuai syahwat. Kedua, yang menjadikan segala perkara sebagai perkara qath'iy, sehingga apapun bisa dipaksakan dan semua harus ikut dengan keputusan. Yang pertama tadi, mirip dengan gaya beragamanya orang-orang hijau. Yang kedua, kadang mirip sama gaya beragamanya pihak yang sedang kita bincangkan di sini. Beberapa hal yang sifatnya zhanny dan ada ijtihad, dijadikan sebagai perkara qath'iy atau semi-qath'iy. Diperparah, kemudian mengatasnamakan manhaj. Jadi, yang tidak ikut dan sekalimat, berarti dia bukan termasuk.... (isi sendiri).
[6] Sekarang mau apa jika akhwat-akhwat ibukota malas ngaji jika tidak ada infocus buat mereka? Dulu era sebelum 2010, ketika infocus masih jarang sekali, mereka tetap rajin.
[7] Kapitalisme dalam dunia bisnis, membuat usaha warga kecil seperti berjalan di tempat bahkan ada yang berjalan mundur. Mau maju susah. Mirip yuyu di sawah. Mau nyamping atau mundur bisa. Mau maju saja yang tidak bisa. Kecuali, pengusaha yang benar-benar ekstra dan maksimalkan daya. Kiaskan dalam dakwah. Silakan biaskan sendiri, semoga Allah membuka pikiran kita.
[8] Marah, tidak terima apalagi sampai mencegah orang agar tidak ikut majelis taklim fulan dan allan yang sama-sama Ahlus Sunnah, karena jaraknya masih satu kota. Tapi giliran Ahlul Bida' menggelar kajian di manapun di kotanya, tidak marah.
[9] Karena taqlid, maka manut dengan nomor 8. Tidak boleh taqlid kepada imam madzhab. Tapi boleh taqlid kepada ustadz saya. Karena ustadz saya bukan imam madzhab. Kan yang tidak boleh: taqlid pada imam madzhab.
[10] Untuk 9 point di atas, kita sama-sama berharap semoga Allah sembuhkan. Semoga tidak kian bertambah. Ketika satu manusia saja, pasti punya beragam kesalahan, maka lebih-lebih jika majemuk manusia, tentu lebih banyak. Jika dikatakan wajar atau tidak, maka wajar 9 hal di atas terjadi. Namanya juga manusia. Namun, sebaik-baik manusia adalah yang bertaubat dari kesalahan. Jangan mengandalkan label manhaj untuk menyatakan bahwa 'saya tidak ada salah'.
Bahkan, kalau postingan ini salah pun, wajar saja. Yang menulisnya adalah manusia. Penulisnya adalah manusia juga, yang menganggap 9 kesalahan tersebut adalah wajar.
Bagaimana mungkin kita mau diberi udzur jika kita tak memberi udzur? Semoga stok rasa sayang kita belum habis pada keumuman kaum Muslimin. Jangan sampai stok sayang hanya untuk yang segolongan saja.
Oleh : Ustadz Hasan Al-Jaizy Al-Jaizy
Posting Komentar