SIKAP

Saya berusaha menghormati semua orang yang berilmu, dari aliran pemikiran manapun ia (selama masih termasuk Ahlussunnah, dalam lingkup yang luas). Karena itu, saya juga sangat menghormati Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah.


Beliau adalah seorang pengkaji hadits kontemporer (sebagaimana dulu pernah dikatakan oleh Dr. Ahmad Lutfi Fathullah). Beliau adalah seorang pakar ilmu hadits di era kontemporer ini (sebagaimana diakui oleh banyak ulama, termasuk -seingat saya- Dr. Yusuf Al-Qaradhawi). Tak layak rasanya lisan atau tulisan saya yang faqir ilmu ini menghina apalagi mengejek beliau.

Jika karena kesalahan beliau dalam tashhih dan tadh'if suatu hadits, atau pilihan fiqih beliau yang keliru, atau kesalahan-kesalahan ilmiah dalam beberapa perkara, membuat beliau halal dihina dan dijatuhkan kehormatannya, maka tak akan tersisa satu ahli ilmu pun yang terjaga kehormatannya. Padahal, menjaga kehormatan sesama muslim itu wajib, apatah lagi kehormatan seorang ahli ilmu.

Namun, saya juga tak akan bersikap ghuluw kepada beliau, seperti yang dilakukan oleh sebagian orang (dan ini fakta yang tak perlu ditutup-tutupi, apalagi didustakan). Pertama, beliau bukanlah sosok yang ma'shum yang lepas dari kesalahan. Kedua, ulama pakar hadits di era kontemporer bukan hanya beliau. Masih banyak pakar hadits kontemporer di dunia Islam ini, yang keilmuannya setara dengan beliau, dan bisa jadi memiliki pandangan-pandangan (dalam hadits dan fiqih) yang berbeda dengan beliau. Ketiga, jika demikian halnya dibandingkan dengan ulama kontemporer, apatah lagi jika dibandingkan dengan para pembesar ilmu hadits di era klasik.

Jadi, hormatilah ahli ilmu, meskipun berbeda aliran pemikiran dengan kita, namun janganlah berlebih-lebihan. Yang wajar-wajar saja.

Catatan:

Sikap ini berlaku juga terhadap ahli ilmu yang lain.

Wallahu a'lam.

~ Muhammad Abduh Banjar ~