LOGIKA DINA SULAIMAN (Syiah Rafidhah) Dibantah Akifis Islam


.
Berikut kutipan status Dina Sulaiman, seorang aktivis dakwah Syiah Rafidhah:
.
“>>>LOGIKA WARUNG. Balik lagi ke soal buka warung saat Ramadhan. Ada yang bikin meme ini. Sekilas seolah benar, tapi sebenarnya salah. >>>Mari kita bahas. Dalam khasanah ilmu mantiq (logika), ada yang disebut ‘mughalathath’ (logical fallacy/kesalahan logika). Salah satu bentuk kesalahan logika adalah “qiyas ma’al faariq” (menganalogikan sesuatu dengan sesuatu yang lain, tapi tidak setara). Jika kita mau berpikir logis, gunakan analogi yang setara.

Gunanya apa sih, berpikir logis itu? Tentu saja supaya kesimpulan yang diambil adalah kesimpulan yang benar. >>>Coba perhatikan kalimat ini, “Kamu ini sudah gedhe ga bisa brenang, malu dong sama ikan, sejak bayi udah mahir brenang!” Logis gak? Enggaklah; kalimat tsb pake “qiyas ma’al fariq”. >>>Nah, logika fals yang dipakai di meme ini adalah: Menag tidak mau memerintahkan warung tutup di bulan Ramadhan untuk menghormati mereka yang TIDAK PUASA,

maka harusnya Menag memerintahkan Bandara Bali BUKA DI HARI NYEPI untuk menghormati mereka yang tidak beribadah Nyepi. Jadi, yang dibandingkan adalah Warung+PUASA RAMADHAN dan bandara+NYEPI. >>>Ini ga setara bro. PUASA di bulan Ramadhan itu ‘hanya’ gak makan-minum-seks. Tapi kerja mah tetep atuh lah, kita tetap melakukan berbagai aktivitas seperti biasa. Jika si muslim jalan melewati warung makan, ibadah puasanya ga batal.

Sedangkan NYEPI itu ibadah Hindu yang artinya berdiam di rumah, tidak melakukan aktivitas. Artinya, kalau si Hindu ini dipaksa kerja, maka ibadahnya BATAL. >>>Perbandingan kedua yang dipake orang ini: Menag tidak mau memerintahkan warung tutup di bulan Ramadhan untuk menghormati mereka yang TIDAK PUASA, maka harusnya Menag juga memerintahkan mall untuk TIDAK PASANG POHON NATAL untuk menghormati mereka yang tidak Natalan. >>>Nah ini lebih kacau lagi. Puasa Ramadhan kok diperbandingkan dengan POHON?!

 Emang orang Nasrani batal ya Natalnya, kalau gak pasang pohon? Atau, orang Muslim jadi kafir kalau matanya melihat pohon Natal? Anggota DPR liat foto *teeeeet* saat sidang aja kayaknya kaga ada yang kafir2in, apalagi cuma liat pu’un (pohon)? >>>Contoh kalimat yang menggunakan logika setara: Kalau Menag memerintahkan Bandara Bali (yang karyawannya diasumsikan mayoritas Hindu) buka di hari Nyepi,

itu sama artinya Menag melarang Muslim puasa di bulan Ramadhan. Kalau Menag melarang umat Nasrani pasang pu’un Natal, itu sama artinya dengan Menag melarang Muslim pakai baju baru di hari ‘Id (sama-sama tidak bernilai ibadah, hanya ‘hiasan’ ibadah belaka). >>>Buat ibuk-ibuk, pelajaran logika dasar kayak gini musti diajarin ke anak sejak kecil, biar kalau gede ga bikin meme yang illogical kayak gini. Malu ah.” (Selesai).
.
RESPON kami:
Mbak ini mau memperbaiki kekeliruan logika, tapi dia sendiri jatuh dalam kesalahan logika yang serius. Maunya membalas, membantah, atau membatalkan suatu pemikiran yang tidak sesuai kepentingan dirinya, tapi malah semakin runyam. Justru kami menasehatkan kepada Ibu-ibu, atau siapa saja, jangan diulangi kesalahan gaya Mbak ini.
.
Mari kita bahas…
[1]. Dasar utama adalah statement sesat seorang menteri, agar warung nasi tetap buka selama Ramadhan, untuk menghormati orang-orang yang tidak puasa. Ini dasar awalnya.

[2]. Terus ada yang membantah pernyataan itu dengan mengatakan: “Kalau bulan Ramadhan orang puasa harus hormati orang tidak puasa, harusnya saat Hari Nyepi di Bali, bandara tetap dibuka, untuk menghormati para pemakai bandara yang bukan beragama Hindu. Atau saat Natal, kantor-kantor tidak pasang pohon Natal untuk hormati yang tidak Natalan. ” Faktanya kan, saat Nyepi, bandara Ngurah Rai harus berhenti aktivitas, untuk menghormati hari raya orang Hindu. Saat Natalan, banyak Muslim dipaksa melihat pohon Natal di mana-mana.

[3]. Kata Dina Sulaiman, variabel Warung+Ramadhan tidak setara dengan Bandara+Nyepi. Karena kalau orang Hindu tidak melakukan Nyepi, ibadahnya batal; sementara orang Muslim kalau melihat warung nasi buka, ibadahnya tidak batal.

[4]. Batahan: Poin penting yang diminta oleh kaum Muslimin adalah SIKAP MENGHORMATI IBADAH. Itu intinya. Kalau orang non Hindu dipaksa menghormati hari Nyepi; masak kita tidak boleh meminta orang non Muslim (atau tidak sedang berpuasa) untuk menghormati orang yang sedang berpuasa di bulan Ramadhan? Apakah jenis penghormatan itu hanya berhak buat orang Hindu?

[5]. Kata Dina Sulaiman, puasa Ramadhan tidak bisa dibandingkan dengan pemasangan pohon Natal. Orang Nasrani tidak batal Natalnya karena tidak pasang pohon; sebagaimana orang Muslim tidak menjadi kafir karena matanya melihat pohon Natal.

[6]. Bantahan: Betapa primitif ya membandingkan “puasa Ramadhan” dengan “pohon Natal”. Adakah manusia di dunia yang mau menyamakan keduanya? Mungkin hanya Dina saja yang terobsesi ke sana, karena terdorong syahwat membantah tak tertahan. Coba tanyakan sampai ke anak balita pun, apakah mereka akan menyamakan “puasa Ramadhan” dengan “pohon Natal”? Sangat menakjubkan.

Tapi lagi-lagi yang diminta kaum Muslimin adalah SIKAP KONSISTEN MENGHORMATI RITUAL IBADAH ORANG LAIN. Itu intinya Mbak. Kalau saat Natalan, para karyawan yang Muslim harus ikut-ikutan dipaksa menyemarakkan simbol-simbol Natal, mengapa saat Ramadhan kaum Muslim tidak boleh meminta SIKAP PENGHORMATAN dari orang-orang yang tidak berpuasa?

[7]. Berulang-ulang Dina selalu fokus dengan ide “batal atau tidak batal” soal ibadah. Itu juga prasangka primitif. Tidak ada orang Muslim memikirkan “buka warung saat Ramadhan” itu akan membatalkan puasa. Tidak ada itu. Coba tanyakan ke anak TPA, adakah masalah “buka warung saat Ramadhan” itu membatalkan puasa? Coba cek dulu deh, biar agak tenang. Lalu perhatikan lagi, masalah “batal Nyepi” atau “batal Natalan”.

Apa dalam hukum orang Hindu, Nyepi akan batal gara-gara bekerja? Atau Natalan menjadi batal gara-gara tidak pasang pohon? Coba tanya dulu ke mereka! Jangan dijawab pakai logika Anda sendiri! Kesalahan terberat Dina di sini. Dia fokus membandingkan antara konsep “batal ibadah” dalam Islam dengan Nasrani dan Hindu. Mana bisa dibandingkan! Konsep fikih Islam sangat rinci, luas, dan marak dengan aneka perspektif. Apa ada konsek fikih ala Hindu atau Nasrani? Di sisi lain, soal “buka warung saat Ramadhan” itu tak pernah dibahas sebagai pembatal ibadah. Nah, di situ sangat jelas betapa kacau pemikiran Mbak Dina ini.

[8]. Yang seterusnya tidak usah dibahas, wong cara berpikirnya sendiri sudah kacau dan tidak sesuai realitas. Apalagi dikait-kaitkan dengan anggota DPR nonton video porno di ruang rapat. Hah, itu semakin amat sangat jauh. Dia menginginkan orang berpikir logis obyektif, tapi dirinya sendiri jatuh dalam logika emosional yang parah.

[9]. Saran kami, bagi ibu-ibu yang menulis status, atau membuat tulisan di media sosial (atau di mana saja), sebaiknya berpikir banyak sebelum menghakimi pemikiran orang lain. Khawatirnya, pemikiran dia tidak sepi dari kritik dan masalah.
.
Demikian, terimakasih. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin

Sam Waskito

Related

Sam Waskito 1729854865657904873

Posting Komentar

Recent

Recent Posts Widget

Arsip

Entri yang Diunggulkan

Kemunculan Al Mahdi - Ust Zulkifli Muhammad Ali, Lc

Gambar Ilustrasi Kajian Khusus Masjid Raya Bintaro Jaya @16 Januari 2016 Kemunculan Al Mahdi Ust Zulkifli Muhammad Ali, Lc K...

Hot in week

Tayangan Laman

item